Edi Bonetski, salah seorang Tim 11 saat menyampaikan pendapatnya di dewan. (Foto: Istimewa) |
Andri menilai Perda ini harus segera dibentuk, jika tidak
proses pembangunan di Kota Tangerang hilang arah. Seperti yang terjadi saat ini
selama pemerintahan Arief R. Wismansyah - Sachrudin, mereka yang sudah memimpin
selama 2 periode tersebut dinilai gagal dalam pembangunan Kota Tangerang.
Bahkan disebut memprihatinkan dengan pekerjaan pembangunan yang sudah ada
selama ini.
"Ada 2 perspektif yang gagal dimaknai. Anggaran Rp 29
triliun dari tahun 2014 sudah jadi apa dalam pembangunan Kota Tangerang ini,"
ujar Andri dengan nada tanya.
Menurutnya, kalau paradigmanya budaya hanya acara, tidak
akan maju. Harus mengubah menjadi budaya non fisik atau perilaku.
"Budaya yang dimaksud adalah segala sendi kebudayaan.
Menyangkut pembangunan infrastruktur, jangan sampai hanya sekadar ada kegiatan.
Menjadi trigger landasan untuk mengukur indeks pembangunan masyarakat,"
ucap politisi dari PDI Perjuangan itu.
Seperti diketahui selama pemerintahan Arief R. Wismansyah, Pemerintah
Kota (Pemkot) Tangerang kerap menggelar banyak festival. Seperti Festival
Cisadane, Festival Al Azhom, Festival Budaya dan lain sebagainya. Namun Andri
menyebut kegiatan tersebut hanya sekadar seremoni belaka tanpa adanya arah yang
jelas.
"Kalau paradigma kita tidak ubah, budaya harus sebagai
penggerak pada perilaku Akhlakul Karimah. Bagaimana budaya menjadi penggerak
ekonomi kreatif. Bagaimana budaya menjadi tolak ukur ketepatan penggunaan
APBD," kata Andri.
Mukafi Solihin dari Tim 11 mengaku sedih dan terenyuh dengan
pembangunan di Kota Tangerang. Terlebih jembatan yang berada di depan Stadion
Benteng Reborn. Bangunan tersebut kerap disebut Jembatan Teletabis karena
bentuknya menyerupai bukit yang menggelembung.
"Belum melihat keterkaitan pembangunan antar bidang dan
divisi. Contoh sederhana taman yang tidak ramah difable dan Jembatan Teletabis
itu. Ada 10 pokok kebudayaan bisa menjadi acuan dasar pembangunan. Ruang
kebudayaan susah diakses dan bagaimana mendekatkan fasilitas itu dengan
masyarakat," ungkap pria yang akrab disapa Miing ini.
Seniman Edi Bonetski pun turut meluapkan kegelisahannya.
Bahkan dirinya terlihat emosional begitu menyuarakan aspirasinya ini.
"Kita harus sadar bahwa melahirkan seniman sangat
sulit. Kami melihat tidak ada kebaikan dalam berkesenian di Kota Tangerang.
Minimal Perda Kebudayaan mengawal semangat kebudayaan," tutur Edi tampak kedua
bola matanya berkaca-kaca.
Edi menegaskan Pemkot Tangerang seharusnya tidak hanya membangun
fisik tapi juga mental. Gedung Kesenian yang dibangun Arief R. Wismansyah di
bilangan Moderland mati suri.
"Ini tidak dijaga oleh festival yang hanya seremoni.
Pemerintah Daerah seharusnya merawat orang-orang yang ikhlas melakukan
pelestarian kebudayaan," ungkapnya.
Dalam proses audiensi tersebut, turut melibatkan Dinas
Kebudayaan Pariwisata dan Pertamanan Kota Tangerang. Kabid Kebudayaan Sumangku
Getar menerangkan mengenai perihal perkembangan penyusunan Raperda tersebut di
hadapan Tim 11 yang terdiri atas tokoh masyarakat, akademisi, seniman, dan
jurnalis ini.
"Kami siap melakukan komitmen terhadap usulan
ini," papar Mangku. (*/rls)
0 Comments