![]() |
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo bersama pelajar Muhammadiyah seusai mengikuti sosialisasi Empat Pilar. (Foto: Istimewa) |
Bambang Soesatyo (Bamsoet) bangga, sebagai organisasi
pelajar terbesar se-Indonesia, IPM sukses meraih berbagai penghargaan pada
tingkat nasional maupun internasional. Antara lain sebagai Organisasi
Kepemudaan Terbaik Nasional, Penghargaan Pemuda Indonesia Sociopreneur, dan
ASEAN Ten Accomplished Youth Organisation.
"Selama 61 tahun berkiprah, IPM telah memberikan
kontribusi penting bagi pembangunan generasi muda bangsa. IPM hadir dalam
realitas kehidupan sosial, dan menjadi bagian dari solusi atas berbagai
persoalan kebangsaan,” ujar Bamsoet
dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR RI dengan Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar
Muhammadiyah, di Komplek MPR RI, Jakarta, Kamis (22/9/2022).
Contohnya, kata Bamsoet, dengan segala sumber daya yang
dimiliki, IPM di berbagai daerah selalu aktif melakukan kegiatan kemanusiaan
dan bakti sosial, termasuk pada masa pandemi Covid-19. Tindakan tersebut
merupakan cerminan dari semangat Pancasila.
Turut hadir Ketua Umum Pimpinan Pusat IPM Nashir Efendi,
Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat IPM Hilal Fathurrahman, Bendahara Umum Rizka
Syah Putri, serta 200 lebih kader dan anggota IPM yang mengikuti Sosialisasi
Empat Pilar MPR RI secara offline dan online.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang
Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan saat ini bangsa Indonesia telah
menapakan kaki pada kuartal keempat menuju usia satu abad kemerdekaan.
Dalam kurun waktu 23 tahun ke depan, kata Bamsoet, bangsa
Indonesia akan memasuki Indonesia Emas 2045. Salah satu pilar yang ingin
diwujudkan, sebagaimana digagas Presiden Jokowi adalah menjadikan Indonesia
sebagai pusat pendidikan, teknologi, dan peradaban dunia.
"Artinya, sektor pendidikan menjadi faktor penting dan
fundamental. Selaras dengan semboyan IPM sekaligus keluarga besar Muhammadiyah
yang menjadikan pendidikan sebagai prioritas, sebagaimana tertera pada logo
organisasi IPM, yaitu Nun wal qolami wama yasturun yang bermakna 'demi pena dan
apa yang dituliskannya',” ucap Bamsoet.
Guna mewujudkan visi Indonesia Emas tersebut, imbuh Bamsoet,
harus dimulai dengan adanya perencanaan pembangunan yang matang dan
berkesinambungan yang kini sedang disiapkan oleh MPR RI dengan nomenklatur
Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Kepala Badan Hubungan
Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan,
bangsa Indonesia mempunyai sumber daya potensial untuk tumbuh dan berkembang
dalam menyongsong Indonesia Emas 2045. Salah satunya yakni bonus demografi,
yakni komposisi demografi didominasi oleh penduduk usia produktif. Diperkirakan
jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2045 mencapai 319 juta jiwa, sekitar 70
persen atau sebanyak 223 juta jiwa adalah kelompok usia produktif. Jika tidak dikelola
dengan baik, bonus demografi tersebut malah akan menjadi bencana demografi.
"Sebagaimana dialami Brazil yang gagal memanfaatkan
bonus demografi karena keterpurukan ekonomi, serta terabaikannya kualitas
pendidikan, infrastruktur dan penyediaan lapangan pekerjaan. Afrika Selatan
gagal memanfaatkan bonus demografi disebabkan kurangnya perhatian pada kualitas
pendidikan dan rendahnya tingkat pertumbuhan lapangan pekerjaan. Tidak ada
salahnya kita belajar dari Korea Selatan yang berhasil memanfaatkan bonus
demografi untuk mengarahkan industri rumah tangganya membuat komponen
handphone. Tiongkok dengan cara mengarahkan industri rumahan memproduksi
komponen elektronik. Jepang berhasil mengoptimalkan kinerja penduduk usia
produktif sehingga tingkat penganggurannya sangat kecil, kurang dari 3
persen," terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI
ini menambahkan, dalam konteks pemajuan pendidikan nasional, sejak APBN tahun
anggaran 2009, pemerintah telah melakukan pemenuhan mandatory anggaran
pendidikan sebesar 20 persen dari APBN, sebagaimana amanat Konstitusi.
Di satu sisi, alokasi anggaran tersebut berhasil
meningkatkan akses pendidikan bagi rakyat. Berdasarkan data Organisation for
Economic Co-operation and Development, pada tahun 2000 penduduk usia 15 tahun
yang bersekolah pada jenjang SMP atau SMA hanya sebesar 39 persen. Pada tahun
2018 meningkat pesat menjadi 85 persen.
Di sisi lain, dari aspek kualitas pendidikan, hasilnya belum
sesuai dengan apa yang diharapkan. Salah satunya tergambar pada hasil survei
yang dilakukan CEOWorld tahun 2020, mengenai kualitas pendidikan di berbagai
negara, dimana Indonesia hanya menduduki peringkat ke-70 dari 93 negara yang
disurvei.
"Penilaian Programme for International Student Assessment
(PISA) tahun 2018, untuk kompetensi membaca, Indonesia menempati peringkat
ke-74 atau 6 terbawah dengan nilai 371 di bawah rata-rata global sebesar 487.
Sedangkan untuk nilai matematika, Indonesia meraih nilai 379, juga di bawah
nilai rata-rata global sebesar 487, dan menempati peringkat ke-73 atau 7
terbawah. Yang cukup memprihatinkan, kemampuan membaca, berhitung, dan sains
pelajar Indonesia dalam penilaian PISA cenderung stagnan sejak tahun 2000.
Menunjukan masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan menuju
Indonesia Emas 2045," pungkas Bamsoet. (*/pur)
0 Comments