Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kapan Pandemi Covid-19 Berakhir? Itu Tergantung…

Sejumlah foto dokumentasi ketika terjadi 
pandemi flu Spanyol pada 1918. 
(Foto: Istimewa/NH) 



Oleh: Nur Hidayat

 

JAWABAN atas pertanyaan di atas berbeda: Tergantung, apakah secara global, nasional atau lokal. Di tingkat lokal, berakhirnya mungkin "lebih cepat". Disusul di tingkat nasional, per negara dan terakhir global. Yang terakhir ini, apa bisa sekitar Maret 2022? Di Indonesia, wabah itu sudah berkembang lebih dari satu tahun per Juli 2021.

Pemerintah daerah, Pemerintah pusat dan WHO (World Health Organization/Badan Kesehatan Dunia) pasti mengumumkannya jika pandemi berakhir. Supaya warga lega. Tidak lagi selalu cemas. Was-was. Dan tidak bertanya-tanya terus. Tidak lagi menggantang asap. Semuanya sudah lelah sekali. Walau pun tidak kehilangan harapan. Kita ingin agar virus corona yang mematikan itu benar-benar habis 100 persen. Tidak tersisa satu pun.

Ketika penyebaran Covid-19 berhenti di dunia, itu membuat Covid-19 tidak lagi dipandang sebagai pandemi. "Secara umum, bila penyebaran virus itu sudah dapat dikendalikan di satu daerah, kita bisa katakan itu bukan lagi pandemi, melainkan epidemi," kata pejabat WHO.

Komite internasional WHO setiap tiga bulan bersidang, untuk menentukan apakah penyebaran virus dinilai masih membuat kondisi kesehatan global darurat. Bila sudah lewat, WHO akan bilang "sudah lewat". Itu yang dilakukan WHO akhir musim panas lalu berkaitan dengan penyebaran ebola di Afrika.

Empat gelombang

Flu Spanyol, yang juga dikenal dengan pandemi flu 1918, adalah pandemi influenza yang sangat mematikan. Penyebabnya virus influenza A subtipe H1N1. Virus ini menjangkiti sekitar 500 juta orang dalam empat gelombang berturut-turut, dari Februari 1918 hingga April 1920.

Flu Spanyol juga menyebar luas ke segala penjuru dunia di tengah berkecamuknya perang dunia pertama. Ada banyak kemiripan antara flu Spanyol dengan COVID-19. Salah satunya punya gejala mirip influenza. Penularannya juga sangat cepat dan mematikan.

Syefri Luwis, seorang peneliti sejarah wabah di Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa kemunculan flu Spanyol di Indonesia juga sempat bikin geger pada zamannya. "Sekitar 102 tahun yang lalu, kita sudah pernah mengalami flu Spanyol," kata Syefri dalam diskusi di BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana).

Penelitian baru dari Prof Siddharth Chandra, direktur di Michigan State University, AS mengungkap bahwa di daerah Jawa dan Madura, kurang lebih ada 4,37 juta korban jiwa dari jumlah penduduk sekitar 60 juta orang.

Ravando Lie, kandidat Doktor Sejarah di University of Melbourne, Australia, mengatakan bahwa pandemi flu Spanyol pada saat gelombang pertama, diperkirakan belum berbahaya. Namun, gelombang kedua telah mematikan banyak korban.

"Pada gelombang pertama, disebutkan bahwa masyarakat Hindia Belanda (Indonesia) tak perlu khawatir karena virus ini tak separah wabah virus influenza akhir abad-19. Namun, pada gelombang kedua justru mematikan jutaan orang sehingga pemerintah Hindia Belanda membentuk komisi investigasi untuk penyebaran virus ini," jelas Ravando, dalam diskusi di BNBP Indonesia.

Rupanya tren peredaran hoax sudah ada sejak tahun 1918. Ravando menjelaskan bahwa saat pandemi flu Spanyol terjadi, banyak hoax yang beredar untuk kepentingan pribadi. Salah satunya adalah hoax yang dibuat oleh tukang lele di Wonogiri, bahwa konsumsi ikan lele bisa menangkal virus flu itu. Hal ini membuat stok lele ludes dan harga melonjak berkali lipat.

Terdapat juga hoax di Purwokerto, ungkapnya, mengenai seseorang yang mengaku bahwa ia ditemui oleh Nyi Roro Kidul, sehingga memiliki kekuatan menangkal flu Spanyol. Hal ini membuat masyarakat mendatangi rumahnya dan menyumbang untuk didoakan, tutur Ravando. Waduh. Aji mumpung. (***)

 

Penulis adalah pemerhati social dan kebangsaan.

Post a Comment

0 Comments