Muhamad Sabil Fadhilah bertemu Ridwan Kamil, semasih Walikota Bandung. (Foto: Ist/koleksi pribadi M. Sabil Fadhilah) |
NET - Ketua Forum Alumni Ikatan Mahasiswa Ilmu Komunikasi
Indonesia (FA-IMIKI) Banten Acep Helmi mengecam tindakan sewenang-wenang
Yayasan dan Kantor Cabang Dinas Pendidikan Jawa Barat memecat guru honorer
Muhamad Sabil Fadhilah. Sabil adalah guru SMK Telkom Sekar Kemuning, Kota
Cirebon. Pemecatan itu diduga ada intervensi Gubernur Jawa Barat.
Sabil yang juga bagian dari keluarga besar Ikatan Mahasiswa
Ilmu Komunikasi Indonesia (IMIKI) diduga dipecat karena melakukan kritik
terhadap Gubernur Jawa Barat. Kritik Sabil dilayangkan di kolom komentar
instagram milik Ridwan Kamil.
"Secara kelembagaan FA-IMIKI mengecam tindakan
sewenang-wenang pihak yayasan yang langsung memecat Sabil, hanya karena melakukan kritik terhadap
Gubernur. Kita patut curigai bahwa keputusan itu lahir karena ada intervensi
baik secara langsung maupun tidak dari Gubernur," ujar Acep kepada
wartawan, Kamis (16/3/2023)
Kecurigaan itu, kata Acep, bukan tanpa alasan jika
mencermati kronologi pemecatan yang sudah banyak bermunculan di media. Sabil
dipecat usai Ridwan Kamil menghubungi melalui Direct Message (DM) akun
instagram yayasan tempat Sabil bekerja. Meski tidak langsung memberikan
instruksi pemecatan, tapi pesan Ridwan Kamil tersebut tentu punya motif.
"Seorang Gubernur menyempatkan waktu mengirimkan pesan
kepada akun instagram yayasan sekolah hanya karena dikritik. Ini kan menjadi
pertanyaan besarnya kita sebagai masyarakat. Apa motifnya melakukan itu kalau
bukan untuk menunjukan kuasanya. Dan ini berbahaya untuk Demokrasi kita" tutur
Acep.
Apalagi, kata Acep, kritik tersebut hanya sebatas pertanyaan
seorang warga kepada Gubernurnya. Sabil bertanya soal posisi Ridwan Kamil yang
saat memberikan arahan di zoom meeting di salah satu sekolah, memakai jas
berwarna kuning.
"Itu kan sebenarnya sebuah pertanyaan saja, saudara
Sabil bertanya posisi Ridwan Kamil saat memberikan pengarahan di zoom meeting
itu posisinya sebagai apa? Kader salah satu partai politik kah? Sebagai
Gubernur atau sebagai pribadi? Karena tidak bisa dipungkiri kalau jabatan Gubernur
itu kan jabatan politis. Jadi segala macam simbol punya makna tertentu,
sedangkan dunia pendidikan sendiri harus terbebas dari politik praktis, saya
rasa itu pertanyaan yang wajar," jelas Acep.
Justru, kata Acep, seharusnya kritik atau pertanyaan warga
itu bisa disikapi dengan biasa saja. Aneh jika kritik atau pertanyaan warga
berbuah pemecatan. Hal itu akan menambah daftar panjang preseden buruk pemimpin
di negeri ini yang anti kritik. Sikap anti kritik menjadi penanda mundurnya demokrasi.
"Faktanya kan, ada seorang guru memberikan kritik lewat
komentar. Kemudian komentar itu di PIN oleh Gubernur seolah-olah ingin mengajak
pengikutnya di media sosial untuk turut melakukan perundungan. Lalu Gubernur
mengirimkan pesan kepada akun instagram yayasan, seolah ingin memberikan kode
bahwa dia Gubernur dan punya kuasa, yang langsung disikapi oleh yayasan dengan
melakukan pemecatan. Hal kayak gini kan
enggak sehat untuk demokrasi kita," ujar Acep.
Acep yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum IMIKI Periode
2010-2011 ini juga berharap kepada Gubernur Jawa Barat untuk tidak anti kritik
dan menghindari simbol-simbol kepartaian ketika berkegiatan di lembaga
pendidikan untuk meminimalisir pandangan berbeda dari masyarakat.
"Kami berharap kepada Pak Gubernur dan seluruh pihak
terkait untuk saling memaafkan dan mengakui kesalahannya masing-masing. Dan
Kang Emil ke depannya bisa lebih bijaksana dalam menanggapi kritik warga, serta
memakai simbol-simbol kepartaian di tempat yang seharusnya," ucap Acep.
(*/rls)
0 Comments