Irjen Pol Purn Sisno Adiwinoto. (Foto: Istimewa) |
Oleh: Irjen Pol Purn Sisno Adiwinoto
PERTAMA-tama dan yang utama harus
diingat, sebagian uang atau dana yang dikelola ASABRI (Asuransi ABRI) merupakan
milik purnawirawan Polri. Uang itu diambil dan ditabung para pensiunan
Polri sepanjang pengabdiannya di Polri
selama lebih dari 30 tahun. Sepanjang kurun waktu tersebut gaji mereka
dipotong.
Dengan demikian, uang yang ada di
ASABRI sejatinya bukanlah merupakan uang milik ASABRI sendiri. Uang itu “dititipan” ke ASABRI untuk dikelola
dengan baik. Itu uang merupakan hasil keringat anggota Polri yang disimpan
untuk masa depan mereka ketika sudah tidak aktif lagi. Maka sudah semestinya,
sudah sepatutnya, ASABRI tidak berbuat semen-semena kepada purnawirawan sebagai
pemilik uang yang paling berhak.
Merupakan tugas dari pengurus
(termasuk direksi dan komisaris) ASABRI mengelola uang itu dengan sebaiknya,
dengan sehati-hati mungkin.
Dengan cara terbaik, sehingga
bukan saja selalu mampu mempertahankan kesediaan seluruh uang yang diamanahkan,
tetapi juga dapat menghasilkan keuntungan dan kelebihan. Mereka dapat memanfaatkan para ahli dan kemajuan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Borok Di ASABRI
Ternyata para purnawirawan Polri
harus mengelus dada dan “menahan ludah.” Kenyataan tidak selalu seindah harapan
sebelumnya. Rupanya selama ini ada “borok” yang disembunyikan ASABRI. “Borok
ASABRI” itu kini sudah dibuka oleh Kejaksaan Agung RI: telah terjadi tindak
pidana korupsi dana ASABRI sebesar Rp 22 triliun lebih. Suatu jumlah dana yang
sangat fantastis. Darah dan keringat ratusan ribu purnawiran Polri ikut
mengendap di dana tersebut. Para pejabat
yang terlibat sudah diadili dan divonis 20 tahun.
Blokir Akal-akalan
Para pesiunan Polri dan
keluarganya yang danannya ada di ASABRI bagaikan sudah jatuh ketimpa tangga,
masih digigit monyet pula. Dalam situasi
uang mereka dikorupsi, petugas ASABRI justeru sering kali dengan “seenaknya”
mengambil alih aset para pemilik asli uang itu. Caranya dengan memblokir
rekening uang pensiun para purnawirawan dan warakawuri. Tindakan blokir ini
menambah kerugiaan dan penderitaan para pensiunan Polri dan keluarganya.
Semestinya ASABRI paham,
pemblokiran itu adalah tindakan hukum yang merupakan kewenangan aparat penegak
hukum yang hanya dapat dilakukan sesuai prosedur hukum. Tindakan pemblokiran
rekening tunduk pada undang-undang perbankan.
Bayangkan, bulan ini saja berapa
banyak pelanggan ASABRI, yaitu purnawirawan dan warakawuri, yang mau mengambil hak uang pensiunnya, ternyata tidak bisa, karena
diblokir ASABRI. Mereka diwajibkan mengurus buka blokirnya dulu. Itupun uangnya
belum tentu berhasil ditarik!
Dapat diduga mungkin pemblokiran
tersebut sesungguhnya “hanya akal-akalan” sebagai salah satu kiat ASABRI untuk
mengahambat penyaluran dana pensiun. Padahal yang sebenarnya dananya dipakai
untuk yang lain, termasuk tetapi tidak terbatas dana yang dikorupsi.
Pemblokiran uang pensiun yang
dialami purnawirawan dan warakawuri yang sudah begitu sering dilakukan oleh
ASABRI jelas teramat sangat merepotkan, memberatkan, merugikan, dan menambah
derita para pensiunan Polri dan keluarganya.
Setiap mau membuka blokir,
keluarga mantan pengabdi hukum selalu diminta ASABRI up date input data sama seperti baru pertama kali mengurus uang
pensiun. Setiap tiga bulan mereka wajib “melapor” ke ASABRI.
Tranformasi dgitalisasi ASABRI
yang berlangsung saat ini, mungkin bertujuan untuk memudahkan customer dalam menjangkau akses ke
ASABRI.
Namun yang dirasakan sebagian
besar purnawirawan dan warakawuri malah sangat direpotkan oleh ASABARI, baik
dalam proses buka blokir maupun input data supaya tidak kena blokir uang
pensiunnya.
Terjadi Setiap Bulan
Dasar berpikir pemblokiran oleh
ASABRI nampaknya hanya untuk memantau, apakah pemilik hak pensiun masih hidup
atau tidak? ASABRI khawatir jangan sampai ada pelanggan yang sudah meninggal
dunia, tapi masih ada orang lain yang mengambil pensiunnya. Tentu ini sangat
keterlaluan. Semestinya ASABRI lebih customer
oriented dan jangan merepotkan dan merugikan purnawirawan dan warakawuri
yang bukan saja sebagai pelanggan/customer
tapi juga sebagai pemilik uang yang sebenarnya.
Kasihan pelanggan dibuat repot
mesti menyiapkan data sama dengan mau mengurus awal pensiun. Kejadian seperti
itu berulang setiap bulan. Dan selalu ada banyak pelanggan yang terkena blokir.
Bagi purnawirawan atau warakawuri
sebagai pelanggan yang “diblokir ASABRI”, mungkin bisa membuat laporan ke Polri
atau ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan keterangan ASABRI telah melakukan
Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
Blokir sepihak itu perbuatan
melawan hukum, karena yang berwenang memblokir adalah penyidik, penuntut,
hakim, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).
Peran PP Polri
Apa peran Polri atau PP Polri
dalam rangka mensejahterakan, melindungi, dan membantu para purnawirawan dan
warakawuri?
Mungkin sudah saatnya Polri
memikirkan kemungkinan check out dari
ASABRI. Kemudian mengurus sendiri dana
pensiun keluarga besarnya dengan membuat Asuran Poliri (ASA-POL). Hal ini
mengingat banyaknya jumlah penaiunan Polri dan besarnya dana yang dikelola
ASABRI selama ini tetapi tidak memperoleh pelayanan yang prima dan memuaskan,
bahkan sampai dikorupsi dalam jumlah fantastis. Akibatnya para pensiunan Polri
dirugikan secara fanansial dan spiritual.
Kiranya ASABRI perlu dipisahkan
sebagaimana sejak era reformasi ABRI telah dipisahkan menjadi TNI dan POLRI.
Mengapa asuransinya masih menjadi satu?
Seharusnya ASABRI dipisahkan menjadi Asuransi Sosial Anggota TNI dan Asuransi
Sosial Anggota Polri.
Penting untuk terus mewujudkan
perlindungan hukum bagi purnawirawan dan warakawuri sebagai mantan petugas abdi
negara dibidang hukum ketika menjadi customer
atau pelanggan dana pensiunnya sendiri. (***)
Jakarta, 18 Februari 2023.
Penulis adalah Pengamat
Kepolisian.
0 Comments