Tim LBH PP Muhammadiyah: Syafril Elain, Gufroni, Ewi, dan Hafizullah. (Foto: Istimewa) |
Haris Azhar yang pada 17 Maret lalu ditetapkan sebagai
tersangka oleh Polda Metro Jaya dalam kasus pencemaran nama baik yang
dilaporkan Menteri Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan
(LBP).
Hal itu disampaikan oleh Kepala Litigasi LBH PP Muhammadiyah
Gufroni, SH MH, melalui Siaran Pers yang diterima TangerangNet.Com, Selasa
(22/3/2022).
Dalam pertemuan tersebut, kata Gufroni, LBH PP Muhammadiyah
akan ditunjuk sebagai tim kuasa hukum bersama para advokat lainnya untuk
melakukan langkah hukum yakni mengajukan gugatan praperadilan terhadap
penetapan tersangka Haris Azhar dan juga Fatia Maulidiyati - Koordinator
KontraS yang akan diajukan dalam waktu dekat ini.
Gufroni menjelaskan upaya
hukum ini penting dilakukan karena penetapan tersangka kepada kedua
aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) tersebut dinilai tidak sah dan tidak sesuai
Kitab Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengingat bahwa LBP sejauh ini belum pernah dimintai keterangan
sebagai pelapor. Sehingga alat bukti tidaklah cukup untuk menjadikan Haris
Azhar dan Fatia sebagai tersangka dan jelas kasus ini terkesan dipaksakan.
Semestinya, kata Gufroni, penyidik dalam kasus ini haruslah
melakukan pendekatan restorative justice karena pasal yang disangkakan
menggunakan pasal Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE). Dengan
demikian penyidik tidak boleh gegabah dengan menaikkan status dari penyelidikan
ke tahap penyidikan dan kepada penetapan tersangka.
“Sekalipun yang melaporkan adalah pejabat publik seperti LBP,”
tutur Gufroni.
Menurut Gufroni, hal yang paling utama, alasan mengajukan
praperadilan adalah bahwa penetapan tersangka ini dinilai sebagai cara efektif
pihak kepolisian untuk membungkam suara-suara kritis yang kerap disampaikan
para aktivis dan tokoh.
“Ada skenario pembungkaman terhadap kebebasan bersuara
sekalipun apa yang disampaikan itu atas dasar hasil riset,” ucap Gufroni yang
juga Direktur Lembaga Bantuan Hukum Universitas Muhammadiyah Tangerang (LBH
UMT).
Dalam beberapa kasus, kata Gufroni, banyak aktivis HAM dan
pegiat antikorupsi yang dijadikan tersangka tapi kasusnya tidak pernah
dilanjutkan oleh penyidik yang dinilai sebagai langkah untuk
"menyandera" atau kasusnya digantung sedemikian rupa agar mereka tidak lagi bebas bersuara dan
menyatakan pendapat. Maka gugatan praper
(Pra-pradilan) ini untuk memberi kepastian hukum bagi siapapun yang dijerat
pasal pidana. (*/pur)
0 Comments