Petugas dari Dinas PUPR Kota Tangerang kendalikan pembongkaran rumah di tengah jalan. (Foto: Istimewa) |
Pembongkaran rumah tersebut berdasarkan putusan Pengadilan
Negeri (PN) Tangerang. Juru Sita PN
Tangerang Burhanuddin mengungkapkan pembokaran ini hasil dari proses atau tahapan
yang cukup panjang. PUPR mengajukan permohonan untuk dilakukan konsinyasi
terkait pelebaran jalan, melalui penawaran dan persidangan penitipan uang di
pengadilan pun akhirnya disetujui dengan nominal Rp 1.505.644.388 dari tanah
seluas 97 meter persegi.
“Kenapa bisa sampai tahap pengadilan, karena memang awal
mulanya pada pembebasan lahan 2007 silam, rumah ini ada kendala permasalahan
ahli waris, atau masalah internal keluarga dengan bank. Pemerintah Kota
Tangerang yang ingin membeli lahan ini untuk pelebaran jalan bingung mau bayar
kepada siapa? Alhasil dilakukan permohonan konsinyasi hingga akhirnya hari ini
resmi dibongkar,” ungkap Burhanuddin.
Burhanuddin menjelaskan untuk uang konsinyasi bisa diproses
keluarga pada saat urusan surat menyurat oleh bank sudah diselesaikan.
“Pastinya ini tidak ada persoalan dengan Pemkot Tangerang atau PUPR dalam hal
ini. Oleh karena ini urusan ahli waris yang tak kunjung selesai. Pengadilan
Negeri Tangerang pun hanya menyelesaikan persoalan sesuai aturan dan prosedur
yang ada,” tuturnya.
Anwar Hidayat sebagai termohon tiga atau salah satu ahli
waris yang berhak menerima penitipan ganti rugi menuturkan, pembebasan lahan
sudah berlangsung sejak 2007. Kini, Anwar mengaku rela, ikhlas, dan sukarela
atas keputusan ini, demi kepentingan bersama.
“Kami akan tetap berjuang menyelesaikan hak kami dari hasil
konsinyasi lahan ini. Kita masih harus menyelesaikan kasus gugatan yang kami
ajukan, atas persoalan tiga pihak ahli waris ini. Kami juga menerima banyak
bantuan dari PUPR terkait pemunduran atau pembangunan rumah kami. Semoga dengan
membuka akses jalan masyarakat, bisa berkah dan persoalan ahli waris kami bisa
terselesaikan,” ,ucap Anwar berharap.
Sementara itu, Kepala PUPR, Decky Priambodo menjelaskan
proses konsinyasi pada awali dari 2020 yang diketahui adanya persoalan hukum
yang cukup kompleks dan banyak pihak yang terlibat. “PUPR merasa tidak bisa
menyelesaikan sendiri. Dengan itu konsinyasi menjadi pilihan yang tepat dan
legal. Keputusan ini, Pak Anwar yang juga bisa dibilang sebagai korban sengketa
bisa memproses haknya dengan aman,” jelas Decky.
Usai pembongkaran, kata Decky, PUPR menargetkan dalam tempo
2 minggu jalan tersebut bisa digunakan pengguna jalan dengan maksimal. “Karena
ada rumah di tengah jalan ini, hanya ada dua jalur. Setelah dilakukan
pembongkaran dan dirapihkan semuanya, insya Allah bisa normal dengan empat
jalur. Di sisi lain, PUPR akan melakukan penanganan simpang rel kereta supaya
bisa jadi empat lajur, rencananya pada awal tahun depan,” ujar Decky. (*/pur)
0 Comments