![]() |
Penulis Ahmad Khozinudin dan Syafril Elain, RB, anggota LBH-AP PP Muhammadiyah. (Foto: Istimewa) |
Oleh: Ahmad
Khozinudin, S.H.
ALHAMDULILLAH,
penulis berkesempatan hadir dalam acara buka bersama di Gedung Pimpinan Pusat (PP)
Muhammadiyah, di Jakarta, pada Senin (17/3/2025). Bang Edy Mulyadi, Mang Kholid
Miqdar - Nelayan Pontang, juga Bang Said
Didu terlihat hadir dalam acara.
Pada pembukaan
acara, Prof Dr. H. M. Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum yang hadir via zoom meeting,
menegaskan bahwa Advokasi kasus perampasan tanah rakyat Banten di proyek Pantai
Indah Kapuk (PIK)-2 yang dilakukan oleh Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi
Publik (LBH AP) PP Muhammadiyah, adalah tindakan resmi yang mewakili
persyarikatan Muhammadiyah. Penegasan sikap ini, sekaligus membantah sejumlah
rumor yang menyebut advokasi yang dilakukan oleh LBH AP PP Muhammadiyah
hanyalah kegiatan personal tertentu, apalagi hanya dianggap Advokasi pribadi
seorang Rekan Ghufroni, SH, MH.
Apa yang
dilakukan oleh Muhammadiyah di kasus proyek PIK-2, adalah aktivitas dakwah Amar
Ma'ruf Nahi Mungkar, sebagai bagian dari kewajiban, komitmen dan tanggung jawab
keagamaan dan kebangsaan.
Ada satire
menarik yang disampaikan mantan ketua KPK ini. Beliau menyebut saat ini, sila
ke-5 Pancasila bukan lagi bermakna 'Keadilan Sosial', melainkan sudah menjadi
'Keadilan Sok Soal'. Idiom 'Sok Sial' ini, tentunya sangat merepresentasikan
kondisi ketidakadilan yang dialami rakyat saat ini, seperti yang dirasakan oleh
rakyat Banten yang menjadi korban kezaliman proyek PIK-2 milik Aguan alias
Sugianto Kusuma dan Anthony Salim.
Saat memandu
diskusi dengan menghadirkan sejumlah korban kezaliman proyek PIK-2, Rekan
Ghufroni selaku Ketua Riset & Advokasi LBH PP Muhammadiyah, menegaskan
bahwa dalam menangani Klien, Advokasi yang dilakukan oleh LBH AP Muhammadiyah,
korban tidak dipungut biaya sepeser pun.
Dalam kesempatan
diskusi, dua korban PIK-2 yang dihadirkan, yakni Charlie Chandra dan Haji Fuad Efendy
Zarkasy menceritakan kisah pedih mereka, yang dizalimi oleh Agung Sedayu Group
(ASG).
Charlie Chandra,
selain menceritakan kembali kisahnya, tanahnya yang dirampas Aguan, ayahnya
yang terpaksa diungsikan ke Australia hingga meninggal dunia, kepedihannya dihinakan
dengan modus menyebarkan fotonya sebagai DP0 (Daftar Pencarian Orang), juga
menceritakan kisah pilu Restoran Padi-padi, Kabupaten Tangerang.
Restoran
Padi-padi, adalah restoran sederhana dengan konsep menyatu dengan alam.
Terletak dipinggir sawah. Menjadi ramai, karena saat pandemi Covid-19, selain
tempat makan Restoran ini juga nyaman untuk tempat healing dan kontemplasi,
sambil menjemur badan dengan udara yang langsung disinari matahari.
Tak mau menjual
tanah tempat usahanya kepada Agung Sedayu Group, pemilik restoran Padi-padi di
kriminalisasi. Modusnya, area masuk restoran di portal pintu besi. Portal ini,
jelas menghalangi usaha restoran Padi-padi.
