![]() |
Terdakwa H. Sutrisno Lukito Disastro seusai sidang menyatakan terus melawan mafia tanah yang menelan rakyat kecil. (Foto: Istimewa) |
“Saya melaporkan
saja,” ujar Idris di hadapan majelis hakim diketuai oleh Agus Iskandar di
Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Jalan TMP Taruna, Kota Tangerang, Kamis (15/6/2023).
Mendengar ucapan saksi Idris tersebut, terdakwa H. Sutrisno semakin heran kepada polisi yang menerima
laoran tanpa ada suatu kesalahan bisa diproses sampai pengadilan. “Saudara
Idris begitu saja melaporkan dan akibatnya saya ditahan dan menjadi terdakwa
sekarang,” tutur terdakwa Sutrisno gemas.
Oleh karena itu, terdakwa Sutrisno minta kepada saksi Idris
membawa bukti laporan tersebut ke persidangan. “Mana bukti laporan yang Saudara
buat dari polisi,” ucap terdakwa Sutrisno.
Saksi Idris tidak bisa menjawab dan setelah ditanya berulang
kali dijawabnya. “Ada di kantor polisi di bagian harda,” ujar Idris.
Pada sidang tersebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Jonitrianto
Andra dan Syahanara Yusti Ramadona menghadirkan tiga orang saksi, selain Idris
hadir pula saksi Subur Johari, 57, dan Saputra, 49.
Ketika terdakwa Sutrisno meminta agar laporan tersebut
dibawa saksi Idris, Jaksa Yusti Ramadona menyatakan keberatan. “Pak Hakim, kami
keberatan karena ini proses di penyidikan,” tutur Jaksa Yusti Ramadona.
Terdakwa Sutrisno pun cepat membalas ucapan jaksa. “Saya ini
menjadi korban. Dengan laporan yang tidak jelas dan ditahan di ruang kecil.
Saya pun tidak ada protes kepada jaksa waktu dibawa dari lembaga
pemasayarakatan ke pengadilan dengan tangan diborgol. Jadi tolong Saudara Jaksa
perhatikan apa yang sampaikan,” tutur terdakwa Sutrisno.
Hakim Agus Iskandar pun mempersilakan terdakwa Surtisno
untuk melanjutkan pertanyaannya.
“Ya, saya minta kepada saksi untuk membawa bukti laporan tersebut.
Atas laporan tersebut, saya sehingga menjadi terdakwa di sini,” ujar terdakwa
Sutrisno.
Pada sidang tersebut, terdakwa H. Sutrisno didampingi oleh
Tim Penasihat Hukum dari Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik Pimpinan
Pusat (LBH-AP PP) Muhammadiyah yang hadir terdiri atas Daniel Heri Pasaribu,
Thomson Situmeang, Ewi Paduka, Syafril Elain, Hafizullah, dan Inung Wondo
Saputro.
Pada sidang sebelumnya, saksi Idris diperintahkan oleh
majelis hakim untuk membawa surat Girik No. 727 tahun 1982 berupa tanah empang
seluas 1,5 hektare yang terletak di Desa Dadap, Kecamatan Kosambi, Kabupaten
Tangerang. Girik tersebut sudah dibawa saksi Idris lalu diperlihatkan kepada
majelis hakim.
Salah seorang dari tim penasihat hukum terdakwa Sutrisno yakni
Thomson Situmeang bertanya terkait hal tersebut. “Berdasar surat girik yang dilampirkan
dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) ada dua surat girik. Ini mana yang benar,”
tutur Thomson.
Saksi Idris tidak bisa menjelaskan secara rinci. “Itulah
yang saya terima dari orangtua,” tuturnya.
Sementara saksi Subur menjelaskan tentang Girik C-823 yang
tidak berkaitan langsung dengan laporan saksi Idris.
Begitu juga dengan saksi Saputra, tidak tau tentang apa
terjadi dengan perkara ini. Bahkan alamat yang tertera dalam BAP berbeda dengan
alamat rumahnya.
“Oleh karena saksi Saputra tidak mengakui beralamat yang
tertera dalam BAP, kami dari Tim Penasihat Hukum tidak mengajukan pertanyaan
kepada saksi Saputra. Bisa jadi orang yang berbeda dengan yang hadir di ruang
ini,” ujar Thomson.
Seusaai sidang, Ewi Paduka – salah seorang penasihat hukum
terdakwa Sutrisno, mengatakan sidang ini semakin terkuak bahwa tuduhan terhadap
terdakwa Sutrisno sebagai mafia tanah adalah ftinah. Sebab, dari saksi pelapor
dan saksi lain bertolak belakang bahkan tidak tau sama sekali.
“Kami menduga perkara ini adalah pesanan dari orang kuat
sehingga bisa sampai disidangkan. Kami menilai bahwa perkara ini tidak layak disidangkan di pengadilan,” ujar Ewi
meyakinkan.
Setelah mendenga keterang ketiga saksi, Hakim Agus Iskandar
menunda sidang pada Selasa depan. (bah)
0 Comments