Dari kiri, Gufroni, Subandi Musbah, Rukyat Idris (pegang mike), dan Hazazil Fitri. (Foto: TangerangNet.Com/Syafril Elain) |
“Pada 2013, saya ketika masih menjadi Kepala Desa Rawa
Burung, Aguan (Sugianto Kusuma pemilik PT ASG-red) ingin membebaskan lahan yang
cukup luas. Ketika itu harga tanah pasaran Rp 300.000 per meter persegi.
Sementara Aguan minta harga Rp 150.000 per meter persegi dan warga dengan
sangat terpaksa menjual,” ungkap Rukyat Idris, Jumat (20/12/2024).
Hal itu terungkap dalam Diskusi Publik Refleksi Akhir Tahun “Evaluasi
Kinerja Pj Bupati Tangerang: Membedah Catatan Merah Kinerja Kepala Daerah Soal
PSN –PIK2”, di Rumah Makan Sate Maranggi Haji Umar, Jalan Diklat Pemda No. 83a,
Suka Bakti, Kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang.
Penyelenggara acara yakni Forum Mahasiswa Intelektual
(Formi) dengan narasumber yakni Gufroni, SH MH sebagai Kuasa Hukum Muhammad
Said Didu, Subandi Musbah sebagai Direktur Visi Nusantara, Rukyat Idris sebagai
Ketua Umum GEMPAR (Gerakan Muda Pantau Korupsi) dengan moderator Hizazil Fikri.
Rukyat Idris menjelaskan tanah warga yang tidak mau dijual,
oleh Aguan di sekitar dibangun empang sehingga terkurung tanah tersebut dan
tidak punya akses ke luar. Bila sudah terjadi seperti, pemilik tanah akan
menjadi tertekan dan tidak punya pilihan.
“Pemilik tanah dalam kondisi bingung dan tidak punya pilihan
akhirnya mau menjual dengan harga Rp 150.000 sampai Rp 200.000 per meter
persegi. Ingin menjual tanah dengan harga Rp 300.000 per meter persegi pun
hilang,” tutur Rukyat Idris yang mengaku tidak tergoda dengan rayuan orang
suruhan Aguan.
Dalam persoalan perkembangan sekarang ini, kata Rukyat, adanya
Said Didu mengangkat persoalan PSN PIK 2 ke publik perlu mendapat dukungan dari
semua pihak. Sudah banyak anak bangsa yang dikriminal gara-gara pembebasan tanah
yang tidak ingin menjual tanahnya dengan
harga murah.
“Kita mendukung Pak Said Didu guna menyelamatkan bangsa dari
caplokan ASG. Saya sebagai putra daerah Pantura harus ikut mempertahankan tanah
kelahiran. Alhamdulillah, dengan ada perubahan Pemerintah sekarang ini, semoga rakyat
mendapat perhatian dari Bapak Presiden Prabowo Subiyanto,” tutur Rukyat Idris.
Sementara itu, Gufroni menjelaskan sudah menjumpai nelayan
di Dadap. Mereka mengalami kesulitan untuk menangkap ikan karena ada pagar yang
dibangun PSN PIK 2 sepanjang 23 kilometer lebih.
“Nelayan tidak bisa mendekat ke bibir pantai karena ada
pagar. Oleh karena itu, perlu perhatian dari Pemerintah agar pagar tersebut
dibongkar untuk memberikan perlindungan kepada nelayan untuk mencari nafkah
dengan menangkap ikan,” ucap Gufroni.
Sedangkan Subandi Musbah mengatakan tidak boleh membiarkan
rakyat Indonesia tercerabut dari tempat tinggal secara turun menurun. Apakah
pemindahan warga satu RT (Rukun Tetangga) satu RW (Rukun Warga) tidak boleh
mengabaikan begitu saja.
“Warga yang dipindahkan dari tempat usal usulnya akan kehilangan
hihtoris dan komunitasnya. Bila ini terjadi, saya menilai sudah melanggar hak
asasi manusia,” tutur Subandi.
Pada sesi akhir
diskusi, Ketua Formi M. Burhan Araniri bersama semua peserta yang hadir
mengambil suatu kesimpulan untuk menolak dilanjutkan PSN PIK 2 dan meminta
kepada Presiden Prabowo Subianto untuk membatalkan PSN PIK 2. Sekaligus minta
kepada Pemerintah agar Aguan ditangkap karena telah merampaskan tanah rakyat
berikut asset negara seperti pantai. (ril/pur)
0 Comments