![]() |
Maretta, anggota DPRD Banten saat mengunjungi pengrajin tahu tempe. (Foto: DPRD Banten) |
"Kedelai adalah bahan baku utama bagi perajin tempe.
Kenaikan yang begitu besar sangat berdampak terhadap ekonomi perajin tempe
se-Banten," demikian diungkapkan anggota DPRD Banten dari PSI, Maretta.
Maretta menegaskan dampak pandemi terhadap ekonomi sangat berat.
Masyarakat secara umum mengalami penurunan kemampuan konsumsi termasuk konsumsi
makanan harian. Salah satu yang menjadi penyelamat asupan protein bagi rakyat
dengan harga terjangkau adalah tempe dan tahu.
"Kenaikan harga kedelai yang dialami perajin di Banten,
tak hanya memukul margin perajin, namun juga berpotensi mengganggu kontinyuitas
supply tempe bagi masyarakat menengah bawah. Pemprov jangan diam saja. Ini
masalah rakyat kecil yang butuh perhatian," tandas Maretta yang juga
menjabat sebagai Wakil Ketua DPW PSI Banten itu.
Harga kedelai yang bagus kualitasnya semula ada di kisaran
Rp 7.500/kg. Namun saat ini harganya melonjak dalam jangka pendek hingga Rp
10.200/kg di tangan pengrajin tahu dan tempe.
Maretta, bersama Pengurus PSI Serang, bro Nanang & Riad,
langsung turun ke lapangan, menemui perajin tahu tempe di Kopti Serang,
Kecamtan Kramat Watu, Kabupaten Serang pada Selasa, 16 Maret 2021.
"Kenaikan harga kedelai mengakibatkan perajin kesulitan
mempertahankan skala usahanya. Konsumsi kedelai untuk diolah jadi tempe dan
tahu terus merosot. Tentu kondisi ini memprihatinkan,” kata anggota Komisi 2
DPRD Banten itu.
Dalam dialognya dengan Ketua Kopti Serang, Dadan dan perajin
tahu tempe yang ditemui, akibat kenaikan harga kedelai ini perajin hanya mampu
memproduksi 50 kg kedelai per hari dengan keuntungan saat ini hanya bisa
mencapai 50 persen dari keuntungan sebelum kenaikan harga. Pengrajin tidak bisa
menaikkan harga jual karena tidak ada konsumen yang mampu membeli tempe tahu
hasil produksinya.
![]() |
Nanang dan Maretta saat meninjau tempat pengolahan tahu dan tempe. (Foto: DPRD Banten) |
Perajin menyiasati dengan mengurangi ukuran tahu tempe yang
dijualnya, meskipun masih belum bisa mencapai keuntungan yang diharapkan
seperti sebelumnya. Daya beli masyarakat tidak bisa dipaksakan mengikuti
lonjakan harga kedelai ini.
Masih cukup beruntung bagi pengrajin tahu tempe yang
tergabung dalam Kopti (Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia) karena Kopti
masih memiliki kebijakan untuk memberikan pinjaman bagi anggotanya karena
dampak kenaikan ini. Bila tidak, maka biasanya pengrajin bisa terlilit hutang
pada rentenir.
"Perlu dipastikan bantuan usaha kecil pemprov bisa
menyasar ke perajin tahu tempe. Pemprov juga wajib mengajak serta kota dan
kabupaten di Banten untuk serentak turun membantu perajin tahu tempe,"
tegas Maretta.
Maretta mengaku sedih saat interaksi dengan perajin. Saat
ini untuk bertahan hidup sungguh berat. Hal-hal yang sederhana seperti
memberikan uang jajan pada anak dan cucu menjadi sungguh sulit dilakukan.
"Sebagai seorang ibu, tentu saya sedih melihat keluarga
perajin tempe dan tahu bahkan tak mampu memberikan uang jajan untuk anak
cucunya. Ini hal sederhana yang biasa dilakukan untuk membahagiakan anak
cucunya." Katanya.
Penurunan pendapatan dibenarkan oleh Dadan. Kopti pun
keberadaannya makin berat. Semangat koperasi yang dibangun dari awal adalah untuk
menyejahterakan anggotanya jadi terimbas karena menurunnya pendapatan
pengrajin. Namun demikian, Kopti tetap berkomitmen memberikan bantuan bagi
anggotanya membutuhkan.
Upaya Kopti untuk memperjuangkan nasibnya ke Pemerintah
pusat tidak mendapat respon positif. Kopti berharap kembali pada kebijakan awal
agar Bulog (Badan Urusan Logistik) yang menangani import kedelai dan
didistribusikan melalui Kopti. Saat ini pasar terlalu bebas menentukan harga
dari importir.
Fungsi pengawasan terhadap harga yang berkembang cenderung
tidak terkontrol karena harga terkesan dibiarkan ditentukan oleh importir.
Ketika terjadi kenaikan harga seperti ini, Kopti hanya bisa pasrah menerima
harga yang ada. Bahkan bisa terjadi harga di Kopti akan lebih mahal sedikit
dibandingkan dengan toko sebelah. Namun demikian hal ini terjadi karena
Koperasi memang menyisihkan alokasi untuk kesejahteraan bersama anggota.
"Pemprov Banten harusnya membantu perajin. Menyampaikan
aspirasi ke kementerian dan mencari jalan keluar bersama. Bukan diam saja dan
berkilah itu sebagai mekanisme pasar belaka," jelas Maretta.
Maretta menambahkan Pemerintah pusat maupun daerah kurang
berpihak pada masyarakat kecil. Kemeenterian Pertanian (Kementan) pernah
menjanjikan harga kedelai turun pada bulan Januari. Tapi yang terjadi justru
sebaliknya.
"Selain menjalin komunikasi dengan kementerian, Pemprov
perlu memaksimalkan peran Koperasi seperti Kopti ini. Alangkah baiknya ada
pembinaan dan dukungan terutama bagi koperasi yang masih berjuang mewujudkan
komitmen anggotanya seperti Kopti Serang ini," imbuhnya.
Maretta berharap ranah pembinaan yang bisa dilakukan oleh Pemprov
Banten mampu membantu menguatkan kembali fungsi koperasi untuk menyejahterakan
anggotanya.
Hal ini juga dibenarkan Dadan bahwa selama ini belum ada
perhatian dari Pemprov untuk mendukung perjuangan kopti ini.
"Permintaan kami agar harga kedelai dapat kembali di
level Rp 7.500 - 8.500 per kilogram, jangan sampai lebih dari itu. Beri
kepastian standar harga kedelai yg dijamin pemerintah," kata Dadan.
PSI tergerak untuk mengawal upaya pemerintah dalam upaya
pengendalian harga kedelai hingga di pengrajin. PSI akan bergerak menyuarakan
aspirasi /jeritan pengrajin kedelai ini di tiap wilayah kabupaten /kota di
Indonesia, agar kiranya Pemerintah baik pusat maupun daerah akan serius
menanggapi permasalahan ini.
"Kehadiran Pemprov sangat urgent untuk memastikan
ketersediaan kedelai di tingkat perajin agar perajin dapat tetap berproduksi.
Jangan sampai pengrajin tempe gulung tikar," kata Maretta menutup
pembicaraan. (advdprd)
0 Comments