Ketua FKMTI SK Budiardjo. (Foto: Bambang TR/TangerangNet.Com) |
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua FKMTI SK Budiardjo
kepada para awak media, termasuk kepada TangerangNet.Com pada Jum'at
(12/11/2021).
Ketua FKMTI tersebut mengungkapkan pihaknya bahkan sudah
menyebut nama petinggi BPN yang terlibat dalam mafia tanah saat melaporkan 10
kasus perampasan tanah di hadapan pejabat kementerian ATR/BPN. Namun justru
laporan para korban tidak ditindaklanjut, Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil justru
mengungkap bukan kasus mafia tanah tapi kasus pemalsuan sertifikat.
Menteri Sofyan Djalil tidak mau mengungkap mafia tanah kakap
yang bisa menyulap tanah milik rakyat menjadi sertifikat konglomerat meski
tidak jelas warkah tanahnya.
"Kami sudah lapor 2 tahun lalu dan kami juga ungkapkan
nama oknum pejabat BPN yang diduga jadi mafia tanah. Modusnya serupa, tidak
jelas warkah tanahnya, tetapi oknum pejabat BPN bisa terbitkan sertifikat di
atas tanah milik korban,” ujar Budiardjo.
Budiardjo tidak mungkin mafia tanah bisa menerbitkan
sertifikat asli tanpa tanda tangan pejabat BPN. Kalau menteri baru tahu
sekarang bahwa modus oknum BPN bisa menghilangkan warkah, ini tidak masuk
akal untuk sekelas beliau sebagai Menteri BPN.
“Masa Menteri Telmi, telat mikir," ungkap Budiardjo di kantor
Sekretariat FKMTI, Jakarta.
Budiardjo menjelaskan oknum pejabat BPN berani melanggar
aturan dengan menerbitkan sertifikat saat tanah dalam status sita jaminan
pengadilan. Namun, pejabat BPN kerap melempar tanggungjawab saat para korban
perampasan tanah menanyakan warkah tanah sehingga bisa terbit sertifikat atas
nama pihak lain di atas tanah milik mereka.
Biasanya, kata Budiardjo, pejabat BPN menyuruh korban untuk
menggugat di pengadilan. Namun, ketika sudah menang di pengadilan pun sampai
inkrah di Mahkamah Agung (MA) pun, korban perampasan tak bisa mendapatkan hak
atas tanahnya. Intinya oknum pejabat BPN berpihak kepada Mafia Tanah untuk membuktikan
dugaan tersebut FKMTI siap membuka dara secara terbuka di depan publik.
"Perampasan tanah beda dengan sengketa. Perampasan
tanah jelas tindak pidana. Bagaimana mungkin bisa terbit sertifikat tanpa
warkah yang jelas dan bisa terbit HGB (Hak Guna Bangunan-red) saat sita jamin
pengadilan seperti yang dialami Rusli di BSD (Bumi Serpong Damai-red) Serpong.
Bisa terbit HGB untuk sebuah perusahaan tetapi perusahaannya baru ada lima
tahun kemudian. Jadi mudah menelusuri tindak pidana perampasan tanah ini, cukup
adu data proses kepemilikan tanah," ungkapnya.
Budi menyarankan Menteri Sofyan Djalil mundur jika tidak
berani menindak pejabat BPN yang menghilangkan warkah untuk kepentingan mafia
tanah. Namun, pergantian menteri ATR/BPN juga akan percuma jika tidak dibuat
Perpu untuk menyelesaikan kasus perampasan tanah yang sudah masif.
"Perintah Presiden untuk ‘Berantas mafia tanah Berserta
Bekingnya’ hanya isapan jempol belaka tak akan terlaksana jika menteri ATR/BPN
lebih takut kepada mafia tanah dari pada Presiden. Presiden Jokowi perlu
menerbitkan Perpu untuk menyelesaikan dan mencegah semakin masifnya perampasan
tanah. Perpu ini perlu dibuat agar siapapun yang menjadi menteri ATR
tidak bisa lagi berlindung di peraturan lama yang menguntungkan mafia tanah
seperti soal warkah. Kalau Pak Menteri kesulitan memberantas mafia tanah undang
FKMTI. Kami akan tunjuk hidung pelakunya baik di lingkungan oknum BPN maupun yg
lain," ujarnya. (btl)
0 Comments