![]() |
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly beserta para pengurus PERIKHSA. (Foto: Istimewa) |
"Selain rutin menyelenggarakan Asah Keterampilan, PERIKHSA
bersama Kemenkumham sedang menyelesaikan Peraturan Pemerintah (PP) tentang
Penggunaan Senjata Api Beladiri Sipil Non-Organik TNI/Polri. Naskah Akademiknya
sudah diserahkan oleh PERIKHSA kepada Menkumham Yasonna Laoly pada Maret 2023
lalu. Saat ini sedang dalam proses harmonisasi di Badan Pembinaan Hukum
Nasional Kemenkumham," ujar Bambang Soesatyo (Bamsoet) di Lapangan Tembak
Perbakin, Senayan, Jakarta, Sabtu (1/7/2023).
Turut hadir antara lain, Kapolri ke-14 Jenderal Pol (purn)
Roesmanhadi, Kapolri ke-18 sekaligus Kepala BIN ke-13 Jenderal Pol (Purn)
Sutanto, Ketua Harian DPP PERIKHSA Eko S. Budianto, serta Ketua Panitia Asah
Keterampilan Penggunaan Senjata Api Beladiri 2023 Rudi Roesmanhadi.
Ketua DPR RI ke-20 itu menjelaskan saat ini setidaknya ada
27 ribu pemilik Ijin Khusus Senjata Api Beladiri (IKHSA). Selain berkontribusi
dalam pendapatan negara melalui penerimaan negara bukan pajak. Mereka dapat
membantu Polisi menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Bahkan dapat
dimanfaatkan sebagai komponen cadangan yang mendukung TNI sebagai bagian penjaga
kedaulatan bangsa dan negara.
"Salah satu bentuk penggunaan senjata api oleh warga
sipil adalah untuk keperluan membela diri baik keselamatan nyawa, harta, dan
kehormatan diri sendiri atau orang lain. Hal ini menurut hukum dibenarkan hanya
dalam keadaan tertentu yakni keadaan bela paksa (noodweer), bela paksa berlebih
(noodweer excess) maupun keadaan darurat (overmacht), sebagaimana diatur dalam
KUHP," jelas Bamsoet.
Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan
Keamanan KADIN Indonesia itu menerangkan payung hukum keberadaan pemilik IKHSA
terwadahi dalam beberapa ketentuan. Antara lain, pasal 28 G ayat 1 Konstitusi
UUD NRI Tahun 1945 yang menjamin setiap orang mempunyai hak untuk melindungi
diri; UU Darurat No.12/1951 serta Perppu No.20/1960 tentang Kewenangan
Perizinan yang Diberikan Menurut UU Mengenai Senjata Api.
"Terkait syarat dan prosedur serta pendelegasian
wewenang perizinan senjata api, diatur dalam Peraturan Kepolisian (Perkap)
No.1/2022 tentang Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Standar
Polri, Senjata Api Non Organik Polri/TNI dan Peralatan Keamanan yang Digolongkan
Senjata Api," terang Bamsoet.
Dewan Pembina PB PERBAKIN itu menjelaskan berbagai ketentuan
hukum tersebut belum dapat memenuhi kriteria yuridis berdasarkan ketentuan
hukum administrasi dalam UU No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
sebagaimana terakhir diubah dalam Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Karena itu, PERIKHSA bersama Kemenkumham, serta melibatkan
Komisi III DPR, Polri, TNI, dan PB PERBAKIN serta pihak terkait lainnya juga
akan menggagas seminar dan focus group discussion (FGD) untuk membahas lebih
lanjut tentang PP Penggunaan Senjata Api Beladiri Sipil Non-Organik TNI/Polri.
"Kapan seorang pemilik IKHSA bisa menggunakan senjata
api miliknya, serta seperti apa tahapan penggunaannya, semisal dikokang,
diarahkan, atau ditembak ke atas sebagai peringatan, hingga kini belum ada
aturan detailnya. Sehingga, kerap kali menyebabkan kerancuan, bahkan salah
tafsir dari pihak pemilik IKHSA maupun dari sisi Kepolisian. Karena itu,
keberadaan PP sangat penting. Dan itulah yang sedang PERIKHSA perjuangkan saat
ini bersama Kemenkumham," pungkas Bamsoet. (*/pur)
0 Comments