Presiden Joko Widodo saat tampil di Kompas Tv: ucapkan bipang. (Foto: Istimewa) |
PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) mengatakan menjelang Lebaran
yang masih dalam suasana pandemi, Pemerintah melarang mudik untuk keselamatan
bersama. Jokowi pun mengajak masyarakat untuk membeli makanan lokal pada musim
mudik 2021.
"Untuk bapak ibu dan saudara-saudara yang rindu kuliner
khas daerah atau yang biasanya mudik membawa oleh-oleh tidak perlu ragu untuk
memesannya secara online," kata Jokowi dalam video yang yang disiarkan di
stasiun televisi swasta, yang viral di media sosial (medsos), khususnya Twitter,
Sabtu (8/5/2021).
Presiden Jokowi, bahkan ikut meng-endorse bipang (babi
panggang) Ambawang, yang tentunya bagi seorang muslim haram untuk
mengkonsumsinya.
"Yang rindu makan gudeg Yogya, bandeng Semarang, siomai
Bandung, pempek Palembang, bipang Ambawang dari Kalimantan, dan lain-lainnya,
tinggal pesan," ungkap Presiden Jokowi.
Penyebutan bipang Ambawang ini tentu saja menyakiti hati
umat Islam. Sebab, Lebaran idul Fitri yang sebentar lagi datang adalah lebaran
umat Islam, di mana di dalamnya ada tradisi lebaran dirayakan dengan menyiapkan
beragam makanan sebagai suguhan bagi tamu yang datang.
Presiden telah gagal menyelami suasana kebatinan umat Islam,
karena itu kepada Tuan Presiden Joko Widodo kami sampaikan kepada Anda;
📌 Pertama, Anda
sebenarnya telah cacat moral melarang mudik dengan alasan pandemi, sementara
Anda sendiri melanggar protokol kesehatan dengan membuat sejumlah agenda yang
menimbulkan kerumunan. Anda juga menjadi tak layak diambil sebagai teladan,
karena di tengah kebijakan melarang mudik Anda membiarkan Tenaga Kerja Asing (TKA)
China berdatangan dengan mengizinkan membuka rute penerbangan Jakarta - Wuhan,
kota asal muasal virus Covid-19.
Sudah terlalu banyak kebijakan yang Anda buat tidak
konsisten, mencla mencle, isuk dele sore tempe. Rakyat Anda pasung dengan isu
pandemi, sementara mal, pusat belanja dan pariwisata, Anda biarkan bebas
beroperasi.
📌 Kedua, Kami mudik
rindu kampung halaman, rindu emak, rindu bapak, rindu adik dan kakak, rindu
teman SD (Sekolah Dasar), rindu sanak famili, rindu segala hal tentang masa
lalu kami. Dengan mudik, semua itu terobati karena saat mudik semua berkumpul
di kampung.
Kalau pulang bukan saat lebaran, kampung sepi, rindu kami
kepada sejumlah teman SD, teman Sekolah Menengah Pertama (SMP), teman Sekolah
Teknik Menengah (STM), rindu sanak famili, rindu segala hal tentang masa lalu
kami, tidak mungkin terobati.
Jadi, makanan hanya salah satu faktor saja. kalau cuma rindu
makanan, di Jakarta kami bisa dapatkan makanan apapun dari citra seluruh
Nusantara, dari gudeg Jogja hingga rendang Padang. Tapi bukan itu tuan
Presiden, kami rindu rendang bikinan emak, menikmatinya di samping emak, sambil
merasakan semilir sejuk angin kampung, jauh dari kebisingan kota Jakarta, serta
sesaat bisa melepaskan kejengkelan pada janji janji palsu tuan Presiden.
📌 Ketiga, ini Hari Raya
idul Fitri, bukan Imlek atau Natal. Apa urusannya Tuan Presiden minta kami
pesan Bipang Ambawang (Babi Panggang)❓ Kami menghormati non muslim
yang mengkonsumsinya, tapi kami tak habis fikir bagaimana mungkin ada seorang
Presiden yang beragama Islam mengajak rakyatnya yang mayoritas muslim
mengkonsumsi babi❓ Dan itu dilakukan saat
menjelang Hari Raya Idul Fitri❓
Sudah sudah tuan Presiden, stop menyakiti hati kami umat
Islam. Anda telah gagal menyejahterakan kami, jangan menambah kemarahan dengan
melukai hati kami. Kami tak ingin, berlebaran dengan memendam dendam atas
ucapan Anda yang tidak berempati kepada nasib kami. (***)
Penulis adalah Sastrawan Politik.
0 Comments