![]() |
M. Nasir (Foto: Istimewa/koleksi pribadi M. Nasir) |
KALAU ingin memperbarui pengetahuan tentang pers, datanglah
ke seminar nasional yang akan
diselenggarakan pada 7 Februari 2025 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Di Banjarmasin di sela-sela menikmati kudapan khas Banjar
seperti apam barabai, sesumapan, dan wadai rangai yang manis dan gurih. Penulis
bisa berbincang-bincang tentang perkembangan pers terkini bersama teman-teman
yang selama ini menenggelamkan diri dalam dunia pers. Mereka pasti bercerita
berdasarkan pengalaman nyata.
Pada 7-9 Februari 2025 digelar serangkaian kegiatan Hari Pers
Nasional (HPN). Ada pameran media, penganugerahan jurnalistik Adinegoro, bakti
sosial, dan serangkaian seminar nasional, hingga acara puncak peringatan HPN di
Banjarmasin.
Seminar nasional
menjadi agenda penting yang ditunggu-tunggu sebagai proses menyerap dan berbagi
pegetahuan terbaru tentang pers. Seminar nasional sudah menjadi ciri khas HPN,
untuk meng-update, menyegarkan ingatan bersama.
Sudah menjadi tradisi setiap bulan November, Desember, dan
terakhir Januari insan pers yang tergabung dalam organisasi pers Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI) dan organisasi pers lainnya meluangkan waktu untuk
duduk bersama.
Berkumpul membahas tema pers yang akan diusung dalam
memperingati Hari Pers Nasional (HPN) pada 9 Februari. Tentu saja sekaligus
memilih orang yang tepat menjadi pembicara sehingga ketika pulang peserta
mendapat pengetahuan terkini tentang pers.
Tema HPN selalu dikaitkan dengan kepentingan bangsa dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sejarahnya pers nasional memang
bagian dari pers perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia.
Awalnya pada 9 Februari 1946 di Solo. Para insan pers dari
berbagai penjuru berkumpul dan
mendirikan organisasi pers nasional yang bernama Persatuan Wartawan Indonesia
(PWI). PWI hingga sekarang masih eksis dan beranggotakan sekitar 20.525
wartawan yang sudah bersertifikat
kompeten.
Pada 9 Februari 1946, kurang dari enam bulan setelah hari Kemerdekaan
RI 17 Agustus 1945, para insan pers yang rela berjuang dengan pena menyatakan
dukungan dan turut mengisi Kemerdekaan RI.
Saat itu Kemerdekaan RI baru berumur kurang dari enam bulan,
mulai 17 Agustus 1945. Artinya masih banyak gejolak sebagai residu perang
melawan penjajah menuju kemerdekaan.
Langkah perjuangan pers untuk negeri lebih bergema ketika
Presiden RI Soeharto menandatangani Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1985 yang
menetapkan 9 Februari sebagai Hari Pers Nasional.
HPN kemudian secara resmi dijadikan sebagai titik kilas
balik untuk menyegarkan perjuangan, sambil saling menguatkan idealisme dan
eksistensi redaksi media massa dan
bisnisnya.
Sekaligus mengecek daya kritis dan kemerdekaan pers,
sebagaimana diperkuat dalam pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945, insan pers
berdiskusi, membahas isu-isu yang berkembang dengan pikiran bebas, tajam,
kritis, dan mendalam.
Pers tidak hanya membahas dirinya, tetapi pers juga
berbicara tentang demokrasi, pembangunan dan kesejahteraan bangsa dan negara.
Disrupsi teknologi multidimensi yang datang silih berganti
menghantam kehidupan pers dicari solusinya. Dicari ahli yang benar-benar ahli
di bidangnya untuk didengar.
Dipilih tema dan solusi yang lebih tepat sebagai agenda pers
ke depan, guna mendukung program pembangunan demi kemajuan bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Tema yang dipilih bukan seperti jargon-jargon klise, sekadar
gagah-gagahan dengan kata-kata muluk untuk menyenangkan. Tetapi tema yang riel,
bisa dijelaskan bagaimana ketika dijalankan.
