Jalan menujut Pesantren Markaz Syariah Agrokultural, Megamendung, Bogor. (Foto: Istimewa) |
Pondok Pesantren itu diketahui milik Imam Besar Front
Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS).
“Secara hukum dilihat dari aspek hukum perdata dan hukum
acara perdata PT PN VIII keliru dan tidak memiliki alasan hukum untuk meminta pihak
HRS mengosongkan lahan tersebut. Kecuali ada putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap yang memutuskan bahwa kedudukan pihak pesantren atau
HRS sebagai pembeli beritikad baik dibatalkan. Dengan kata lain somasi tersbut
prematur dan salah pihak,” ujar Munarman di Jakarta, Sabtu (26/12/2020).
Munarman dan lima advokat lainnya yakni Sugito Atmo Pawiro,
SH, MH, M. Ichwanudin Tuankotta, SH, MH, Aziz Yanuar P, SH, MH, MM, Nasrullah
Nasution, SH, MKn, dan Yudi Kosasih, SH, ditunjuk oleh HRS sebagai kuasa hukum
untuk melayani somasi yang dilayangkan oleh PTPN VIII.
“Bahwa atas bukti-bukti jual beli antara klien kami dengan
pengelola dan pemilik juga sudah sangat lengkap dan diketahui oleh perangkat desa,
baik RT, RW setempat. Kemudian terhadap surat tersebut telah ditembuskan kepada
Bupati Kabupaten Bogor dan Gubernur Jawa Barat, sehingga legal standing klien
kami dalam menempati dan mengusahakan atas lahan tersebut tidak dengan cara
melawan hukum,” ucap Sugito Atmo.
Dan hal itu, kata Sugito, telah sesuai dengan kaidah-kaidah
hukum pembeli dilindungi itikad baik sebagaimana Surat Edaran Mahkamah Agung
telah menegaskan hal ini dalam Putusan MARI No. 251K/Sip/1958 tanggal 26
Desember 1958 yang kaidah hukumnya berbunyi : “Pembeli yang telah bertindak
dengan itikad baik harus dilindungi dan jual beli yang bersangkutan haruslah
dianggap sah”.
Sugito menyebutkan PTPN VIII, sudah lebih dari 25 tahun
menelantarkan dan tidak mengelola langsung lahan tersebut, dan ada 9 Surat Hak
Guna Usaha (SHGU) PTPN VIII yang sudah dibatalkan oleh putusan pengadilan yang
telah berkekuatan hukum tetap (Tingkat Kasasi Mahkamah Agung). Di dalam sistem
hukum agraria, lahan-lahan tersebut adalah merupakan lahan bebas.
“Karena HGU hapus dengan sendirinya apabila lahan
ditelantarkan oleh pihak penerima HGU. Dan otomatis menjadi objek land reform,
yaitu memang dialokasikan untuk kepentingan rakyat,” ucap Sugito.
Sugito menjelaskan jawaban atas somasi PTPN VIII No.
SB/I.1/6131/XII/2020, tertanggal 18 Desember 2020, akan dilayangkan pada Senin
(28/12/2020). “Jawaban atas somasi PTPN VIII, kami akan sampaikan Senin,” tutur
Sugito. (*/pur)
0 Comments