Rombongan FKMTI saat berkunjung ke kantor Ombudsman RI di Jakarta. (Foto: Bambang TR/TangerangNet.Com) |
Ketua FKMTI tersebut menerangkan perampasan tanah itu
berbeda dengan sengketa tanah. Dalam perampasan tanah itu ada "Mal
administrasi" yang dilakukan oleh oknum pejabat sehingga tanah milik
korban beralih kepemilikannya.
Perampasan tanah tersebut banyak terjadi di berbagai wilayah
di Indonesia dan penyelesaian konflik lahan perampasan tanah rakyat tersebut
sudah diperintahkan dengan tegas oleh Presiden Jokowi sejak dua tahun silam.
"FKMTI adalah organisasi yang fokus dalam pemberantasan
Mafia Tanah di Indonesia. Hari ini meminta atensi dan saran dari Ketua Komisi
Ombudsman RI atas hasil telaah Ombudsman di daerah yang menurut kami belum
memenuhi unsur keadilan dan jauh dari pembahasan pokok masalah yang seharusnya
menjadi jawaban dari Ombudsman. Jangan sebaliknya, jawaban Ombudsman menjadi
tameng bagi mafia perampas tanah," tutur Budiardjo di kantor Ombudsman,
Jakarta, Kamis (28/1/2021).
Budiardjo yang juga korban perampasan tanah tersebut sudah
melapor dan telah menerima surat dari Ombudsman dengan no No. B / 905 /
RM.01.02-34 / 0223.2018 / XII / 2020 tanggal 30 Desember 2020. Budiardjo
melaporkan tanah miliknya yang telah dibangun oleh PT Bangun Marga Jaya.
Bangunan yang berdiri di atas tanah miliknya tersebut telah
dinyatakan harus dibongkar karena Izin Mendirikan Bangunan (IMB)-nya telah
dibatalkan oleh Pemda DKI tetapi hingga saat ini belum pernah ada tindak
lanjutnya sampai saat ini.
Menurut Budiardjo, Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya
masih belum memenuhi unsur keadilan karena tidak memberikan sanksi apapun atas
pelanggaran mal administrasi yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional
(BPN) dan Dinas Pemerintah DKI yang tidak melakukan tindakan sesuai ketentuan
aturan yang berlaku.
Budiardjo menjelaskan selain dirinya, sejumlah korban
perampasan tanah juga sudah melapor kepada Ombudsman daerah, antara lain
Rusli Wahydi. Rusli Wahyudi juga telah menerima Surat Ombudsman No. B - 0513 /
LM.29-10 / 03649.2020 /XII / 2020 tertanggal 18 Desember 2020. Rusli Wahyudi
melaporkan bahwa BPN yang telah menerbitkan Surat Keputusan (SK) penerbitan
SHGB No. 662 / Lengkong Gudang dan No. 668 / Lengkong Gudang diatas tanah milik
RUSLI WAHYUDI bersurat Girik C No. 913 persil 36 dan 41 yang saat itu sedang
dalam sita jaminan oleh Pengadilan Tangerang.
Hal ini berdasarkan informasi yang didapat baru-baru ini
dari Komisi Informasi Publik (KIP) Provinsi Banten. Atas dasar tersebut Rusli
Wahyudi melapor kepada Ombudsman RI karena diduga telah terjadi mal administrasi
pendaftaran sertifikat tanah yang sedang dalam keadaan posisi sita jaminan.
Namun, Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Banten yang
menangani laporan tersebut telah menyatakan laporan tersebut tidak dapat
diterima/ditolak karena telah melewati jangka waktu lebih dari 2 tahun masa
terjadinya. Padahal, Putusan Komisi Informasi (KIP) Banten baru saja diterima
tahun 2019 sehingga belum lewat dari masa 2 tahun tersebut.
Selain Budiardjo dan Rusli Wahyudi, drg. Robert Sudjasmin
juga sudah melapor dan menerima surat Ombudsnab dengan No. B / 648 / LM.29
- 34 / 0652.2020 / IX / 2020 tertanggal 30 September 2020. Robert melaporkan
Badan Pertanahan Nasional (BPN) karena tidak mengembalikan surat Sertifikat
milik Robert yang didapatnya dari Lelang Negara Nomor : 33 8 / 1989–1990.
Robert menilai BPN telah melakukan Mal administrasi karena
permohonan seluruh biaya balik nama telah lunas dibayar, akan tetapi
Sertifikat Asli nya tidak diserahkan kembali kepada pemiliknya.
Pembatalan sertifikat milik Robert yang dibeli dari Lelang
Departemen Keuangan RI tidak ada hubungannya dengan putusan pengadilan. Sebab
tidak ada kata-kata yang menyatakan sertifikat SHM 139/Pegangsaan 2 telah
dibatalkan dalam putusan tersebut dan nomor Risalah Lelang yang dinyatakan
tidak sah adalah nomor 388. Padahal, nomor risalah lelang Robert Sudjadmin
adalah 338.
Apalagi Departemen keuangan juga sudah mengeluarkan surat
pada akhir Desember 2019 yang menyatakan tanah lelang tersebut sah dan tidak
ada pembatalan risalah lelang Nomor 338.
"Pak Robert merasa belum mendapat keadilan karena dalam
surat Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya No. B/648/LM.29-34/0652.2020/IX/2020
belum memeriksa para pihak khususnya pihak PT Summarecon Agung, Tbk. Karena
bagaimana mungkin Sertifikat Hak Milik (SHM) tersebut bisa pindah tangan kepada
perusahaan tersebut. Kalau begitu, sama saja dengan mengatakan kalau Departemen
Keuangan telah menipu, melelng tanah Summarecon," tegasnya.
Budi berharap Ketua Ombudsman RI dapat memberikan koreksi
yang diperlukan agar permohonan pelapor dapat diteliti Kembali sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Sedangkan Sekjen FKMTI Agus Muldya Natakusuma menilai upaya
Presiden Jokowi untuk menyelesaikan persoalan konflik lahan masih terhambat
oleh oknum birokrasi. Konflik lahan yang berupa perampasan tanah berbeda dengan
sengketa.
Perampasan tanah sebetulnya mudah diselesaikan. Tinggal
membuka data awal kepemilikan atau warkah tanah saja. Semua korban perampasan
tanah sudah lapor polisi. Namun tidak ada tindak lanjutnya. Jadi, Kapolri yang
baru dilantik Jendral Pol Listyo Sigit Prabowo diharapkan akan bisa
memerintahkan kepadanjajarannya untuk dapat menyelesaikan kasus Perampasan
tanah rakyat agar dapat segera terwujud rasa Keadilan dimata warga masyarakat. (btl)
0 Comments