![]() |
Iskandar Bakri. (Foto: Istimewa/koleksi pribadi) |
DALAM tulisan saya yang lalu tentang kedelai yang
esensinya merupakan salah satu mata
rantai ketahanan pangan nasional ada pembaca yang bertanya apa hubungannya
kedelai dengan ketahanan pangan?
Sekadar ingin menegaskan lagi, bicara ketahanan pangan suatu
negara bukanlah melulu bicara beras. Beras yang menjadi makanan pokok bagi
penduduk Asia hanyalah salah satu aspek dalam konsep ketahanan pangan yang
pernah dicanangkan Food and Agriculture Organization (FAO). Bicara ketahanan
pangan memiliki aspek yang luas bahkan satu sama lainnya mempunyai aspek saling
keterkaitan. Jadi, jika hanya dikaitkan dengan satu aspek masalah maka akan sulit
pembaca menemui jawabannya.
Mengupas aspek kedelai selain dipandang sebagai salah satu
komoditi pangan strategis, juga keterkaitannya dengan eksistensi agroindustri
serta mengurangi ketergantungan terhadapi impor yang berdampak penghematan
devisa negara.
Sebab, ketergantungan kepada bahan pangan dari luar negeri
dalam jumlah besar akan melumpuhkan ketahanan nasional dan mengganggu
stabilitas sosial, ekonomi dan politik (Rasahan, 1999). Maka, langkah
swasembada harus ditempuh karena ketergantungan yang makin besar pada impor
bisa menjadi musibah terutama jika harga dunia sangat mahal akibat stok menurun
(Baharsjah, 2004).
Dari satu aspek kedelai ini saja sudah menjadi tantangan
yang besar bagi Kementerian Pertanian. Karena kita tahu hingga saat ini tingkat
swasembada kedelai saja belum bisa tercapai karena jumlah kebutuhan masih
relatif lebih besar jika dibandingkan dengan jumlah produksi.
Makanya, jangan heran jika hal ini menjadi penyebab impor
kedelai terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Menurut Sinulingga,
peningkatan ketahanan pangan merupakan program utama Departemen Pertanian yang
berdampingan dengan upaya peningkatan kesejahteraan petani dan peningkatan
nilai tambah dan daya saing produk pertanian (Sinulingga, 2006).
Sekadar catatan kecil saja, Indonesia pada 1992 memang
pernah mengalami lonjakan produksi kedelai hingga mencapai 1, 87 juta ton,
tetapi toh pada periode berikutnya menurun kembali dengan tajam. Menurunnya,
kembali produksi kedelai tersebut tentu saja disambut hangat oleh pengusaha
importir pangan.
Terjadinya peningkatan produksi kedelai yang sangat tinggi
pada 1984-1993 adalah sebagai respon terhadap peningkatan luas areal dan
produktivitas, selain di Jawa juga di Lampung dan Sulawesi Selatan. Peningkatan
produksi merupakan konsistensi pemerintah waktu itu sebagai akibat dari
kebijakannya dalam mengendalian impor kedelai, sehingga harga kedelai dalam
negeri tetap memberikan insentif bagi petani demi memproduksi kedelai.
Namun, setelah masa-masa itu berlalu, ketergantungan
Indonesia terhadap impor kedelai semakin besar dan akibatnya ketika berkurangnya
pasokan kedelai di pasar internasional, Indonesia kena dampaknya dimana pada
2008 pernah mengalami lonjakan harga kedelai mencapai dua kali lipat.
Kenapa sedemikian makin parahnya kemandirian kedelai di
dalam negeri, toh kita tahu produksi terus menurun bahkan semakin parah ini
adalah ketika terjadi krisis moneter menerjang Indonesia pada 1998 di mana kita
menandatangani letter of intent (LOI) dengan pihak IMF (International Monetary
Fund/Dana Moneter Internasional) yang konsekuensinya pemerintah dipaksa
membebaskan pihak importir swasta mendatangkan kedelai dari luar negeri.
Parahnya lagi bagi petani kita, terkait pada kebijakan Pemerintah
pasca reformasi pada tahun 2000 dan kebijakan Pemerintah AS (sebagai produsen
utama kedelai dunia) yang memberikan fasilitas kredit lunak bagi importir yang
bersedia mengimpor kedelai dari AS mendapat kredit tanpa bunga selama enam
bulan. Inilah penyebab merosot drastis produksi kedelai dalam negeri karena
tingkat harga kedelai impor lebih murah dibanding kedelai dalam negeri.
Walau bagaimana pun kerasnya hambatan dari luas, namun,
petani kedelai di tanah air masih tetap punya mimpi untuk mewujudkan diri
mereka menjadi produsen kedelai yang merdeka, bebas dari tekanan kolonial gaya
baru. (***)
(bersambung)
Penulis adalah wartawan senior.
0 Comments