Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

TNI Ku Sayang, TNI Ku Malang, Wibawa Prajurit Jatuh Pada Era Rezim Jokowi?

Habib Bahar bin Smith saat berdebat 
dengan Brigadir Jenderal TNI A. Fauzi
dalam vidio yang beredar luas. 
(Foto: Istimewa)   



Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.

 

BARU SAJAR penulis mendapat kiriman video di GWA (Grup WhatsApp), Ponpes Tajul Alawiyyin Asuhan Habib Bahar Bin Smith didatangi sejumlah anggota TNI dipimpin seorang Jenderal bintang satu bernama A. Fauzi. Begitu keterangan yang beredar, disebutkan pula kedatangan tersebut membawa pesan 'ancaman' agar Habib Bahar diam, tidak menyebar provokasi, atau akan 'ditangkap'.

Penulis tidak sependapat narasi 'oknum' karena video yang beredar memperlihatkan sejumlah anggota TNI dengan seragam loreng lengkap. Bukan hanya satu dua, namun ada beberapa anggota TNI yang mendampingi sang Jenderal bintang satu.

Peristiwa ini sangat memalukan, dan justru menimbulkan dugaan ada upaya terstruktur, sistematis dan masif, untuk meneror Habib Bahar setelah sebelumnya dikirimi teror tiga kepala anjing. Publik dapat saja mengaitkan 'teror' kepala anjing dengan kedatangan sejumlah anggota TNI.

Video yang beredar, masih terkait erat dengan kritikan Habib Bahar atas pernyataan KSAD Jenderal TNI Dudung Abdurahman yang menyebut Tuhan bukan orang Arab. Hal ini terbaca dari dialog yang ada dalam video.

Informasi ini memang perlu dikonfirmasi ulang, dan Mabes TNI harus buka suara agar peristiwa ini tidak menjadi liar. Jika benar, ada kedatangan sejumlah anggota TNI ke Pondok Pesantren Habib Bahar sebagaimana video beredar, maka ada permasalahan serius di tubuh TNI, yaitu :

Pertama, telah ada upaya penyalahgunaan kekuatan aparat negara yang berfungsi untuk menjaga kedaulatan Negara, alat pertahanan dan keamanan negara menjadi alat politik oknum TNI. Dengan dalih apapun, anggota TNI tak memiliki wewenang mendatangi rakyat sipil, dengan sejumlah anggota dan seragam lengkap, apalagi membawa sejumlah 'pesan dan ancaman' untuk membungkam hak konstitusional rakyat dalam menyampaikan pendapat.

Kalaupun ada masalah secara hukum, proses penegakan hukum dilakukan oleh institusi kepolisian. Sesuai konstitusi, aparat kepolisian lah yang memiliki fungsi penegakan hukum, bukan institusi TNI.

Dan dalam hal ini, telah dikirim SPDP (Surat Perintah Dimulai Penyelidikan) dari Polda Jabar terhadap kasus yang menjadikan Habib Bahar sebagai terlapor. Polisi sudah menangani perkara, lalu kenapa TNI ikut campur ?

Kedua, kalau kedatangan didasari adanya tuduhan kegaduhan yang dilakukan oleh Habib Bahar, semestinya koreksi justru harus disampaikan kepada KSAD Jenderal TNI Dudung Abdurahman. Sebab, pernyataan Dudung pada acara podcast Deddy Corbuzier lah yang memicu kegaduhan.

Nasihat dan kritikan Habib Bahar juga banyak disampaikan tokoh lainnya. Semestinya, KSAD Dudung tidak bicara sesuatu yang bukan kompetensinya, apalagi dalam forum tak resmi dalam podcast Deddy Corbuzier.

Saluran komunikasi resmi TNI semestinya digunakan untuk menyambung komunikasi publik antara TNI dengan rakyat. Bukan program podcast yang sebenarnya saluran komunikasi para politisi.

Ketiga, patut diduga ada upaya pembenturan kekuatan TNI dan ulama, alat pertahanan negara dan umat Islam sebagai pasukan cadangan untuk mempertahankan kedaulatan. Desain adu domba oleh asing dan aseng, begitu terasa dan pekat dalam kasus ini.

Padahal, kekuatan negara ini hanya tersisa di tubuh TNI dan umat Islam. Kalau TNI dan umat Islam diadu domba, akan menjadi seperti apa bangsa ini ?

Semua kegaduhan ini terjadi pada era rezim Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Belum pernah terjadi, Jendera TNI dibenturkan dengan Ulama, prajurit TNI dibenturkan dengan umat Islam. Padahal, dahulu Jenderal hormat pada ulama, prajurit merakyat bersama umat Islam.

Kejadian di video yang beredar viral sangatlah memalukan. Wibawa prajurit TNI jatuh, karena kesannya hanya menjadi alat politik kekuasaan. (***)

 

 

Penulis adalah Advokat, Ketua KPAU.

Post a Comment

0 Comments