Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso. (Foto: Istimewa) |
Hal itu dikatakan oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng
Teguh Santoso dalam Siaran Pers IPW yang diterima oleh Redaksi TangerangNet.Com,
Senin (12/9/2022).
Sugeng mengatakan hal itu terungkap dalam dakwaan Jaksa
Penuntut Umum (JPU), uang yang mengalir ke AKBP Dalizon sebesar Rp 10 miliar
untuk menutup kasus di Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin itu, mengalir ke Kombes
Anton Setiawan sebesar Rp 4,750 miliar yang saat itu menjabat Direktur Kriminal
Khusus (Dirkrimsus) Polda Sumsel.
“Dari Rp 10 miliar itu, Rp 4,750 miliar diberikan terdakwa
ke rekannya AS secara bertahap. Kemudian Rp 5,250 miliar digunakan terdakwa untuk
tambahan membeli rumah senilai Rp 1,5 miliar, tukar tambah mobil Rp 300 juta,
membeli 1 unit mobil sedan Honda Civic Rp 400 juta, termasuk tabungan dan
deposito rekening istri terdakwa senilai Rp 1,4 miliar,” kata JPU Kejaksaan
Agung Ichwan Siregar dan Asep saat membacakan dakwaan di sidang perdana AKBP
Dalizon pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Palembang, Jumat (10
Juni 2022).
Bahkan, dalam persidangan Rabu (7 September 2022), AKBP
Dalizon mengaku setiap bulan menyetor Rp 500 juta per bulan ke Kombes Anton
Seriawan. Pengakuan Dalizon ini menjadi viral di media sosial.
Dalam persidangan kasus gratifikasi dan pemerasan Proyek
Pembangunan Infrastruktur Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2019
sendiri, Kombes Anton Setiawan tidak pernah hadir. Pasalnya, JPU tidak pernah
memaksa Kombes Anton Setiawan untuk menjadi saksi di persidangan.
Namun, dengan terkuaknya aliran dana kepada Kombes Anton
Setiawan ini, Indonesia Police Watch (IPW) menilai AKBP Dalizon hanya dijadikan
korban oleh institusi Polri. Sementara atasannya yakni Kombes Anton Setiawan
dilindungi dan ditutup rapat oleh Bareskrim Polri agar tidak tersentuh hukum.
Padahal, dalam kasus tersebut jelas ada persekongkolan jahat yang tidak hanya
melibatkan AKBP Dalizon.
Hal ini sangat jelas terlihat, kata Sugeng, karena
penanganan perkara tersebut diambil alih oleh Bareskrim Polri. Artinya, dalam
melakukan penyidikan, para penyidik dan pimpinan di Bareskrim tahu kalau nama
Kombes Anton Setiawan muncul dalam pemeriksaan. Namun keterlibatannya diabaikan
dan tidak dijadikan tersangka.
“Padahal, kalau ditelusuri secara materiil dengan apa yang
diungkap dalam dakwaan Jaksa Penuntun Umum, terang benderang ada aliran dana
gratifikasi ke Kombes Anton Setiawan. Benang merah itu sangat terlihat jelas
bahwa korupsi yang terjadi bukan hanya melibatkan AKBP Dalizon saja,” ucap
Segung.
“Apakah Bareskrim memang sengaja melindungi koruptor di
kandangnya sendiri. Pasalnya, Anton Setiawan setelah dimutasi dari Dirkrimsus
Polda Sumsel bertugas di Ditipidter Bareskrim Polri,” ujar Sugeng.
Anehnya lagi, kata Sugeng, dalam penanganan kasus AKBP
Dalizon tersebut, Bareskrim Polri tidak mengenakan Undang-Undang 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Akibatnya, Kombes Anton Setiawan menjadi
tidak tersentuh oleh aliran uang dari AKBP Dalizon.
“Padahal, kalau masyarakat biasa melakukan dugaan tindak
pidana, pihak Bareskrim Polri langsung menyematkan pasal TPPU dengan mengorek
semua aliran keuangan, termasuk memblokir rekening bank terduga pelaku tindak
pidana dan orang-orang yang mendapat aliran dananya. Kenapa UU TPPU itu tidak
diterapkan bagi anggota Polri,” tutur Sugeng dengan nada tanya.
Oleh sebab itu, imbuh Sugeng, IPW mendesak kepada
Kabareskrim Komjen Agus Adrianto untuk bersih-bersih. Diawali dengan
menuntaskan kasus gratifikasi dan pemerasan Proyek Pembangunan Infrastruktur
Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2019 sampai menyentuh ke atasan dan
bawahan AKBP Dalizon.
“Sudah seharusnya, pimpinan Polri tidak lagi melindungi
anggota Polri yang melakukan penyimpangan-penyimpangan. Hal ini untuk mewujudkan
institusi Polri bebas dari segala bentuk korupsi, kolusi, dan nepotisme yang
diatur oleh peraturan perundang-undangan,” tukas Sugeng. (*/rls)
0 Comments