Pengurus FKMTI di Bareskrim Polri, Jakarta. (Foto: Bambang TR/TangerangNet.Com) |
“Saya mewakili 600 KK (Kepala Keluarga-red) di wilayah
Kirai, berharap Bapak Kapolri yang baru, bisa membantu kami. Kami ingin
mengurus sertifikat tanah, tapi nyatanya di situ sudah ada sertifikat atas nama
orang lain yang kita sendiri tidak kenal. Padahal selama 35 tahun tinggal di
situ, bikin sertifikat tidak bisa,” ungkap Santoso, perwakilan warga Kirai,
Cipete Utara, Kebayoran Baru.
Santoso mengakui ketika ada Program Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap (PTSL), pihaknya berusaha mengajukan pembuatan sertifikat.
"Namun, kami dinyatakan kurang berkas saat mengurus di
lembaga pertanahan.Tapi tak dijelaskan kurang berkasnya apa, sampai sekarang.
Padahal pengukuran sudah dilakukan. Sampai sekarang kami belum juga memiliki
sertifikat," tuturnya seraya menyebutkan luas tanah di Kirai yang
dipersoalkan mencapai 5,6 hektar atau terdiri dari 3 Ruku Warga (RW).
Warga lain yang melaporkan persoalan tanahnya antara lain Edi
Kartono, Zubaidah, Ani Sricahyani, Nugroho, dan Sutarman Rusli.
Edi Kartono melaporkan ada sertifikat di atas tanah giriknya
seluas 8150 meter persegi di Cakung, Jakarta Timur. Padahal, menurut surat
keterangan Kepala Kantor Pertanahan JakartaTimur, belum ada alas haknya
sertifikat tersebut.
Selain itu, sertifikat yang terbit tahun 2011 baru diajukan
pada tahun 2012. "Ini aneh, ada sertifikat terbit tahun di atas tanah
girik saya, terbitnya tahun 2011 tetapi baru diajukan pada tahun 2012.
Seperti sudah STNK, BPKB mobil baru, padahal masih inden, mobilnya belum ada
tapi sudah ada no rangka, no mesinnya. Ini pasti ada tindak pidana, kok bisa
terbit sertifikat asli. Kapan belinya, sama siapa, kapan diajukan jadi sertifikat,
harus jelas," ungkap Edi.
Edi menjelaskan juru ukur BPN juga mengaku tidak ada
permintaan pengukuran secara resmi untuk terbitkan sertifikat tersebut. Dia
hanya mengukur di atas meja. Edi sudah melaporkan kasus perampasan
tanahnya ke Polres Jakarta Timur. Sedangkan Sutarman Rusli sudah 14 kali melaporkan
kasus perampasan tanah orang tuanya seluas 2.5 ha di Serpong, Kota Tangsel,
Banten.
"Di atas tanah tersebut terbit SHGB pada tahun 1994.
Padahal, saat itu tanah tersebut sedang sita jamin pengadilan. Putusan inkrah
pengadilan juga menyatakan girik C913 atas nama The Kim Tin adalah sah milik
Rusli Wahyudi. Pihak BPN sendiri bilang, tidak bisa terbit sertifikat saat sita
jamin. Ini tanah girik orang tua saya beli dari The Kim Tin, saat almarhum masih
hidup. Hanya satu anaknya, The On, menggugat di pengadilan setelah
bapaknya meninggal. Jadi, melanggar hukum jika girik tersebut dijual The On dan
bisa jadi sertifikat," ungkapnya.
Sutarman menjelaskan pada 2019 Kantor Pertanahan Kota
Tangsel sudah membuat surat bahwa belum menemukan warkah SHGB No. 662 dan 698
di Lengkong Gudang. Ini sejalan dengan Putusan Komisi Informasi sampai Inkrah
di Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan tidak ada catatan jual-beli atas girik
C-913.
"Jadi jelas ada cacat administrasi penerbitan SHBG di
atas tanah girik milik ayah saya. Tidak catatan jual belinya, terbit saat
sita jamin. Saya sudah lapor polisi sudah 14 kali. Semoga kali ini, bisa
dituntaskan dan pelaku perampasan ditangkap," tandasnya.
Pada kesempatan tersebut Ketua FKMTI Supardi Kendi Budiarjo
memberi dukungan penuh kepada Kapolri untuk mengusut tuntas kasus mafia tanah.
Dia berharap Kapolri mengajak audiensi FKMTI dan perwakilan korban mafia tanah.
Melalui audiensi tersebut, nantinya FKMTI akan menyerahkan data yang dimiliki
oleh para korban mafia tanah.
“Kami yang tergabung dalam FKMTI, jumlahnya ribuan orang,
termasuk saya. Kami adalah korban dari mafia tanah. Kedatangan kami hari ini
adalah untuk menyampaikan surat dukungan kepada Pak Kapolri, sehubungan dengan
perintah Presiden Jokowi untuk memberantas mafia tanah sampai dengan
beking-bekingnya. Pak Kapolri jangan ragu, FKMTI siap mendukung Bapak, kami
memiliki data, kami korban langsung,” papar Supardi Kendi Budiarjo.
Sebagai korban, Budiarjo paham betul pola perampasan tanah
yang dilakukan oleh para mafia tanah. Dia juga mengetahui betul siapa saja yang
terlibat atau oknum-oknum di dalamnya.
Sebelumnya, Sekjen FKMTI Agus Muldya menantang adu data
secara live di televisi untuk membuktikan siapa yang benar dan siapa yang salah
terkait masalah pertanahan yang telah menyengsarakan banyak orang di Tanah Air.
"Tinggal buka saja data awal kepemilikan tanah hingga
menjadi sertifikat. Sertifikat kan yang menerbitkan BPN. Kalau ada 2 sertifikat
asli tapi di satu bidang tanah, artinya ada tindak pidana, harus dibongkar dan
ditindak tegas oknum yang jadi beking mafia perampas tanah," tuturnya. (btl)
0 Comments