Pedagang keliling mengambil "Nasi Berkah Gratis" menjelang habis. (Foto: Ist/Nur Hidayat) |
Fakta bahwa korban virus corona sangat menderita. Tidak
jelas bagaimana mereka harus menghidupi anak istri. Juga keluarga besar. Jutaan
orang di-PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Tanpa pesangon karena perusahaan
mereka gulung tikar. Tak terhitung seberapa besar kerugian mereka. Ribuan
triliun dolar. Jauh lebih besar dibanding dengan korban PD (Perang Dunia) II
1939-1945.
Awalnya, nasi berkah yang dibagikan 50 bungkus. Lama
kelamaan, banyak orang ikut jadi donatur karena hasil kerja orang pertama itu
terbukti bagus. Misalnya, seorang bintara polisi membagi sampai 2.000 bungkus.
Warung pinggir jalan di Blitar, Jawa Timur, juga satu pengusaha di Jakarta,
malah membaginya setiap hari.
Dengan bersedekah, justru Allah SWT memberi balasan berlipat
ganda. Tak terhitung. Sementara penerima sedekah itu merasa terbantu sejenak.
Gembira terpancar dari wajah mereka. Artinya, mereka perlu dibantu lebih banyak
lagi. Bansos dari pemerintah belum cukup.
Rasulullah SAW bersabda, "Sedekah terbaik adalah yang
engkau keluarkan masih sehat dari harta yang kau sayangi, engkau takut miskin
dan ingin kaya. Jangan tunda sedekah hingga nyawa di tenggorokan lalu engkau
berkata, ‘Berikan ini pada si Fulan dan ini pada si Fulan.’ Walaupun harta itu
memang hak si Fulan.” (HR Bukhari dan Muslim).
Sedekah terbaik juga sedekah yang diberikan bagi kerabat.
Termasuk saudara keluarga. Namun, selain kerabat, ada dua golongan yang juga
sebaiknya mendapat sedekah, yaitu anak yatim dan kerabat yang menyimpan dan menyembunyikan
api permusuhan.
Bukan hanya berpahala, memberi makan bahkan dipuji oleh Nabi
SAW, “Sesungguhnya orang terbaik di antara kalian adalah orang yang memberi
makan.” (HR Thabrani). Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW, “Perbuatan
apa yang terbaik di dalam Islam?” Nabi SAW menjawab, “Kamu memberi makan kepada
orang lain.” (HR Bukhari dan Muslim).
Syaikh Nawawi Banten menceritakan ulang tentang rahasia Nabi
Ibrahim hingga menjadi khalilulllah (kekasih Allah). Nabi Ibrahim mengaku tidak
makan sore dan makan pagi kecuali bersama tamu. Bahkan Nabi Ibrahim menempuh
perjalanan sejauh 1 mil atau 2 mil sekadar mencari orang untuk menemaninya
makan.
Apakah kita pernah berlaku seperti Nabi Ibrahim AS ? Tidak.
Kita justru sering makan semewah dan senikmat mungkin hanya bersama keluarga di
rumah. Kita malah pernah tidak memberi satu rupiah pun kepada pengemis kurus
kering yang datang ke rumah. Atau pengemis di lampu merah. Alasan kita,
"Mereka tambah malas. Juga dilarang pemda."
Tampaknya "hati kita sekeras batu". Belum
tersentuh oleh penderitaan orang lain. Tidak punya empati. Apalagi murah hati.
Kikir. Jika nasib kita seperti mereka, apa kita tidak sedih sekali ?
Abu Bakar Ash-Shiddiq RS, berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda, "Seorang penipu tak akan masuk surga, demikian pula orang yang
kikir dan orang yang mengungkit-ungkit pemberian." (HR Tirmidzi).
Pakar hadis dari India, Syekh Maulana Muhammad Zakariyya Al
Khandahlawi, menjelaskan para ulama berkata bahwa orang-orang yang memiliki
sifat-sifat yang disebutkan dalam hadis di atas tidak akan masuk surga. Jika
dalam diri seorang mukmin ditemukan sifat-sifat ini, maka Allah SWT terlebih
dulu akan memberikan taufik kepadanya untuk bertaubat dari perbuatan itu.
Jika tidak, maka orang yang tetap berbuat perilaku penipu,
pelit, dan mengungkit-ungkit pemberian, akan dimasukkan ke dalam neraka
terlebih dulu "untuk dibersihkan dosa-dosanya". Setelah itu, barulah
orang tersebut dimasukkan ke dalam surga. (Nur Hidayat)
0 Comments