Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pagar Laut Dibongkar, Publik Jangan Terburu-buru Puas

Ilustrasi, sejumlah warga memberikan 
dukungan kepada TNI AL atas pembongkaran 
pagar bambu di pantura Kabupaten Tangerang. 
(Foto: Istimewa)  



Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.

 

SAAT memulai paparan dalam diskusi ILC (Indonesia Lawyers Club, Rabu, 22/1/2025), tayang kemungkinan malam ini tanggal 23 Januari 2025. Penulis menyampaikan apresiasi terhadap upaya Pemerintah yang telah melakukan proses pembongkaran pagar laut Pantai Indah Kapuk (PIK)-2, namun tindakan ini tidak bisa disebut sebagai sebuah prestasi. Mengingat, kasus pagar laut ini sebenarnya mengkonfirmasi Negara telah kalah melawan Oligarki.

Memberi apresiasi, setidaknya karena negara mulai hadir kembali di tengah-tengah rakyat, meski dalam peran yang kecil. Yakni mengembalikan ruang publik laut sebagai hak dan kepemilikan bersama (public property).

Walaupun pagar yang dibongkar masih sedikit sekali. Belum mencapai 2 kilometer (Km) dari 30 Km  panjang pagar laut. Bang Said Didu menyebut sulitnya mencabut pagar laut.

Bisa dipahami, karena pagar laut ditancapkan dengan alat berat. Jadi, semestinya mencabutnya juga dengan alat berat (escavator). Bukan secara manual atau ditarik kapal dengan ikatan tambang.

Sementara itu, di sisi lain kasus pagar laut PIK-2 ini sebenarnya tak akan menjadi masalah jika Negara sejak awal hadir melindungi rakyatnya. Kehadiran Negara, mencegah terpasangnya pagar Laut, tidak menunggu hingga panjang 30,16 Km.

Andaikan pagar laut ini dibongkar saat panjangnya masih 1-4 meter, publik pasti akan memberikan nilai prestasi pada Pemerintah karena telah mampu menghadirkan Negara sejak dini. Bukan menghadirkan Negara hanya sebatas petugas pemadam kebakaran, yang melakukan proses pemadaman setelah melihat api kemarahan rakyat menjalar luas.

Dari sisi prestasi, Pemerintah juga belum melakukan tindakan apapun yang menjadikan pagar laut PIK-2 ini tak menjadi misterius. Misteri pagar laut sejak awal terjadi, bukan karena pagar tak dapat diindera atau tak dapat dibongkar. Melainkan karena tidak diketahui siapa yang mengerjakan, siapa yang mendanai, dan untuk kepentingan apa pagar dibuat.

Sayangnya, informasi yang sudah beredar di tengah masyarakat, tentang pagar dibuat oleh mandor Memet, atas permintaan Eng Cun alias Gojali, yang didanai oleh Ali Hanafiah Lijaya orangnya Sugianto Kusuma alias Aguan untuk kepentingan proyek PIK-2, tidak pernah ditindaklanjuti. Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) malah sibuk melakukan pemanggilan kepada pembual yang menyebut pagar laut ini dibuat oleh swadaya masyarakat.

Pengumuman pembatalan sertifikat di atas laut oleh Menteri Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan (ATR BPN) Nusron Wahid juga tak transparan. Nusron hanya menyebut berdasarkan kewenangan BPN, sejumlah sertifikat dari 263 Hak Guna Bangunan (HGB) dan 17 Sertipikat Hak Milik (SHM) telah dibatalkan karena berada di luar garis pantai. Tapi tak jelas, berapa yang ada di dalam garis pantai, dan berapa yang berada diluar garis pantai (berapa yang dibatalkan, berapa yang diselamatkan).

Kita semua khawatir, karena bisa saja dari 263 HGB dan 17 SHM di atas laut, hanya 5 biji SHM yang dibatalkan. Selebihnya, diselamatkan oleh BPN dengan dalih 'berada di dalam garis pantai'.