Seperti biasanya, komunitas pers yang diundang pun
berdatangan ke kota provinsi yang disepakati untuk menggelar peringatan HPN.
Mereka selain bertukar pikiran, tukar pengalaman terbaru
sebagai wartawan, juga melakukan kegiatan berkaitan dengan HPN, sekaligus
menghadiri seminar nasional yang membedah tema HPN.
Tema-tema HPN
Mewarisi para pendahulu panitia HPN, panitia pusat HPN 2025
yang diketuai Raja Parlindungan Pane menetapkan tema yang mengacu pada perjuangan pers untuk kemakmuran
dan kemajuan Indonesia.
Tema HPN 2025 digelar di Banjarmasin, Kalimantan Selatan 7-9
Februari 2025 adalah “Pers Mengawal Ketahanan Pangan untuk Kemandirian
Bangsa".
Penyelenggaraan HPN yang dimotori oleh PWI dari tahun ke
tahun selalu mengusung tema yang mengangkat realitas yang membumi serta memberi
perhatian pada kepentingan bangsa dan negara, NKRI.
Kita tengok tema-tema HPN dalam 10 tahun terakhir tidak
jauh-jauh dari kepentingan kemakmuran bangsa dan negeri.
⁃ Tema HPN 2024 "Mengawal
Transisi Kepemimpinan Nasional dan Menjaga Keutuhan Bangsa".
⁃ HPN 2023 mengangkat tema
"Pers Merdeka, Demokrasi Bermartabat”
⁃ HPN 2022 "Sultra Jaya Indonesia Maju".
Selain itu, HPN 2022 juga mengangkat isu lingkungan hidup dan masa depan
wartawan.
⁃ HPN 2021 “Bangkit
dari Pandemi, Jakarta Gerbang Pemulihan Ekonomi, Pers sebagai Akselerator Perubahan”.
⁃ HPN 2020 “Pers
Menggelorakan Kalimantan Selatan”
⁃ HPN 2019 "Pers Menguatkan
Ekonomi Kerakyatan Berbasis Digital". Peringatan HPN 2019 diselenggarakan
di Surabaya, Jawa Timur.
⁃ HPN 2018 "Menciptakan Pers
yang Berimbang di Tengah Kebangkitan Arus Informasi dan Digital".
⁃ HPN 2017 "Pers dan Rakyat Maluku Bangkit dari
Laut" yang memiliki makna bahwa semangat kebangkitan melalui poros maritin
sejalan dengan Nawacita Presiden.
⁃ HPN 2016 “
Pers yang Merdeka Mendorong Poros Maritim dan Pariwisata Nusantara”
⁃ HPN 2015 “Pers
Sehat, Bangsa Hebat”.
Pers Indonesia menjadi bagian penting bangsa dan negara
Indonesia. Organisasi pers yang menggunakan nama “Indonesia” sebagai identitas,
seperti PWI harus bertanggung jawab terhadap ke-indonesiaan-nya.
“Huruf ‘I’ dalam PWI yang menjadi singkatan dari Indonesia
ini harus dipertanggung jawabkan,” kata Ketua Umum PWI Pusat Hendry Ch Bangun
dalam berbagai kesempatan memimpin rapat di lingkungan PWI.
Sebab itulah wawasan kebangsaan ditetapkan oleh Hendry Ch.
Bangun sebagai mata ajar wajib di Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI). SJI
adalah the real mobile school, sekolah berjalan, berpindah-pindah dari satu
kota ke kota lain untuk mendekati peserta didik
Hendry, mantan Wakil Ketua Dewan Pers dan lama menjadi
wartawan Harian Kompas kemudian mengampu mata ajar wawasan kebangsaan di SJI.
Bahkan dalam rapat persiapan HPN 2025 di Kantor Harian Suara
Merdeka, di Tebet, Jakarta Selatan, Senin (13/1/2025), Hendry dengan tegas mengatakan, “Wartawan
yang tidak mau peduli perjuangan bangsa dan NKRI, silakan keluar dari
PWI”. (***)
*Penulis adalah Pengurus Harian PWI Pusat.
0 Comments