Ilustrasi Gedung KPK yang megah mulai terisi para oknum pecuri dan pemeras. (Foto: Istimewa) |
Hal itu disampaikan oleh Ketua Presidium Ind Police Watch (IPW)
Neta S. Pane melalui Siaran Pers IPW yang diterikam Redaksi TangerangNet.Com
pada Kamis (22/4/2021).
Neta mengatakan IPW khawatir, jika penyidik KPK dari Polri
itu disembunyikan dikhawatirkan ada upaya "melindunginya" dan
kasusnya menjadi abu-abu ditelan bumi. Sebab kasus yang menghancur kepercayaan
publik pada KPK ini bukan yang pertama kali terjadi.
“Januari 2020 KPK juga pernah mengalami kasus yang sangat
memalukan. Personil KPK berinisial IGAS mencuri barang bukti, berupa emas
seberat 1,9 kilogram. Akibat perbuatannya, IGAS akhirnya dipecat dari KPK,”
ungkap Neta.
IPW menilai penanganan kasus IGAS tidak transparan dan
cenderung ditutup-tutupi. Sementara untuk para tersangka korupsi, KPK dengan
gagah berani mempermalukannya dengan rompi oranye dan dipublis ke media massa.
Padahal, aksi pencurian barang bukti korupsi yang dilakukan personil KPK adalah
kejahatan yang lebih bejat dari korupsi itu sendiri.
Seharusnya hukumannya lebih berat, kata Neta, yakni hukuman
mati dan dipermalukan terlebih dahulu dengan rompi oranye serta dipublis di
depan media massa. Artinya, pemecatan terhadap IGAS tidak akan membuat jera.
Tapi akan menjadi preseden yang bukan mustahil akan ditiru personil lain.
Nera mengatakan terbukti aksi memalukan insan KPK kembali
terjadi. Kali ini, oknum penyidik KPK dari Polri diduga memeras Walikota
Tanjungbalai, Sumatera Utara, Syahrial sebesar Rp 1,5 miliar. Polisi dan KPK
kemudian menangkap AKP SR pada Selasa (20/4/2021) lalu. Saat ini AKP SR ditahan
di propam Polri.
IPW mendesak KPK segera memakaikannya rompi oranye dan
digelar di depan media massa. Jangan sampai AKP SR hanya dikenakan sidang etik
dan kembali aktif menjadi polisi. Padahal kejahatan yang diduga dilakukannya
telah menghancurkan kepercayaan publik pada KPK dan lebih bejat dari koruptor
itu sendiri, sehingga layak dihukum mati.
Menurut Neta, jika IGAS proses hukumnya tidak transparan,
jika AKP SR juga proses hukumnya tidak transparan, publik pun akan makin tidak
percaya pada KPK. Bahkan, dengan adanya dua kasus ini publik akan menilai kok
KPK saat ini bisa diisi oleh pencuri dan tukang peras.
“Jika sudah begini buat apa lagi ada KPK di negeri ini?
Bukankah KPK dibubarkan saja karena tidak bisa menjaga marwahnya. Sebab itu
biar ada efek jera, AKP harus diambil KPK dan dikenakan rompi oranye serta
dipajang di depan media, seperti koruptor lainnya,” tutur Neta.
Sebab, kata Neta, kejahatannya lebih parah dari korupsi itu
sendiri. Jika KPK tidak berani melakukan tindakan tegas, bukan mustahil
kejahatan serupa dari internal KPK akan berulang. Contohnya, setelah IGAS yang
mencuri barang bukti, kini muncul AKP SR yang diduga memeras. (*/pur)
0 Comments