Nurul Amalia (jilbab) dalam suatu kegiatan persidangan di pengadilan. (Foto: Bambang TR/TangerangNet.Com) |
"Perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan
yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan
secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa, a. Pembunuhan (Pasal 9 butir
a)," ujar Direktur PAHAM DKI Jakarta Nurul Amalia kepada wartawan, Kamis
(10/12/2020).
Nurul Amalia menjelaskan Pasal 9 butir a Jo. Pasal 7 huruf b
UU 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (UU 26/2000), dan para
pelaku dapat diadili di Pengadilan HAM.
Menurut Nurul Amalia berdasar Pasal 9 butir a UU 26/2000
tersebut dapat diduga adanya pembunuhan sistematik (systematic killing). PAHAM
DKI Jakarta menuntut kepada Komnas HAM untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM
Berat tersebut, dan menuntut agar hasil penyelidikan dapat segera dilimpahkan
kepada Jaksa Agung agar dapat segera dilakukan penyidikan, bukan hanya sebatas
membentuk Tim Pencari Fakta.
Berdasar ketentuan Pasal 19 UU 26/2000 Komnas HAM, kata
Nurul, dimandarkan sebagai penyelidik dapat membentuk tim ad hoc terdiri atas
Komnas HAM dan unsur masyarakat untuk melakukan penyelidikan pelanggaran HAM
Berat. Begitupun juga dengan Jaksa Agung yang dimandatkan sebagai Penyidik
pelanggaran HAM berat dapat mengangkat penyidik ad hoc dari unsur pemerintah
dan/atau masyarakat sebagaimana ketentuan Pasal 21.
Nurul mengatakan dugaan systematic killing terhadap 6 orang
laskar FPI (korban) dapat dikatakan telah memenuhi unsur dalam Pasal 9 butir a.
Pelaku penyerangan yang menyebabkan tewasnya 6 orang laskar FPI telah melakukan
pelanggaran HAM Berat, karena korban 6 orang laskar FPI adalah penduduk sipil
yang baik dan tidak sebagai terduga pelaku kejahatan apapun. Sekalipun korban 6
orang tewas ini diduga sebagai pelaku kejahatan, maka tidak dapat dihilangkan
nyawanya tanpa ada putusan pengadilan yang tetap (extra judicial killing).
(btl)
0 Comments