Almarhumah Cindy Claudia Fadliah. (Foto: Istimewa/koleksi keluarga) |
NET – Sidang pembacaan vonis terhadap terdakwa Sindi Klaudia
yang dihukum 5 bulan penjara, di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang dihadiri oleh
Susanty, 47, Selasa (2/9/2020). Wanita berhijab ini adalah ibu kandung dari korban
yang meninggal dunia yakni Cindy Claudia Fadliah.
“Saya hanya bisa menangis,” tutur Ny Susanty dengan linangan
air mata.
Namun, Ny Susanty sulit membendung emosi lalu mengajukan
protes kepada Majelis Hakim yang diketuai oleh Subci Eko, SH MH.
Ny Susanty menyebutkan
kalau dirinya sebagai orangtua korban Cindy Claudia Fadliah tidak pernah dipanggil
dalam persidangan untuk didengar keterangan sebagai saksi.
Namun, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dessi Iswandari, SH segera
mencegah gerakan Ny Susanty. “Sudah Bu. Sudah, Ibu sudah dipanggil. Sidang
sudah selesai,” ucap Jaksa Dessi.
Majelis hakim mendengar protes Ny Susanty, lantas mengarahkan
ke Jaksa Dessi. “Kalau mau protes kepada jaksa,” tutur Hakim Eko sambil
menunjuk Jaksa Desi Iswandari yakni
jaksa dari Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan.
Dalam keadaan gontai, Ny. Susanty sebagai orangtua korban
Cindy Claudia Fadliah berjalan sambil menangis ke luar ruang sidang. “Saya
kecewa banget Pak. Anak saya dianiaya sekarang sudah almarhumah. Pembunuhnya
cuma dihukum 5 bulan penjara. Sedangkan otak semua ini tidak tersentuh hukum,”
ungkap Ny Susanty dengan mata sembab.
Lantas Ny Susanty berucap, ”Terdakwa Sindi Klaudia sebelum
kejadian melempar batu ke rumah saya. Anak saya, dibilang pelakor oleh terdakwa”.
Menurut Ny. Susanty, terjadi pengganiyaan mengakibatkan
anaknya meninggal dunia adalah adanya Anjas, yakni suami Sindi Klaudia. “Anak
saya kenal sama Anjas suami Sindi, sudah berteman lama. Oleh karena Anjas adalah
supir angkot,” ucap Ny Susanty.
Pelaku penganiayaan terhadap Cindy Claudia Fadliah adaalah
Anjas bersama Sindi, suami istri. Mereka mengajak Cindy Claudia Fadliah pergi
menghadiri undangan perkawinan jam 10
malam.
“Anak saya jaadi korban karena diturunkan di tengah jalan. Lantas
datang pelaku Sindi langsung memukuli anak saya yang lagi lengah. Kejadian itu
pada tahun 2017. Setelah dianiaya, Sindi membawa anak saya ke klinik. Setelah
sampai di klinik, anak saya ditinggal begitu saja,” ungkap Ny Susanty.
Pada 2019, kata Ny. Susanty, korban sakit mengeluh di bagian kepala akibat
bekas penganiayaan di belakang kepal sebelah kanan.
Hal itu dibuktikan dengan rujukan Rumah Sakit Media Lestari
dikeluarkan CT Scan kepala, saat ini mastoiditis kanan. Atau luka dalam bagian
kanan belakang. Keterangana medis itu ditandatangani oleh dokter Hendrik Radiolok
St.
“Anak saya Cindy Claudia Fadliah cedera pada kepala dan
infeksi pada otak seperti radang selapaut mengakibatkan kesadaran menurun. Kata
dokter rumah sakit yang merawatnya,” ucap Ny Susanty.
Setelah kejadiaan itu, pelaku kabur dan setelah dilaporkan
tapi polisi tidak mau mencari. “Setelah saya tangkap lalu saya bawa ke Polsek.
Tetapi tidak diproses, malah besok paginya Sindi Klaudia sudah ada di rumah.
Sudah saya tangkap tetapi malah dilepas oleh polisi,” ujar Muhammad Azis, ayah
korban.
Ny. Susanty dan foto almarhumah Cindy Claudia Fadliah kepala berdarah. (Foto: Suyitno/TangerangNet.Com) |
Semula perkara ini tidak pernah diproses karena keluarga
korban sesumbar kebal hukum. “Saya minta tolong kepada Bang Hotman Paris. Itu setelah
saya viralkan di media social. Oleh Bang
Hotman Paris dibantu dan akirnya polisi menangkap terdakwa Sindi Klaudia di
rumahnya. Itu pun tadinya tidak di tahan,” ungkap Azis.
Azis menyebutkan tidak dapat menerima vonis hakim tersebut. “Saya
tidak terima hukuman hakim yang menjatuhkan putusan 5 bulan penjara atas
perbuatan pelaku Sindi. Anak saya sudah mati masa hanya di hukum 5 bulan,” ujar
Azis.
Menurut Ny. Susanty, proses hukum yang jangggal tersebut
akan dilaporkan ke instansi yang lebih tinggi. “Saya akan adukan polisi ke
Propam Mabes Polri. Jaksanya juga akan dilaporkan ke Bagian Pengawasan Kejaksaan
Agung. Sebelum perka ini dinaikan ke polisi, orang tua pelaku datang ke rumah menawarkan
uang Rp 20 juta supaya perkaranya tidak berlanjut. Massa anak saya sudah mati
mau dihargai Rp 20 juta,” ujar Ny Susanty.
Ny. Susanty menyebutkan polisi sama jaksa bohong. “Saya orangtua korban tidak pernah dipanggil
menjadi saksi dalam persidangan perkara anak saya. Jaksa bilangnya, saya sudah
panggil lewat polisi. Buktinya, mana panggilan sidangnya,” ucap Ny Susanty.
“Ini juga saya taunya ada sidang nanya-nanya ke sana ke mari.
Ketika saya tau jaksanya, saya langsung tanyakan.
Dia bilang sudah dihukum 6 bulan penjara. Ternyata sidangnya masih berlangsung
di pengadilan,” ungkap Ny. Susanti. (tno)
0 Comments