Tiba-tiba, pada
suatu malam sekelompok orang yang tak dikenal terekam cctv membongkar portal
ini. Karena pagar telah dibongkar, Padi-padi mengucapkan terima kasih kepada
pihak kelurahan/kecamatan, karena portal sudah dibuka.
Tapi ternyata?
Tidak lama setelah itu, pemilik Padi-padi dilaporkan ke polisi oleh Agung
Sedayu Group, karena dianggap merusak portal yang mereka pasang. Akhirnya,
pemilik restoran harus meringkuk di dalam penjara karena kriminalisasi ini.
Kisah Haji Fuad,
lebih memilukan.
Lelaki berumur 70
tahun, asli Banten ini, dipaksa menjual tanahnya seluas 200 hektar kepada Agung
Sedayu Group, saat dia sedang sakit dan di infus. Dalihnya, Agung Sedayu Group
menjalankan program PSN (Proyek Strategis Nasional) Negara. Proses pemaksaan
pelepasan hak itu, dilakukan di rumah sakit, atas tekanan polisi bernama AKP
(Ajun Komisaris Polisi) Yan Hendra, pada 14 April 2024.
Mulanya, Agung
Sedayu Group menawar tanah Haji Fuad dengan alasan masuk ploating rencana
bisnis properti mereka. Tapi karena ditolak, karena ingin melindungi petani
lainnya agar tetap bisa menanam padi, akhirnya Haji Fuad dikriminalisasi.
Saat di penjara,
Haji Fuad tetap menolak menjual tanahnya. Tapi akhirnya sakit, putrinya meminta
agar dilepaskan, dan akhirnya terjadi penjualan tanah di rumah sakit dalam
kondisi ditekan polisi.
Meskipun sudah
diserahkan tanahnya, tapi sampai saat ini pembayaran juga tak dilakukan. Ali
Hanafiah Lijaya dari Agung Sedayu Group mulanya menjanjikan paling lambat 3
bulan akan dibayar sejak 14 April 2024 lalu, nyatanya sampai kini tidak
dibayar. Ini jelas perampasan tanah yang sangat keji.
Ada juga cerita
Korban dari Daerah Dadap, Kronjo dan yang lainnya. Kisahnya, rata-rata
memilukan hati.
Dalam kesempatan
acara tersebut, penulis diminta menyampaikan pandangan. Kurang lebih, penulis
menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, penulis
merasa sangat bersyukur, gembira, bahagia dan bangga, karena Muhammadiyah
secara resmi mengadvokasi kasus perampasan tanah rakyat Banten yang dilakukan
oleh Oligarki PIK-2.
Kedua, penulis
merasa sangat bersyukur, gembira, bahagia, dan bangga, karena Muhammadiyah
telah mengambil peran sebagai orang tua rakyat, yang membela dan melindungi
rakyat, pada saat Negara tidak hadir, pada saat rakyat merasa menjadi yatim
piatu, karena Negara sebagai orang tua kandung rakyat tidak peduli atas derita
yang dialami rakyat akibat kezaliman dan kerakusan Oligarki PIK-2.
Ketiga, penulis
berharap langkah yang telah ditempuh oleh Muhammadiyah ini juga diadopsi oleh
Ormas Islam lainnya. Jangan sampai, jargon Amar Maruf dan nahi mungkar itu
hanya berhenti di tenggorokan.
Mengingat, jika
umat Islam bersatu melawan kezaliman, pasti Oligarki akan kalah. Saat ini,
rasanya hanya umat Islam yang bisa diharapkan untuk menyelesaikan
persoalan-persoalan yang dialami rakyat, pada saat Negara tidak berpihak kepada
rakyat bahkan malah pasang badan untuk membela kepentingan Oligarki.
Akhirnya, penulis
ingin tegaskan bahwa kami rakyat Indonesia tidak menolak/anti pembangunan. Kami
tidak menolak/anti investasi. Tapi kami menolak dan menentang penindasan dan
perampasan tanah rakyat, berdalih pembangunan dan investasi. (***)
Penulis adalah Advokat,
Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat
(TA-MOR-PTR)
0 Comments