Kegiatan pembahasan secara langsung tentang anti intoleransi dan perundungan. (Foto: Istimewa) |
“Kita akan belajar bagaimana caranya memperkuat kapasitas
sekolah dan mengidentifikasi apa saja faktor yang menjadi ancaman, faktor
kerentanan terhadap kekerasan seksual, intoleransi dan perundungan di sekolah
agar tidak terjadi di lembaga pendidikan terutama di lingkungan
Muhammadiyah" ungkap Pipit - Manajer Program Maarif Institute, Sabtu (3/9/2022).
Pipit Aidul Fitriyana salah satu fasilitator pelatihan
pencegahan intoleransi dan anti perundungan di Sekolah Muhammadiyah dalam
seminar selama dua hari, Jumat dan Sabtu (2-3/9/2022) di Hotel Rodhita,
Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Pipit menyebutkan guru merupakan garda terdepan untuk
menghentikan intoleransi dan perundungan di sekolah. Maka kegiatan pelatihan
bertujuan untuk menciptakan ketahanan dari intoleransi, kekerasan seksual dan
perundungan berbasis di sekolah muhammadiyah.
“Guru akan dibekali bagaimana mengenal tanda-tanda gejala
perbuatan kekerasan, intoleransi dan perundungan di sekolah agar waspada dan bisa ditumbuhkan sikap baik
dan perbuatan negatif itu bisa hilang,”
tutur Pipit.
Noor Ali, salah satu peserta mengatakan manfaat dari
pelatihan guru lebih mudah menyelesaikan masalah. Misalnya bila terjadi di
sekolah ada pembullyan, adanya konten media sosial yang tidak bertanggung jawab
kita sudah tau solusinya.
“Pelatihan ini memberikan tambahan pengetahuan yang tadinya
sesuatu dianggap kebenaran ternyata bukan seperti itu harus diklarifikasi
kebenarannya sehingga lebih mudah terpecahkan masalahnya,” tutur Guru SMP
Muhammadiyah 1 Banjarmasin.
Sementara itu, Fastamik Lima Yuha - Kepala SMK 2
Muhammadiyah 2 Banjarmasin mengungkapkan siswa tempat mengajar mayoritas laki-laki
yang rawan bertindak anarkis sehingga hasil ikut pelatihan diterapkan di
sekolah akan lebih mudah mencari solusinya.
Pelatihan ini merupakan, kata Fastamik, aksi nyata Gerakan
Nasional Revolusi Mental dalam pencegahan intoleransi dan anti perundungan bagi
tenaga pendidik di sekolah Muhammadiyah. Kegiatan ini program kerja sama
Kemenko PMK RI dan Pimpinan Pusat
Muhammadiyah.
Fastamik mengatakan materi utama yang dipaparkan di antaranya
bagaiamana kita memahami gejala kekerasan yang terjadi di sekolah, mengenali
bibit-bibit kekerasan dan bagaimana menumbuhkan perdamaian, hasutan kebencian
di media sosial dan mengidentifikasi faktor yang menjadi ancaman terjadinya
intoleransi dan perundungan di sekolah.
Khelmy Kalam - tim fasilitator saat penutupan kegiatan ini
berpesan kepada Pimpinan Muhammadiyah Kalimantan Selatan terutama DIKDASMEN
bahwa apa yang ditulis pada lembar kertas kuis oleh semua peserta merupakan
data penting untuk melihat bagaimana situasi sekolah di Muhammadiyah se-Kalimantan
Selatan terutama masalah yang berkaitan dengan kekerasan dan bullying di
sekolah.
“Bapak dan Ibu guru sudah terbuka dan jujur menyampaikan
masalah yang dihadapi di sekolah masing-masing di lembar kerta tulisan yang
dikumpulan kepada fasilitator sehinga DIKDASMEN wilayah hingga daerah
Kalimantan Selatan bisa diberikan solusi yang baik dan cepat,” tuturnya.
Kegiatan ini melibatkan 80 orang tenaga pendidik seperti
kepala sekolah, wakil kepala sekolah, dan guru di lingkungan sekolah/madrasah
Muhammadiyah Kota Banjarmasin. (*/mas)
0 Comments