Syamsudin, Eros Djarot, Abraham Samad, M. Said Didu, Edy Mulyadi, dan Lukas Luwarso. (Foto: Istimewa) |
PAGI ini (Ahad, 22/12/2024), penulis dikirimi foto
perjalanan perjuangan Bang Said Didu menuju Rempang, Kota Batam, Provinsi
Kepulauan Riau. Terlihat dalam foto senyum sumringah dan wajah bahagia Bang
Said Didu, Bang Syamsudin, Mas Eros Djarot, Bang Abraham Samad, Bang Edy
Mulyadi, dan Bang Lukas Luwarso.
Kamis lalu (19/12/2024), penulis bertemu dengan Bang Said
Didu dan Bang Edy Mulyadi, dalam agenda rapat untuk perjuangan melawan oligarki
perampasan tanah rakyat Banten di Pantai Indah Kapuk (PIK)-2. Bang Edy sempat
bercerita akan turun ke Rempang. Penulis sendiri, belum bisa membersamai
perjuangan ke Rempang, hanya waktu itu kami bersama-sama membuat video
pernyataan pembelaan untuk masyarakat Rempang.
Kepada Bang Abraham Samad, Bang Syamsudin, dan Mas Eros
Djarot, penulis ingin sampaikan terima kasih. Karena saat Bang Said Didu
diperiksa Polres Tangerang, ketiganya hadir ikut mengawal. Saat itu, Mas Eros
Djarot berpesan agar penulis datang ke kantor Gerakan Bhineka Nasionalis (GBN),
di Benhil, Jakarta Pusat.
Namun mohon maaf, sampai saat ini, karena kesibukan kami
masing-masing, agenda tersebut belum tertunaikan. Bang Abraham Samad, penulis
juga belum bisa kembali silaturahmi ke kantor ASA (Abraham Samad Speak Up),
tetapi Alhamdulillah dua hari yang lalu Rekan Kurnia Tri Royani, sudah bisa
podcast soal PIK-2 di Abraham Samad Speak Up.
Kunjungan ke Rempang ini, adalah bukti bahwa kami tidak
hanya berfokus ke PIK-2, apalagi dituduh mau memeras AGUAN, seperti yang
dituduhkan ke Bang Said Didu. Kami peduli kepada seluruh rakyat di negeri ini,
yang tanahnya dirampas oligarki dan sayangnya perampasan tanah rakyat itu didukung
oleh Negara dengan dalih PSN (Proyek Strategis Nasional).
Kalau di PSN PIK-2 ada oligarki properti Sugiyanto Kusuma
alias AGUAN. Nah, di Rempang ada Tommy Winata melalui PT Mega Elok Graha (MEG),
dengan PSN Proyek Rempang Eco City.
Baik di PIK-2 maupun di Rempang, esensinya sama. Ada
perampasan tanah rakyat oleh oligarki yang didukung Negara. Bahkan, regulasi
perampasan tanah itu sudah disiapkan dan akan disempurnakan melakukan rencana
revisi UU Pertanahan (UUPA).
Mulai tahun 2026, girik dan dokumen tanah adat lainnya
seperti Letter C, Petuk, dan Kikitir tidak akan diakui sebagai bukti
kepemilikan tanah yang sah. Hal ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18
Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan
Pendaftaran Tanah.
Tanah rakyat berdasarkan girik dan dokumen tanah adat
lainnya seperti Letter C, Petuk, dan Kikitir, akan dirampas oleh oligarki
dengan berkolusi dan korupsi dengan penguasa, melalui penerbitan konsesi untuk
korporasi mereka, baik dengan SHGB (Sertipikat Hak Guna Bangunan), SHGU
(Sertipikat Hak Guna Usaha, IUP (Izin Usaha Pertambangan), IUPK (Izin Usaha
Pertambangan Khusus), dan bisa dengan model KPBU (Kerja Sama Pemerintah dan
Badan Usaha).
Rakyat akan kehilangan tanahnya, karena setelah dikelola
korporasi baik dengan modal SHGB, SHGU, dan bisa dengan model KPBU (Kerja Sama
Pemerintah dan Badan Usaha), rakyat akan gigit jari karena girik dan dokumen
tanah adat lainnya seperti Letter C, Petuk, dan Kikitir, yang dimiliki rakyat
akan dianggap sampah. Yang diakui hanya bukti milik korporasi Oligarki.
Lalu, orang-orang asing akan mengambil tanah rakyat dengan
berbagai modus, melalui perantaraan korupsi Oligarki. Mulanya hanya hak sewa,
hak kelola hingga puluhan tahun, lalu kemudian akan disempurnakan menjadi hak
milik, melalui revisi UUPA.
Jadi, masalah perampasan tanah rakyat ini adalah masalah
krusial, masalah seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya masalah warga Banten dan
Rempang. Karena itu, saat kita membela Rakyat Banten dan Rempang, sejatinya
kita membela seluruh rakyat Indonesia.
Selamat berjuang Bang Said Didu, Bang Syamsudin, Mas Eros
Djarot, Bang Abraham Samad, Bang Said Didu, Bang Edy Mulyadi dan Bang Lukas
Luwarso. Semoga selamat sampai di REMPANG, dan dapat memberikan manfaat untuk
segenap Warga Rempang yang akan dirampas tanahnya olah Tommy Winata. (***)
Penulis adalah Advokat, Koordinator Tim Advokasi Melawan
Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR)
0 Comments