Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

FKMTI: Terlambat Menteri ATR/BPN Baru Tau Oknum BPN Jadi Mafia Tanah

Ketua FKMTI SK Budiardjo.
(Foto: Bambang TR/TangerangNet.Com)  


NET - Pengakuan Menteri Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasiona (ATR/BPN) bahwa ada oknum BPN yang terlibat dalan jaringan mafia perampas tanah sangat terlambat. Sebab, Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) sudah melaporkan hal tersebut dua tahun lalu.

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua FKMTI SK Budiardjo kepada para awak media, termasuk kepada TangerangNet.Com pada Jum'at (12/11/2021).

Ketua FKMTI tersebut mengungkapkan pihaknya bahkan sudah menyebut nama petinggi BPN yang terlibat dalam mafia tanah saat melaporkan 10 kasus perampasan tanah di hadapan pejabat kementerian ATR/BPN. Namun justru laporan para korban tidak ditindaklanjut, Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil justru mengungkap bukan kasus mafia tanah tapi kasus pemalsuan sertifikat.

Menteri Sofyan Djalil tidak mau mengungkap mafia tanah kakap yang bisa menyulap tanah milik rakyat menjadi sertifikat  konglomerat meski tidak jelas warkah tanahnya.

"Kami sudah lapor 2 tahun lalu dan kami juga ungkapkan nama oknum pejabat BPN yang diduga jadi mafia tanah. Modusnya serupa, tidak jelas warkah tanahnya, tetapi oknum pejabat BPN bisa terbitkan sertifikat di atas tanah milik korban,” ujar Budiardjo.

Budiardjo tidak mungkin mafia tanah bisa menerbitkan sertifikat asli tanpa tanda tangan pejabat BPN. Kalau menteri baru tahu sekarang bahwa  modus oknum BPN bisa menghilangkan warkah, ini tidak masuk akal untuk sekelas beliau sebagai  Menteri BPN.

“Masa Menteri Telmi, telat mikir," ungkap Budiardjo di kantor Sekretariat FKMTI, Jakarta.

Budiardjo menjelaskan oknum pejabat BPN berani melanggar aturan dengan menerbitkan sertifikat saat tanah dalam status sita jaminan pengadilan. Namun, pejabat BPN kerap melempar tanggungjawab saat para korban perampasan tanah menanyakan warkah tanah sehingga bisa terbit sertifikat atas nama pihak lain di atas tanah milik mereka. 

Biasanya, kata Budiardjo, pejabat BPN menyuruh korban untuk menggugat di pengadilan. Namun, ketika sudah menang di pengadilan pun sampai inkrah di Mahkamah Agung (MA) pun, korban perampasan tak bisa mendapatkan hak atas tanahnya. Intinya oknum pejabat BPN berpihak kepada Mafia Tanah untuk membuktikan dugaan tersebut FKMTI siap membuka dara secara terbuka di depan publik.

"Perampasan tanah beda dengan sengketa. Perampasan tanah jelas tindak pidana. Bagaimana mungkin bisa terbit sertifikat  tanpa warkah yang jelas dan bisa terbit HGB (Hak Guna Bangunan-red) saat sita jamin pengadilan seperti yang dialami Rusli di BSD (Bumi Serpong Damai-red) Serpong. Bisa terbit HGB untuk sebuah perusahaan tetapi perusahaannya baru ada lima tahun kemudian. Jadi mudah menelusuri tindak pidana perampasan tanah ini, cukup adu data proses kepemilikan tanah," ungkapnya.

Budi menyarankan Menteri Sofyan Djalil mundur jika tidak berani menindak pejabat BPN yang menghilangkan warkah untuk kepentingan mafia tanah. Namun, pergantian menteri ATR/BPN juga akan percuma jika tidak dibuat Perpu untuk menyelesaikan kasus perampasan tanah yang sudah masif.

"Perintah Presiden untuk ‘Berantas mafia tanah Berserta Bekingnya’ hanya isapan jempol belaka tak akan terlaksana jika menteri ATR/BPN lebih takut kepada mafia tanah dari pada Presiden. Presiden Jokowi perlu menerbitkan Perpu untuk menyelesaikan dan mencegah semakin masifnya perampasan tanah. Perpu ini perlu dibuat agar siapapun yang menjadi menteri ATR  tidak bisa lagi berlindung di peraturan lama yang menguntungkan mafia tanah seperti soal warkah. Kalau Pak Menteri kesulitan memberantas mafia tanah undang FKMTI. Kami akan tunjuk hidung pelakunya baik di lingkungan oknum BPN maupun yg lain," ujarnya. (btl)

Post a Comment

0 Comments