![]() |
Setelah diusir dari ruang sidang, penasihat hukum dan jaksa terjadi perbincangan hangat. (Foto: Suyitno/TangerangNet.Com) |
“Kena apa, kami sebagai penasihat hukum korban tidak diperbolehkan
mendampingi saksi korban,” ujar Mirzayadi, SH.
Mirzayadi dan Bahtiar, SH mendampingi perkara tersebut atas
permintaan korban dan keluarga korban. Alasan pendampingan dari keluarga korban
karena adanya ketimpangan dalam menangani perkara dengan pasal 82 Undang Undang
No. 35 tahun 2014 tentaung Perlindungan Terhadap Anak.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Triade Margareth, SH sebagai jaksa
Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan (Tangsel) mengatakan, "Korban sebagai
saksi dan orang tua korban dari awal tidak didampingi kuasa hukum”.
Hal itu diungkap Mirzayadi
saat diucapkan Jaksa Triadi ketika berlangsung di ruang sidang tertutup itu.
“Saya menanyakan dasar hukum tidak boleh mendampingi korban di
persidangan. Dasar hukumnya saat di ruang sidang Jaksa Penuntut Umum tidak bisa
memberikan alasan,” ucap Mirzayadi.
Hakim Tunggal Subchi Eko Putro, SH MH juga menolak kehadiran
penasihat hukum korban di persidangan. Alasan hakim sidang tertutup tidak boleh
pihak lain mengikuti persidangan.
Ketika ditanya dasar hukumnya oleh Bahtiar, Hakim Subchi Eko
Putro juga bungkam tidak bisa menjawab.
Hakim Subchi Eko Putro menunda sidang karena penasihat hukum
korban diusir dari ruang sidang. Setelah di konfirmasi ke Humas Pengadilan
Negeri (PN) Tangerang, penasehat hukum korban dan orang tuanya diperbolehkan
masuk ke ruang sidang dengan sarat tidak boleh ikut bicara.
Bahtiar dan Mirza mengatakan dalam ruang sidang tertutup
saksi korban dan orang tuanya dimintai keterangan sesuai Berita Acara
Pemeriksaan (BAP). Ketika kuasa hukum terdakwa mendapat kesempatan bertanya kepada
saksi korban dan orang tua korban. Jaksa Langsung mencecar dengan barang bukti
yang tidak pernah korban lakukan.
Kuasa hukum korban menanyakan WhatsApp dan foto kalau korban
menunjukan barangnya ke terdakwa. Saksi
korban menjawab sembari menangis, “Murah amat diri saya, tidak mungkin saya
lakukan semua itu”.
Sapinah orang tua korban (bunga ) merasa kesal penanganan
anaknya dari kepolisian sampai sidang di pengadilan hanya dijadikan bola,
lempar sana lempar sini.
Menurut Sapinah, di Polsek Pondok Aren juga Sapinah tidak
boleh mendampingi anaknya oleh polisi. Sampai Kejaksaan juga dilarang sama Jaksa.
Sekarang sampai pengadilan pun masih dilarang tidak boleh mendampingi anaknya
sebagai korban.
“Saya orang kampung, buta hukum, tidak mengerti hukum.
Paling tidak, saya dib
eri kesempatan bicara. Setelah saya dibantu Pak Mirza sama
Pak Bahtiar masalah untuk mendampingi anak saya supaya bisa mendapat hak
hukumnya. Ternaya penasihat hukum juga dilarang oleh Jaksa dan Hakim,” ujar
Supinah sambil menyeka air mata.
“Saya juga tidak habis mengerti. Itu terdakwa BAJ sampai sidang
juga masih didampingi Bapak Kanit Polsek Pondok Aren. Bahkan dari Bapas pun
tidak ada dalam pendampingan anak sebagai terdakwa. Juga dari pendamping psikologi
juga tidak ada dalam pendampingan terdakwa BAJ,” ujar Bahtiar.
Atas peristiwa tersebut, di luar sidang penasihat korban
Mirzayadi dan Bahtiar akan mengadukan hakim dan jaksa yang menangani perkara
ini. “Polisi juga akan kami kirimi surat pengaduan,” ujar Mirza.
Orang tua korban tidak diberi tau bahkan ditutup-tutupi
dalam penyidikan. Bahkan visum dari korban sebagai anaknya sampai detik ini
orang tuanya tidak tahu dan belum pernah tau apa itu isi dalam tulisan visum.
(tno)
0 Comments