Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Inemorium Neta Saputra Pane: Selamat Jalan Net...

Neta S. Pane semasa hidup. 
(Foto: Istimewa)   



Oleh: M. Nigara

 

NETA Saputra Pane, akhirnya berpulang menghadap Sang Khalik, Rabu (16/6/2021), di Rumah Sakit Mitra Keluarga, Bekasi. Ketua Presudium IPW ( Indonesia Police Watch ) itu menyerah juga saat menghadapi Covid-19, tepat jam 10.40.

Tahun 1992-93, saya baru intense dengan Neta, meski mengenal anak Medan yang satu ini sudah jauh lebih lama. Terbuka dan apa adanya, itu kesan pertama saya dengan Neta.

Menjelang 1995, Neta, Triyono Wahyudi, dan Asro Kamal Rokan, datang ke saya (saat itu Direktur Media Bakrie) membawa konsep Koran Merdeka yang akan dilepas keluarga Pak BM Diah. Bakrie saat itu saru-satunya grup usaha yang sudah memiliki bisnis multi-media.

Pertama Media Go, lalu Nusra yang berganti menjadi Nusa (Bali), dan Sinar Pagi. Sebelumnya sudah ada Antv, radio Pro-3 FM (kerjasama dengan RRI), dan dua radio swasta di Jakarta serta Bogor. Ketika saya tawari koran Merdeka yang konsepnya dibawa trio Beta, Asro, dan Triyono, Bos besar langsung setuju.

Tapi dalam perjalanan banyak terkendala, maka bos meminta saya untuk bergeser ke Berita Buana (BB) milik Pak Bowo. Dari trio, akhirnya hanya duet Neta dan Tri yang ikut ke BB. Saya, Neta, Tri, dan Bari Sihotang (adik Tommy Sihotang) yang membuat konsep BB baru. Awalnya koran pagi, kami ubah menjadi sore. Beberapa hari menjelang 21 Mei 1998, saat Pak Harto lengser, BB Sore kami launshing.

Neta saat itu memang menjadi tulang-punggung BB. Neta juga selalu ada di tempat ketika kuartet reformasi itu bertemu. Gus Dur, Amien Rais, Sultan Hamengkubuwono X, dan Megawati, mematangkan gerakan. BB sore saat itu tak pernah kecolongan apa pun dari gerakkan reformasi.

Lalu, Neta juga menjadi wartawan pertama dan satu-satunya  yang bisa bertemu serta mengikuti langkah Panglima Gam, Abdullah Sjafii di hutan-hutan. Seingat saya lebih dari tiga minggu Neta berada bersama para petinggi Gam. Beberapa bulan setelah itu, Panglima Gam, tewas bersama istri dan beberapa petinggi Gam, tepatnya 22 Januari 2002 di hutan Jim-Jim, Pidie.

Begitu dekatnya Neta dan BB dengan Gam, tak heran jika akhirnya BB dianggap koran yang membela Gam. Hampir semua penjelasan Gam oe publik, BB, khususnya Neta memperoleh keterangan dari tangan pertama.

Tahun 2001 akhir menjadi tahun terakhir saya, Neta, dan Bari di BB. Ada yang tidak sehat di koran itu. Baik Neta maupun Bari, meski saya katakan tak usah mundur, keduanya juga ikut hengkang. "Kami di BB karena Bang Nig, Abang mundur, kami juga mundur," kata keduanya.

Indonesia Police Watch (IPW)

Pada 2000, Neta, Atar, dan beberapa teman eks Koran Merdeka, memang sudah memiliki kesibukan lain. "Kami difasilitasi Pak Bimantoro membentuk ormas Indonesia Police Watch," kata Neta.

Atar adalah sahabat Pak Bimantoro. Saat itu lembaga kepolisian sedang terus bersosialisasi untuk lepas dari ABRI. Ormas ini menjadi penting karena Pak Bimantoro butuh analisa-analisa yang netral.

Saya pun diminta dan ditunjuk menjadi anggota dewan kurator. Saat itu, IPW memiliki gerakan yang suka atau tidak, diakui atau tidak ikut membantu membangun pemahaman pihak lain bahwa pentingnya kepolisian berada di luar ABRI.

Tapi, IPW yang solid berakhir juga. Neta dan Atar pecah kongsi, tapi ruh dari IPW memang ada di tangan Neta. Maka meski tidak ada Atar lagi, IPW tetap berjaya. Bahkan hingga menjelang masuk rumah sakit Mitra Keluarga, 5 Juni 2021, dan ketika akhir khayat menjemput, Neta tetap memegang kendali IPW.

Selamat jalan Net, semoga seluruh khilafmu ditutup Allah. Semoga rahmat Allah tercurah untukmu. Semoga kebaikan dan kebajikanmu  dilipatkan-ganda oleh Allah. Dan semoga Allah menempatkanmu di tempat terbaik.

Aamiin ya Rabb...

 

Penulis adalah Wartawan senior

Mantan Wakil Pemimpin Umum Berita Buana (PU BB)

Mantan Wakil Sekretaris Jenderal Persatuan Wartawan Indonesia (Wasekjen PWI)

Post a Comment

0 Comments