Apalagi, BPN hanya melokalisir masalah sertifikat (HGB & SHM) di laut yang berada di area pagar laut ini hanya yang berada di wilayah Desa Kohod, Kecamatan Pakuaji, Kabupaten Tangerang. Padahal pagar laut itu bukan hanya ada di Desa Kohod, Kecamatan Paku Haji, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.

Dalam catatan penulis, sejumlah desa yang memiliki wilayah pantai dan laut, yang menjadi alur pagar laut membentang hingga 30,16 Km di Kabupaten Tangerang (belum termasuk di Kabupaten Serang), setidaknya sebagai berikut:

1. Kecamatan Kosambi: ada Desa Dadap dan Desa Selembaran Jaya.

2. Kecamatan Teluk Naga: ada Desa Muara, Desa Lemo, Desa Tanjung Pasir dan Desa Tanjung Burung.

3. Desa Pakuaji: ada Kohod, Desa Kramat, Sukawali, dan Desa Surya Bahari.

4. Kecamatan Mauk: ada Karang Serang dan Desa Ketapang.

Itu artinya, Kementerian ATR BPN hanya membongkar sertifikat di atas laut di satu desa, yakni Di Desa Kohod saja ada 263 HGB dan 17 SHM. Jika semua desa yang terdapat pagar laut diungkap, boleh jadi masih ada ribuan serifikat lainnya yang berada di atas laut. Kenapa BPN terkesan menutupi? Kenapa tidak semua sertifikat di atas laut dibongkar?

Adalah wajar,  jika publik menduga pengungkapan dan pencabutan sertifikat di atas laut yang tidak transparan ini hanyalah untuk meninabobokan masyarakat. Seolah-olah, Pemerintah telah bekerja dan memenuhi harapan masyarakat.

Padahal, dibalik itu semua ada skenario besar penyelamatan kepentingan Oligarki (Aguan dan Anthony Salim). Yang diberikan kepada rakyat hanyalah permen, sementara persoalan besar terkait dijualnya wilayah dan kedaulatan laut negara ini, masih tetap dikunci rapat.

Kenapa TNI-AL, POLRI, KKP, BPN, bisa kecolongan pagar laut? Kenapa bisa terbit sertifikat di atas laut? Sudah jelas, peristiwa ini membuktikan adanya kolusi dan korupsi yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif, dari sejak pada tingkat desa, kecamatan, Pemda hingga kementerian dan lembaga.

Jika pemerintah serius, semestinya proyek PIK-2 ini segera dihentikan. Baik yang berada di wilayah PSN seluas 1.755 ha, termasuk di wilayah di luar PSN. Kemudian lakukan audit secara menyeluruh baik terkait kinerja, keuangan, dan hukum.

Lagipula, masalah pagar laut yang mengkonfirmasi adanya perampasan wilayah kedaulatan laut ini jangan sampai melupakan kezaliman proyek PIK-2 milik Aguan dan Anthony di wilayah daratan. Karena proses perampasan tanah ini terjadi di darat dan di laut.

Fasilitas publik seperti sungai, jalan, jembatan, semua diokupasi oleh proyek PIK-2 secara zalim. Tanah rakyat dirampas semaunya, dengan modus intimidasi, ancaman, hingga kriminalisasi.

Semestinya, Negara segera bertindak. Tangkap Mandor Memet, Eng Cun, Ali Hanafiah Lijaya, Aguan dan Anthoni Salim. Hentikan proyek PIK-2 dan audit seluruh kegiatan proyek PIK-2. Pecat seluruh pejabat yang terlibat. Pidanakan seluruh pejabat yang ikut berperan menjual Kedaulatan Negara dan zalim kepada rakyatnya.

Malu ! Kalau sampai Negara kalah melawan Aguan. Malu! jika NKRI tak mampu mempertahankan diri! Jangan sampai NKRI berubah menjadi NKRA, yakni Negara Kesatuan Republik Aguan! (***)

 

Tulisan ini adalah Catatan Kritis Diskusi Indonesia Lawyers Club, 22 Januari 2025.

*Penulis adalah Advokat, Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat/ TA-MOR PTR]

 

 

Post a Comment

0 Comments