Imigran yang terusir dari Jerman akibat sikap dan putusan Hitler ditampung di Palestina. (Foto: Istimewa) |
NET - DAHULU monyet-monyet kudisan tanpa alas kaki dan tanpa
baju ini datang dalam keadaan terusir. Tidak ada satu pun negeri di Eropa mau
menerima kehadiran mereka. Satu-satunya negeri yang mau menerima mereka adalah
Palestina dan menyambut hangat kehadiran mereka. Muslimin Palestina
memperlakukan mereka layaknya manusia. Bukan sebagai monyet kudisan.
Muslimin Palestina membuka pintu-pintu rumah mereka untuk
orang-orang Yahudi yang Hitler menyebutnya sebagai “race-tuberculosis of the peoples”; ras yang menjadi sumber
penyakit bagi ummat manusia. Ketika itu tuberculosis (TBC) merupakan penyakit
menular yang sangat membahayakan manusia.
Maka, Hitler untuk memusnahkan dari negerinya, tetapi ia
menyisakan sebagian agar kelak dunia mengerti mengapa ia membinasakan mereka.
Kata Hitler, “I would have killed all
the Jews of the world, but I kept some to show the world why I killed them.
(Aku akan membunuh seluruh orang Yahudi di muka bumi, tetapi aku menyisakan
sebagian untuk menunjukkan mengapa aku membunuh mereka).”
Muslimin Palestina memperlakukan mereka dengan baik karena
begitulah seharusnya akhlak seorang mukmin. Mereka menolong dengan tulus,
meskipun tak seagama. Akan tetapi, ternyata kelak mereka benar-benar menjadi
penyakit bagi ummat manusia. Bukan saja tidak berterima-kasih. Bahkan mereka
berbalik menganiaya dan mengusir orang-orang yang menolongnya, lalu
memutar-balikkan fakta di media massa dan buku-buku mereka. Hal yang sama
mereka perbuat dalam beberapa cabang ilmu pengetahuan.
Kelak makhluk terusir yang sebagian di antara leluhurnya
dulu ada yang dilaknat menjadi monyet hina itu bertingkah dengan cara sangat
menjijikkan. Mereka yang datang berangsur ke Palestina dalam keadaan sebagai
pengungsi yang sangat memerlukan pertolongan, di tahun 1940, 1947 dan masa
lainnya, tetapi begitu mereka merasa agak kuat, tahun 1948 memproklamasikan
berdirinya negara Israel, mengklaim tanah yang bahkan setahun sebelumnya mereka
ditampung di sana dalam keadaan hina dan dekil, kemudian mengusir dan memerangi
para pemilik tanah yang dahulu menolong mereka setulus hati penuh kehangatan.
Berkenaan dengan laknat terhadap sebagian leluhur mereka,
para mufassir menerangkan bahwa mereka dikutuk menjadi monyet dalam keadaan
terusir dan hina disebabkan mereka hendak menipu Allah ‘Azza wa Jalla dengan
kedurhakaan yang besar, tetapi mereka seolah berbuat ketaatan. Sebuah pelajaran
bahwa jika kepada Allah Ta’ala saja mereka ringan berdusta dan berusaha
melakukan tipu daya, apatah terhadap manusia. Hingga hari ini, tak terhitung
kedustaan yang mereka bangun dalam berbagai cabang urusan kehidupan, termasuk
dalam ilmu pengetahuan.
Allah Ta’ala berfirman tentang mereka:
وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ ٱلَّذِينَ ٱعْتَدَوْا۟ مِنكُمْ فِى ٱلسَّبْتِ
فَقُلْنَا لَهُمْ كُونُوا۟ قِرَدَةً خَٰسِـِٔينَ
Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang
melanggar di antaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka:
"Jadilah kamu kera yang hina". (QS. Al-Baqarah, 2: 65).
Lalu, apakah kita memerlukan Hitler untuk mengusir mereka?
Tidak. Kita tidak memerlukan Hitler untuk menolong kita. Kelak mereka akan
diburu disebabkan kezaliman dan kebiadan mereka, hingga mereka bersembunyi
penuh ketakutan di tempat manapun mereka dapat bersembunyi, tetapi setiap
tempat yang menjadi persembunyian mereka itu akan bicara menunjukkan bahwa
mereka sedang bersembunyi di situ. Maka tak ada tempat yang aman untuk
bersembunyi, kecuali pohon gharqad (الْغَرْقَد) alias Lycium. Itu pun mereka
bersembunyi dalam kondisi tidak aman. Penuh ketakutan.
Pada saat itulah mereka akan berusaha lari dalam keadaan
yang lebih menakutkan karena bumi manapun tempat mereka lari, tak menerima
mereka.
Kita tak memerlukan Hitler karena bahkan dalam perang pun
Islam menerapkan adab dan akhlak yang sangat tinggi. Ada aturan sangat jelas
dalam agama kita ini yang Hitler dan sejenisnya tidak akan sanggup memenuhinya,
kecuali bagi orang-orang yang imannya kokoh kepada Allah ‘Azza wa Jalla. (***)
Penulis adalah pemerhati masalah Timur Tengah
0 Comments