![]() |
Dahlam Pido, SH MH (Foto: Istimewa/koleksi pribadi) |
REKENING nasabah merupakan rahasia yang wajib dijaga oleh
pihak bank berdasarkan Undang-Undang (UU) Perbankan No. 10 Tahun 1998 perubahan
atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, karena pada Pasal 1 ayat 28
dijelaskan, bahwa rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya. Sementara di dalam UU
No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, bahwa rahasia bank juga mencakup
informasi investor dan investasinya.
Pada akhir Desember 2020, masyarakat dihebohkan dengan
pemblokiran sementara rekening bank milik Pemimpin Front Pembela Islam (FPI)
Habib Rizieq Shihab, keluarga dan terafiliasi seperti Sekretaris Umum FPI
(Munarman) oleh Pusat Penelusuran dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
PPATK melakukan pemblokiran setelah Pemerintah melarang semua aktivitas dari
organisasi FPI, sampai saat ini sudah ada 7 rekening yang diblokir, di
antaranya yaitu milik anak-anak Habib Rizieq Shihab per 6 Januari 2021,
termasuk rekening milik Sekretaris Umum FPI Munarman.
Munarman mengatakan rekeningnya tersebut digunakan untuk
menampung biaya pengobatan ibunya yang sedang terbaring sakit, hasil patungan
saudara-saudaranya.
Dalam Pasal 2 ayat 1, UU No. 8 Tahun 2010, disebutkan hasil
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari
tindak Pidana: a. Korupsi; b. Penyuapan; c. Narkotika; d. Psikotropika; e.
Penyelundupan tenaga kerja; f. Penyelundupan Migran; g. di bidang Perbankan; h.
di bidang Pasar Modal; i. di bidang Perasuransian; j. Kepabeanan; k. Cukai; l.
Perdagangan orang; m. Perdagangan Senjata gelap; n. Terorisme; o. Penculikan;
p. Pencurian; q. Penggelapan; r. Penipuan; s. Pemalsuan Uang; t. Perjudian; u.
Prostitusi; v. di bidang perpajakan; w. di bidang Kehutanan; x. di bidang
Lingkungan Hidup; y. di bidang Kelautan dan Perikanan; atau z. Tindak Pidana lain
yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih.
Yang menjadi pertanyaan, apakah kriteria Pasal 2 ayat 1 UU
TPPU termasuk rekening FPI dan terafiliasi yang di blokir? Berdasarkan
keterangan PPATK, menyatakan tindakan tersebut dilakukan dalam rangka
pelaksanaan fungsi analisis dan pemeriksaan laporan dan informasi transaksi
keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana
lain.
PPATK melakukan penghentian sementara ini sesuai UU No. 8
Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
dan UU No. 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pendanaan Terorisme.
Demi Penegakan Hukum Yang Adil
Untuk tidak menjadi dilema dan tetap ada kepercayaan masyarakat
terhadap Penegakan Hukum (PPATK atau Lembaga Penegak Hukum), sebaiknya semua
rekening yang mencurigakan dari semua lapisan masyarakat yang terkait dengan Pasal
2 ayat 1 UU TPPU di atas dibuka secara transparan demi terciptanya hukum yang
berkeadilan. Ada anggapan masyarakat bahwa selama ini penegakan hukum pilih
kasih terhadap kasus-kasus pidana yang tersangkut uang. Apalagi pemblokiran itu
terbatas hanya dalam waktu 30 hari kerja, setelah lewat batas tersebut,
pemblokiran harus dicabut.
Dalam melaksanakan fungsi analisis dan pemeriksaan, PPATK
sebagai Lembaga Intelijen Keuangan memiliki kewenangan utama untuk meminta
Penyedia Jasa Keuangan (PJK dan/atau Bank) menghentikan sementara seluruh atau
sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 44 ayat (1) huruf i UU TPPU.
Ketentuan ini terkait dengan Pasal 12 Peraturan Bank
Indonesia No. 2/19/PBI/2000 tentang pemberian perintah atau ijin tertulis
membuka rahasia bank, untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana,
pemblokiran dan atau penyitaan simpanan atas nama seorang nasabah dimungkinkan
setelah ia ditetapkan sebagai tersangka atau terdakwa oleh polisi, jaksa atau
hakim tanpa memerlukan ijin dari pimpinan BI (Bank Indonesia).
Sedangkan pada Pasal 39 ayat 1 KUHAP menerangkan bahwa,
barang-barang yang disita oleh penyidik adalah barang yang diduga ada kaitan
atau digunakan untuk melakukan tindak pidana.
UU Pencucian uang memberikan wewenang kepada PPATK untuk
memblokir rekening mencurigakan tanpa persetujuan pengadilan, dan ketentuan
dalam UU ini, menyatakan bahwa bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas
dan kewenangan PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian
uang akan mendapat sanksi 2 (dua) tahun penjara dan denda Rp. 500 juta.
Langkah maju ini untuk memudahkan pengusutan tindak pidana
sesuai Pasal 2 ayat 1 UU-TPPU yang berkaitan dengan uang. UU ini dinilai
komprehensif karena penyusunannya melibatkan banyak pihak, selain DPR dan para
akademisi serta pakar hukum sejumlah organisasi dan lembaga pemerintah juga
dilibatkan.
Pada ketentuan lain disebutkan pada Pasal 17 ayat (1) UU No.
19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah
diubah dengan UU No.19 Tahun 2000 menyatakan, bahwa penyitaan terhadap
deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu dilaksanakan dengan pemblokiran terlebih dahulu.
Dari uraian penulis di atas dapat kita simpulkan, bahwa ada
lebih dari satu lembaga yang berwenang meminta bank melakukan pemblokiran
rekening. Hal ini yang menyebabkan terjadinya permintaan blokiran rekening oleh
lebih dari satu lembaga secara bersamaan. Oleh karena itu, permintaan pemblokiran
rekening terkait eksekusi perkara perdata tidak bisa serta merta dilakukan
sebelum putusan pidana dicabut pemblokiran rekening tersebut. (***)
Penulis adalah Praktisi Hukum dan Advokat Senior.
0 Comments