Armada angkutan PT MPS saat istirahat. (Foto: Bambang TR/TangerangNet.Com) |
Hal tersebut disampaikan oleh Engkim Mahendra selaku
perwakilan mantan karyawan PT MPS kepada para awak media pada Senin (12/4/2021),
di kediamannya kawasan Klapanunggal, Kabupaten Bogor.
Engkim yang bekerja di PT MPS sejak dari tahun 2015,
tiba-tiba bersama puluhan karyawan secara bergiliran di-PHK secara sepihak
oleh manajemen perusahaan. PHK itu dilakukan dengan arogan dan sewenang-wenang
tanpa diberikan hak-hak sebagai karyawan pada 2020.
"Saya dan puluhan karyawan PT Mitraperdana Prima
Service di-PHK secara sepihak tanpa alasan yang jelas dan tanpa diberikan
kompensasi hak-hak kami oleh pimpinan perusahaan tersebut. Padahal pihak UPTD (Unit
Pekaksana Teknis Dinas-red) Pengawasan Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Barat Wilayah
1 Bogor sudah mengeluarkan surat Nota Khusus yang memerintahkan agar saya dan
puluhan karyawan lainnya diangkat menjadi karyawan tetap. Namun malah
sebaliknya, pihak PT Mitraperdana Prima Service malah dengan sewenang-wenang
dan arogan malah mem-PHK kami," ungkap Engkim.
Itu artinya, kata Engkim, pihak perusahaan telah mengabaikan
dan mengangkangi surat Nota Khusus yang telah dikeluarkan oleh UPTD Pengawasan
Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Barat Wilayah 1 Bogor.
Engkim Mahendra membantah laporan pihak PT MPS yang
memberikan keterangan dalam kepesertaan Program BPJS (Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial) Tenaga Kerja bahwa pihak perusahaan telah memberikan gaji/upah
bulanan kepada para karyawan/buruh sesuai dengan UMK (Upah Minumum Kabupaten) Wilayah
Kabupaten Bogor.
"Bohong itu. PT Mitraperdana Prima Service faktanya
tidak pernah menggaji para karyawannya dengan gaji bulanan seperti yang di
laporkan oleh pihak perusahaan dalam kepesertaan program BPJS Ketenagakerjaan,”
tutur Engkim.
Fakta yang sebenarnya, kata Engkim, adalah karyawan hanya
dibayarkan upah kerja berdasarkan sistem borongan. Misalkan hari ini karyawan
diberikan uang jalan Rp 300 ribu, setelah dipotong untuk beli solar, bayar tol,
dan bayar lainnya di tengah jalan. Jika ada sisanya itu yang bisa dibawa
pulang, jika tidak ada sisa nya, ya karyawan pulang ke rumah tanpa membawa uang
sepeser pun.
“Dan kami juga bekerja dengan waktu yang melebihi jam kerja
yaitu bisa sampai 24 jam dan tidak pernah adanya hitungan lembur. Pokoknya
semaunya sendiri saja menerapkan jam kerja kepada kami. Kami ini seperti
pekerja rodi jaman Jepang, kerja tanpa batas jam kerja tapi diberikan upah
semaunya mereka sendiri," ungkap Engkim Mahendra.
Sementara itu, Peri Herdiyana selaku Ketua Serikat Buruh PT
MPS membenarkan Engkim Mahendra merupakan karyawan PT MPS sejak 2015. Sejak
tahun 2020 pihak perusahaan secara sepihak dan sewenang-wenang tanpa adanya
kejelasan dan alasan yang jelas, mem-PHK atau tidak mau lagi mempekerjakan
Engkim Mahendra dan puluhan karyawan sebagai karyawan PT MPS.
"Padahal pihak UPTD Pengawasan Ketenagakerjaan Provinsi
Jawa Barat Wilayah 1 Bogor telah memerintahkan kepada PT Mitraperdana Prima
Service untuk mengangkat Engkim Mahendra dan puluhan karyawan lainnya sebagai
karyawan tetap. Akan tetapi malah sebaliknya, tanpa alasan yang jelas Engkim
dan puluhan karyawan malah di-PHK secara sepihak bahkan tanpa diberikan
hak-haknya," tutur Peri. (btl)
0 Comments