Ilustrasi korban kasus perkosaan di Luwuk. (Foto: Istimewa) |
Hal itu dikatakan oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW)
Sugeng Teguh Santoso melalui Siaran Pers IPW yang diterima Redaksi
TangerangNet.Com, Senin (11/10-/2021).
Bahkan, kata Sugeng, mencuatnya Tagar #PercumaLaporPolisi
itu, secara umum dapat menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap korps
baju coklat. Padahal, itu hanya terjadi dalam kasus di Polres Luwu, Polda
Sulsel. Akibatnya, seperti kata peribahasa: "karena nila setitik, rusak
susu sebelanga."
Indonesia Police Watch (IPW), ucap Sugeng, mengkhawatirkan
kasus lain dalam penegakan hukum yang tidak profesional dilakukan pihak
kepolisian dengan tajam ke bawah tumpul ke atas semakin bermunculan. Oleh
karena itu, sudah saatnya Kapolri Listyo Sigit
bekerja keras melakukan bersih-bersih di satuan reserse.
Menurut Sugeng, Kapolri Listyo Sigit harus melakukan jurus
seperti yang pernah dilakukan oleh mantan Kapolri Bambang Hendarso Danuri (BHD)
saat menghadapi kasus Gayus Tambunan. Saat itu beberapa anggota Polri terlibat.
Karena itu, BHD mengeluarkan jurus dengan istilah "Ayo Kita Keroyok
Reserse".
Oleh karena itu, imbuh Sugeng, tagar #PercumaLaporPolisi#
itu, menjadi pembelajaran berharga bagi institusi Polri untuk melakukan
pembenahan dan perubahan ke depan. Terutama di bidang reserse yang saat ini
banyak dikeluhkan masyarakat.
“Sebab, dengan kemunculan #PercumaLaporPolisi#, curhatan
dari masyarakat akan semakin banyak, baik soal tebang pilih, kriminalisasi atau
rekayasa kasus. Beberapa laporan polisi yang bermasalah juga diadukan ke IPW,”
ucap Sugeng yang didampingi Sekjen IPW Data Wardhana.
Misalnya, kasus yang dilaporkan selama tujuh tahun mandek
dan tidak ada laporan perkembangan hasil penyelidikannya. Laporan Polisi
bernomor: LP/4020/XI/PMJ/DIT RESKRIMUM tertanggal 5 November 2014 yang
dilaporkan Nirin Bin H. Siman itu tidak diproses pihak kepolisian tanpa alasan
yang jelas. Begitu juga Kasus ibu Rodiah seorang pembantu rumah tangga dengan
LP/137/III/2020/JABAR/POLRESTA BOGOR KITA di SP3 setelah kasusnya mengendap.
Kemudian kasus ibu Nurhalimah yang dituduh penculikan
padahal sudah dibuat kesepakatan 19 Juli lalu di unit PPA Polresta Bogor dan
anak pelapor dititipkan di tempat ibu Nurhalimah berujung dijadikan tersangka.
Demikian juga kasus yang melibatkan anggota Brimob DD alias N yang melakukan
pemukulan terhadap warga Deky Wermasubun, pengancaman dengan parang kepada
perempuan bernama Flora serta pemukulan
tethadap ibu Ranti, semuanya mengendap di Polresta Bogor.
Sementara dalam kasus, perkosaan tiga anak kandung oleh
ayahnya sendiri di Luwu Timur tersebut, pihak Humas Polri sudah menjelaskan
bahwa kasus yang dihentikan tidak ada rekayasa kasus. Kasus tersebut murni
tidak cukup bukti sehingga harus dihentikan di tingkat penyelidikan oleh Polres
Luwu Timur. Sementara Polda Sulsel juga sudah melakukan gelar perkara.
Namun, karena desakan publik yang menguat maka Kabareskrim
mengirimkan tim asistensi ke Polres Luwu Timur untuk menelaah kasusnya.
Disamping itu, Kapolres Luwu Timur AKBP Silvester Simamora telah menemui
pelapor untuk kemungkinan membuka kembali kasusnya dengan alat bukti yang
lengkap.
Memang, kata Sugeng, Institusi Polri yang sangat sering
menjadi sorotan adalah reserse. Sebab, kerja penegakan hukum melalui
penyelidikan dan penyidikan tersebut adalah proses tertutup.
Oleh karena itu, imbuh Sugeng, ke depan harus terdapat ruang
agar semua pihak dapat memiliki hak menyampaikan sikapnya dalam gelar perkara
yang menghadirkan pihak-pihak yang berpekara. Hal ini sebagai penerapan prinsip
transparansi dan berkeadilan. Sehingga konsep Polri Presisi yang diusung
Kapolri Listyo Sigit benar-benar terwujud.
Namun, apapun yang dilakukan oleh Polri menghadapi tagar
#PercumaLaporPolisi, IPW berharap Polri yang telah mengusung Konsep Polri
Presisi harus transparan. Apakah ada kesalahan atau tidak dalam menangani kasus
perkosaan tiga anak yang dilakukan oleh ayahnya. Pasalnya, masyarakat menunggu
hasilnya. (*/pur)
0 Comments