Ilustrasi berat meminta maaf. (Foto: Istimewa) |
BIPANG Ambawang adalah "sumber kegaduhan baru"
yang dilontarkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), ketika mengajak warga
masyarakat yang dilarang mudik untuk membeli secara daring makanan khas daerah.
Bipang (babi panggang) Ambawang adalah kuliner khas Ambawang, Kabupaten Kubu
Raya, Kalimantan Barat (Kalbar). Jelas makanan haram bagi umat Islam.
Apakah Jokowi tidak mengerti kepanjangan bipang, keseleo
lidah atau ketidaksengajaan, dia jelas salah. Itu karena dia mengucapkannya
dalam konteks mengajak warga masyarakat merayakan Idhul Fitri, hari raya umat
Islam.
Apa Jokowi lantas minta maaf? “Pemimpin kita terlalu sulit
mengakui suatu kekeliruan. Tidak ada salahnya jika meminta maaf atas kekeliruan
itu,” kata politikus PDIP Kapitra Ampera. Dia juga mengkritik upaya para
pembantu Presiden Jokowi yang justru mencari pembenaran atas kesalahan fatal
tersebut. Ibarat anjing yang selalu membela tuannya.
Jokowi mungkin tergolong non-apologis, orang yang sulit
meminta maaf. Non-apologis tidak pernah bisa mengakui kesalahannya, karena hal
itu memicu ketidaknyamanan bagi mereka. Bagi beberapa bos, ketakutan terbesar
mereka adalah jika mereka terlihat lemah karena mengakui kesalahan.
Oleh karena itu, mereka mencoba mempertahankan citra
kesempurnaannya. Padahal, "penolakan untuk mengakui kesalahan" jelas
merupakan salah satu tanda seorang pemimpin yang lemah. Itu saja banyak
pemimpin yang tidak tahu. Suatu survei menunjukkan semakin tinggi suatu
tingkatan manajemen, semakin sulit mereka untuk meminta maaf.
Tentu ada perkecualian. Orang-orang sedikit kaget dengan
permintaan maaf yang sangat jelas dan langsung oleh kepala Volkswagen Group of
America, Michael Horn. Permintaan maaf tersebut keluar sesaat setelah VW
ketahuan melakukan kecurangan pada tes emisi.
"Perusahaan kami sebenarnya jujur. Tapi, kami telah
benar-benar kacau. Kami berkomitmen untuk melakukan apa yang harus dilakukan
dan akan mulai mengembalikan kepercayaan Anda," kata dia dan diikuti oleh
mundurnya CEO VW Martin Winterkorn.
Sejumlah pemimpin dunia mengakui kelemahan dan meminta maaf
atas kesalahan mereka dalam menangani pandemi Covid-19. Perdana Menteri
Yoshihide Suga menyatakan permintaan maafnya atas kegagalan pemerintah Jepang
memberikan layanan kesehatan dan perawatan medis yang memadai ketika Jepang
dihadapkan gelombang ketiga penularan corona.
"Sebagai orang yang bertanggung jawab (atas tugas
pemerintah) saya meminta maaf," kata Suga di depan anggota parlemen
seperti dilansir NHK. Permintaan serupa juga disampaikan oleh Perdana Menteri Australia
Scott Morrison, PM Inggris Boris Johnson, Kanselir Jerman Angela Merkel,
Presiden Meksiko Andrés Manuel López Obrador, PM Swedia Stefan Lofven dan Presiden
Brasil Jair Bolsonaro.
Ustadz Buya Yahya mengatakan bahwa orang yang meminta maaf
terlebih dahulu derajatnya lebih tinggi dan lebih dicintai Allah SWT. “Dalam
hadis disebutkan, bahwa orang yang lebih dulu meminta maaf derajatnya di
hadapan Allah SWT lebih tinggi dan lebih dicintai Allah SWT dari yang dimintai
maaf," tuturnya.
Meminta maaf juga tidak perlu menunggu momen khusus seperti
di bulan Ramadhan atau Hari Raya Idhul Fitri. Ustadz Adi Hidayat mengatakan
meminta maaf itu tidak perlu ditunda-tunda. “Meminta maaf itu bukan hanya saat
Ramadhan, tapi setiap waktu,” ujarnya.
Firman Allah SWT, "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan
dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang
disediakan untuk orang-orang yang bertakwa." (QS Ali Imran: 133).
Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah telah
memaafkan ummatku yang berbuat salah karena tidak sengaja, atau karena lupa,
atau karena dipaksa.” (HR Ibnu Majah, Al Baihaqi, Ibnu Hazm).
"Karena masalah bipang Ambawang dan itu jelas salah,
saya mohon maaf kepada umat Islam," kata seseorang. (***)
Penulis adalah pemerhati masalah social.
0 Comments