Ketua MPR RI Bamsoet dan Sekjen MUI Amirsyah Tambunan serta pengurus MUI. (Foto: Istimewa) |
Mengangkat tema seputar peran organisasi keagamaan dalam
menjaga kerukunan dan kondusifitas bangsa. Para peserta terdiri atas komunitas
keagamaan, guru agama, pegiat keagamaan, dan berbagai kalangan lainnya yang
bersifat lintas agama.
"Sosialisasi Empat Pilar MPR RI tersebut rencananya
diselenggarakan di berbagai daerah, terutama ke daerah yang indeks kerukunan
beragamanya masih rendah. Selain untuk membangun literasi keagamaan, kegiatan
tersebut juga untuk memberikan pemahaman agar kita tidak lagi melihat perbedaan
sebagai sesuatu yang mengkhawatirkan, apalagi menjadi ancaman,” ujar Bambang
Soesatyo (Bamsoet) usai menerima pengurus MUI, di Jakarta, Rabu (1/2/2023).
Terlebih berdasarkan laporan Kementerian Agama sebagaimana
disampaikan oleh MUI, kata Bamsoet, tidak jarang ditemui guru agama dari
berbagai agama justru mengajarkan muridnya untuk mengkristalkan perbedaan.
Melalui kolaborasi MPR RI dengan MUI, diharapkan bisa semakin membangun
kerukunan, kedamaian, dan harmoni bangsa dengan dilandasi sikap moderasi dalam
beragama, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai dan martabat kemanusiaan.
Pengurus MUI yang hadir antara lain, Sekjen Amirsyah
Tambunan, Ketua Bidang Kerukunan Yusnar Yusuf, Sekretaris Komisi HM Zainuddin
Daulay, Wakil Sekretaris Komisi Fakhrurrozi Asnawi, Wakil Ketua Nilmayetti
Yusri, Wakil Ketua Iskandar Turusi, Anggota Komisi Ali Karim Oei dan Tati
Hartimah.
Ketua DPR RI ke-20 itu menjelaskan secara umum kehidupan
kerukunan beragama di Indonesia sudah berjalan baik. Tercermin dari penilaian
Majelis Hukama Al Muslimin, sebuah lembaga internasional independen berpusat di
Uni Emirat Arab dengan tujuan mempromosikan perdamaian di tengah masyarakat
Muslim, yang menilai Indonesia sebagai negara paling toleran di dunia.
Disisi lain, Jajak Pendapat Litbang “Kompas” dalam rangka
Hari Toleransi Internasional 16 November 2022 melaporkan, sebanyak 72,6 persen
responden menilai masyarakat Indonesia masih menjunjung tinggi nilai toleransi.
"Namun bukan berarti kita bisa lepas tangan dan tidak
menjaga kerukunan tersebut dengan baik. Mengingat membangun kerukunan umat
beragama harus menjadi upaya berkesinambungan. Kerukunan haruslah menjadi
kebutuhan bagi kita, karena kebhinekaan adalah elemen pembentuk bangsa.
Kebhinekaan bukan hanya fakta sosiologis yang hanya diterima sebagai sesuatu
yang given, tetapi harus terus menerus diperjuangkan," jelas Bamsoet.
Bamsoet mengatakan tidak boleh diingkari fakta sejarah
bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk sejak kelahirannya, yakni dari 273
juta penduduk Indonesia menganut 6 agama berbeda yang diakui oleh negara, serta
puluhan aliran kepercayaan. Dengan kemajemukan tersebut, moderasi dalam
kehidupan beragama akan menjadi faktor kunci terwujudnya harmoni dan kerukunan
umat beragama.
"Selain itu, kerukunan umat beragama yang menjadi
landasan terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa, bukanlah sesuatu yang
bersifat statis, tetapi berkembang dinamis. Ini dapat kita rujuk pada indeks
kerukunan umat beragama di Indonesia yang mengalami pasang dan surut,” tutur
Bamsoet.
Misalnya, kata Bamsoet pada 2017 dengan capaian indeks
72,27, pada 2018 turun menjadi 70,9, pada 2019 kembali naik menjadi 73,8, pada
2020 turun menjadi 67,46, dan pada 2021 naik kembali menjadi 72,39.
Mengisyaratkan pesan penting, membangun kerukunan umat beragama harus menjadi
upaya berkesinambungan. (*/pur)
0 Comments