Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

"Nasi Berkah Gratis" Memang Sangat Dibutuhkan

Pedagang keliling mengambil "Nasi 
Berkah Gratis" menjelang habis. 
(Foto: Ist/Nur Hidayat) 

 

SUDAH lebih dari setahun, sejak pandemi Covid-19 menguasai dunia 2020, kegotongroyongan masyarakat merebak. Mereka (pengusaha raksasa, besar, menengah, kecil, dan mikro) dan berbagai lembaga, warga biasa, saling membantu korban virus corona. Nasi Berkah Gratis tiap Jum'at jadi sangat umum dibagikan. Selalu habis.

Fakta bahwa korban virus corona sangat menderita. Tidak jelas bagaimana mereka harus menghidupi anak istri. Juga keluarga besar. Jutaan orang di-PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Tanpa pesangon karena perusahaan mereka gulung tikar. Tak terhitung seberapa besar kerugian mereka. Ribuan triliun dolar. Jauh lebih besar dibanding dengan korban PD (Perang Dunia) II 1939-1945.

Awalnya, nasi berkah yang dibagikan 50 bungkus. Lama kelamaan, banyak orang ikut jadi donatur karena hasil kerja orang pertama itu terbukti bagus. Misalnya, seorang bintara polisi membagi sampai 2.000 bungkus. Warung pinggir jalan di Blitar, Jawa Timur, juga satu pengusaha di Jakarta, malah membaginya setiap hari.

Dengan bersedekah, justru Allah SWT memberi balasan berlipat ganda. Tak terhitung. Sementara penerima sedekah itu merasa terbantu sejenak. Gembira terpancar dari wajah mereka. Artinya, mereka perlu dibantu lebih banyak lagi. Bansos dari pemerintah belum cukup.

Rasulullah SAW bersabda, "Sedekah terbaik adalah yang engkau keluarkan masih sehat dari harta yang kau sayangi, engkau takut miskin dan ingin kaya. Jangan tunda sedekah hingga nyawa di tenggorokan lalu engkau berkata, ‘Berikan ini pada si Fulan dan ini pada si Fulan.’ Walaupun harta itu memang hak si Fulan.” (HR Bukhari dan Muslim).

Sedekah terbaik juga sedekah yang diberikan bagi kerabat. Termasuk saudara keluarga. Namun, selain kerabat, ada dua golongan yang juga sebaiknya mendapat sedekah, yaitu anak yatim dan kerabat yang menyimpan dan menyembunyikan api permusuhan. 

Bukan hanya berpahala, memberi makan bahkan dipuji oleh Nabi SAW, “Sesungguhnya orang terbaik di antara kalian adalah orang yang memberi makan.” (HR Thabrani). Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW, “Perbuatan apa yang terbaik di dalam Islam?” Nabi SAW menjawab, “Kamu memberi makan kepada orang lain.” (HR Bukhari dan Muslim).

Syaikh Nawawi Banten menceritakan ulang tentang rahasia Nabi Ibrahim hingga menjadi khalilulllah (kekasih Allah). Nabi Ibrahim mengaku tidak makan sore dan makan pagi kecuali bersama tamu. Bahkan Nabi Ibrahim menempuh perjalanan sejauh 1 mil atau 2 mil sekadar mencari orang untuk menemaninya makan. 

Apakah kita pernah berlaku seperti Nabi Ibrahim AS ? Tidak. Kita justru sering makan semewah dan senikmat mungkin hanya bersama keluarga di rumah. Kita malah pernah tidak memberi satu rupiah pun kepada pengemis kurus kering yang datang ke rumah. Atau pengemis di lampu merah. Alasan kita, "Mereka tambah malas. Juga dilarang pemda."

Tampaknya "hati kita sekeras batu". Belum tersentuh oleh penderitaan orang lain. Tidak punya empati. Apalagi murah hati. Kikir. Jika nasib kita seperti mereka, apa kita tidak sedih sekali ?

Abu Bakar Ash-Shiddiq RS, berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Seorang penipu tak akan masuk surga, demikian pula orang yang kikir dan orang yang mengungkit-ungkit pemberian." (HR Tirmidzi).

Pakar hadis dari India, Syekh Maulana Muhammad Zakariyya Al Khandahlawi, menjelaskan para ulama berkata bahwa orang-orang yang memiliki sifat-sifat yang disebutkan dalam hadis di atas tidak akan masuk surga. Jika dalam diri seorang mukmin ditemukan sifat-sifat ini, maka Allah SWT terlebih dulu akan memberikan taufik kepadanya untuk bertaubat dari perbuatan itu.

Jika tidak, maka orang yang tetap berbuat perilaku penipu, pelit, dan mengungkit-ungkit pemberian, akan dimasukkan ke dalam neraka terlebih dulu "untuk dibersihkan dosa-dosanya". Setelah itu, barulah orang tersebut dimasukkan ke dalam surga. (Nur Hidayat)  

Post a Comment

0 Comments