Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabiowo. (Foto: Istimewa) |
Hal itu disampaikan Ketua Indonesia Police Watch (IPW)
Sugeng Teguh Santoso melalui Siaran Pers IPW yang diterima Redaksi
TangerangNet.Com, Minggu (5/9/2021).
Sugeng menyebutkan ada dua alasan kenapa Kapolri harus
beratensi dan mengeluarkan disposisi penyelidikan kepada Kompol Subianto.
Pertama, sesuai dengan pasal 12 UU 2 Tahun 2002 tentang Polri, Kapolri yang
mengangkat jabatan penyidik dan penyidik pembantu melalui surat keputusan.
“Sehingga, dengan adanya mandat ini maka Kapolri bertanggung
jawab terhadap para penyidik dan penyidik pembantu yang nakal dan menyimpang
dari peraturan perundangan,” ucap Sugeng yang didampingi Data Wardhana, Sekjen
IPW.
Alasan kedua, kata Sugeng, yakni sesuai dengan Peraturan
Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Nomor 1 Tahun 2015 tentang Standar
Operasional Prosedur Penyelidikan Pengamanan Internal di Lingkungan Polri.
Dalam pasal 3 ayat (3) huruf a disebutkan penyelidikan berdasarkan pengaduan
atau laporan informasi/informasi khusus dilakukan setelah mendapat disposisi
dari Kapolri, Wakapolri, Kadivpropam, dan/atau Karopaminal untuk tingkat Mabes
Polri.
Dengan dua alasan ini, imbuh Sugeng, maka prinsip-prinsip
penyelidikan Paminal Polri harus dapat ditegakkan. Utamanya, prinsip tidak
diskriminatif di mana pelaksanaan tugas Paminal Polri dilakukan tidak
membedakan kepangkatan dan jabatan.
“Di samping menjunjung tinggi prinsip kepastian hukum yakni
tugas Paminal Polri dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan hasilnya dapat
dipertanggungjawabkan secara yuridis,” tutur Sugeng.
Kriminalisasi dan penyalagunaan wewenang tersebut, kata
Sugeng, telah dilaporkan Indonesia Police Watch (IPW) ke Pengaduan aplikasi
Propam Presisi pada 2 September 2021.
Laporan ke Propam Polri itu, bermula dari laporan polisi di Polda
Sumatera Selatan (Sumsel) bernomor: LBP/373/IV/2019/SPKT tanggal 25 April 2019
dengan pelapor Sondang Sitanggang dengan pengenaan pasal 372 dan 378 KUHP.
Terlapornya adalah Retno W, T Budianto, dan Aryo Setyoko. Namun kemudian kasus
ini dilimpahkan ke Bareskrim melalui surat Kapolda Sumsel Nomor:
B/4294/X/1.24/2019/Ditreskrimum tanggal 8 Oktober 2019 dan ditangani
Dittipideksus dengan penambahan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Menurut Sugeng dalam proses penanganan perkara yang
sebetulnya perdata itu, penyidik Kompol Subianto mengabaikan fakta pembayaran
lunas yang dilakukan oleh terlapor kepada pelapor. Pengabaian fakta pelunasan
itu, oleh penyidik tanpa dasar hukum yang sah.
Bahkan Kompol Subianto melakukan mediasi dan berpihak ke pelapor agar
terlapor membayar Rp 1,35 miliar kepada pelapor agar kasusnya dapat ditutup.
“Dengan adanya laporan ini, Paminal Polri harus menelusuri
atasan penyidik Kompol Subianto. Sebab, Kompol Subianto membawa-bawa nama
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dirtipideksus) Brigjen Helmi Santika
dan Kabareskrim Komjen Agus Andrianto,” ucap Sugeng berharap.
Sehingga dari hal tersebut di atas, kata Sugeng, akan
terlihat kriminalisasi dan ancaman kepada terlapor terbukti atau tidak. Di samping,
prosedur penanganan perkaranya saat melakukan pemanggilan-pemanggilan saksi
baik untuk dimintai keterangan maupun saat mediasi yang melibatkan penyidik
benar atau tidak.
Paminal Polri juga harus memeriksa terlapor, untuk
mengungkap bagaimana Kompol Subianto saat melakukan mediasi, yang selalu aktif
melakukan tekanan kepada terlapor dengan berpihak kepada pelapor, kata Sugeng.
“Ini harus dibuktikan Paminal Polri guna menemukan
pelanggaran disiplin dan kode etik profesi Polri oleh Kompol Subianto,” tukas
Sugeng. (*/pur)
0 Comments