![]() |
Diorama ini dinyatakan hilang dan sudah tidak ada lagi seperti bentuk semula. (Foto: Istimewa) |
PERISTIWA G.30.S yang didalangi Partai Komunis Indonesia (PKI)
dengan memfitnah Tentata Nasional Indonesia (TNI) dan mencoba untuk
menggulingkan kekuasaan yang sah Ternyaata Gagal. Pasukan elit pengawal
Presiden Tjakrabirawa dikendalikan PKI untuk menculik dan membunuh para
Jenderal. Pasukan ini menjadi garda terdepan dalam upaya kudeta PKI.
Kegagalan ini banyak disebabkan oleh kesigapan TNI untuk
segera melakukan pengamanan. Pangkostrad Mayjen Soeharto memimpin operasi dan Sukses
Menumpas Pemberontakan PKI. Dengan Supersemar (Surat Perintah 11 Maret) 1966
Letjen Soeharto melakukan langkah-langkah lebih strategis seperti Pembubaran PKI
dan penangkapan mereka yang terlibat G 30 S PKI termasuk para Menterinya.
Setelah menjadi Presiden Jenderal Soeharto, mantan
Pangkostrad ini tetap Konsisten untuk terus menumpas dan mewaspadai munculnya
gerakan PKI yang telah berubah menjadi Organisasi Tanpa Bentuk (OTB). Skrining
ketat dilakukan untuk jabatan-jabatan birokrasi. Termasuk untuk menjadi anggota
Dewan Perwakilan Rakyat/Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPR/DPRD). Tap Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) No. XXV/MPRS/1966 menjadi acuan
pembersihan.
Peristiwa bersejarah sebagai awal dari penumpasan PKI itu
tergambar dalam diorama di Museum Dharma Bhakti Makostrad. Pangkostrad Mayjen
Soeharto menerima laporan dari Dan Resimen Parako Angaktan Darat (RPKAD)
Kolonel Sarwo Edhi Wibowo. Di dekatnya duduk Jenderal Achmad Haris Nasution
yang baru selamat dari upaya pembunuhan PKI.
Menurut mantan Panglima TNI Jenderal Purn Gatot Nurmantyo,
diorama di Museum tersebut kini anehnya hilang atau dihilangkan. Gatot
mencurigai adanya indikasi penyusupan anasir PKI di TNI sehingga monumen
penting itu kini tiada. Menurutnya kewaspadaan atas kebangkitan PKI perlu
ditingkatkan.
Kini Pangkostrad adalah Letjen Dudung Abdurrahman, mantan
Pangdam Jaya. Diorama itu hilang saat Kostrad di bawah kepemimpinannya. Tidak
terdengar amanat atau pernyataan dari Pangkostrad ini akan pentingnya
kewaspadaan terhadap kebangkitan PKI. Yang muncul justru nyinyirnya pada
radikalisme gerakan keagamaan. Statemen bahwa semua agama benar dalam pandangan
Tuhan dikritik para ulama termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Dudung ini kontroversial sebagai Komandan TNI bukan berjasa
menumpas PKI tetapi justru Front Pembela Islam (FPI). Mengambil alih komando
penurunan baliho Habieb Riziq Syihab (HRS) di Petamburan, Jakarta Pusat.
Mendampingi Kapolda Metro Irjen Pol Fadil Imran pada konperensi pers pada 7
Desember 2020 sambil menggenggam samurai alat bukti bodong fitnah 6 syuhada
pengawal HRS.
Pangkostrad Dudung Abdurrahman perlu diminta keterangan tentang
mobil Land Cruiser hitam di Jalan Tol Km 50 yang terindikasi menjadi komandan
dari penyiksaan dan pembunuhan keenam anggora Laskar FPI yang dikualifikasikan
sebagai "unlawful killing" atau "crime against humanity".
Pangkostrad semestinya belajar dari sejarah tentang
konsistensi pemberantasan komunis. Bukan justru terus menerus menohok umat
Islam dengan bahasa fanatisme, intoleran, atau radikal. Pembunuhan oleh aparat
terhadap warga sipil - umat Islam harus dibongkar oleh jajaran Kostrad. Jangan
biarkan komunis menyusup pada aparat atau komandan komandannya.
Penghilangan diorama Pangkostrad Mayjen Soeharto saat
menerima laporan dari Dan RPKAD Kolonel Sarwo Edhi atas pembasmian anasir PKI
sungguh memprihatinkan. Ada misteri dari menghilangnya diorama itu dan harus
diusut tuntas termasuk motivasi yang melatarbelakanginya. Aspek pribadi, tekanan
politik atau ideologi ?
Akankah muncul diorama baru di mana Pangkostrad Letjen
Dudung Abdurrahman sedang menerima laporan dari Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung
Abdurrahman atas pembunuhan enam laskar FPI, penurunan baliho HRS, penangkapan
HRS, Shobri Lubis, Munarman, dan lainnya?
Bagus juga rasanya. Asal tidak terbalik saja bahwa dahulu
PKI yang ditumpas oleh TNI, kini justru FPI yang ditumpas oleh PKI. Pangkostrad
harus mampu menjelaskan agar umat Islam tidak menjadi bulan-bulanan atau korban
dari balas dendam PKI.
Apakah Pangkostrad Dudung masih pro NKRI dan tidak pro PKI?
Rakyat tengah menunggu bukti. (***)
Penulis adalah pengamat social dan kebangsaan.
0 Comments