Surat pengunduran diri salah seoraang agen. (Foto: Istimewa/god) |
NET - Pembentukan agen e-Waroeng pada Program
Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), di Desa Ciparahu, Kecamatan Cihara, Kabupaten
Lebak, diduga ada interpensi dari kepala desa. Hal ini karena ada calon
pengganti agen yang sebelumnya memundurkan diri, diduga dipersulit, Sabtu
(15/8/2020).
Mundurnya
salah satu agen BNPT di Desa Ciparahu karena tak dapat banyak Keluarga Penerima
Manfaat (KPM) yang melakukan transaksi BSP di warung milikinya. Hal itu telah
berjalan selama 3 bulan dari mulai Maret hingga Mei.
Diketahui
sebagai prasyarat, agen penyalur bantuan sembako itu ditunjuk langsung oleh
pihak Bank BRI. Namun atas rekomendasi Kades, Tenaga Kesejahteraan Sosial
Kecamatan (TKSK) dan Camat setempat. Di Desa itu, memang terdapat dua agen
setelah adanya penambahan.
Penambahan
dilakukan sesuai Pedoman Umum Bantuan Pangan non Tunai (Pedum BPNT). Pada Pedum
itu dituliskan bahwa agen maksimal melayani 250 Keluarga Penerima Manfaat
(KPM).
Salah seorang
agen e-Waroeng yang, Asep menjelaskan mengundurkan diri karena dari total
penerima/KPM Desa Ciparahu sebanyak 539 KPM, yang melakukan transaksi hanya ada
tujuh orang. Sementara komoditi yang siapkan cukup banyak.
"Saya
kesulitan menjual stok komoditi yang sudah saya siapkan untuk menyambut KPM BSP
itu. Akhirnya, saya mengundurkan diri menjadi
agen penyedia Bansos Pangan. Saat ini, saya hanya melayani masyarakat sekitar
kampung saya saja, dengan stok terbatas seperti sebelum saya ditunjuk menjadi
agen BSP," ungkapnya saat di konfirmasi awak media, Jumat (14/8/2020).
Sebagai
bukti pemunduran diri, Asep mengaku sudah menyerahkan surat pengunduran diri
itu kepada pihak Bank BRI dan menyerahkan mesin EDC yang dititipkan pihak Bank.
"Saya serahkan kepada petugas Bank yang datang ke rumah saya," ujarnya.
Sementara
salah seorang calon pengganti agen, Imam Sowan mengatakan, "Betul kang
saya coba kembali mendaftarkan diri sebagai agen pengganti. Saya pikir saya
cukup layak menjadi agen BSP. Karena saya sudah memiliki EDC dan sejak lama
menjadi nasabah BRI dengan warung sembako malah. Kalo perlu dibicarakan
dibanding agen Winda dan Asep. Kalau menurut saya, saya jauh lebih layak."
Pasalnya,
kata Imam, kedua agen itu memiliki EDC
dan warung saat setelah ditunjuk jadi agen. Bukan sebelumnya sudah berusaha di
bidang sembako seperti yang disebutkan dalam Pedum BSP. “Tapi, saya paham,
mungkin setiap keputusan pasti memiliki kepentingan yang beragam," tutur
Imam.
Sebagai
bentuk keseriusan, kata Imam, dirinya sudah berkordinasi dengan pihak Bank BRI.
Namun dari pihak bank BRI menyarankan untuk meminta surat rekomendasi dari
Kades TKSK dan Camat sebagai syarat utama untuk menjadi agen. Padahal agen Asep
yang sudah mengundurkan diri, dan diketahui tanpa rekomendasi kades TKSK dan
Camat.
Kendati
demikian, Imam mengaku tetap mengikuti prosedur yang saat ini. Namun ketika
meminta rekomendasi dari Kepala Desa Ciparahu, seolah dipersulit. Sebab, sudah
satu bulan belum ditandatangani.
"Kalau
giliran saya harus ada rekomendasi tertulis, ini sangat aneh menurut saya. Kalau bukan untuk mempersulit saya, apa
tujuannya? Padahal agen Neneng Winda yang semua orang tahu bahwa dia adalah
istri jaro. Mungkin tidak sesulit ini," katanya.
Sementara
TKSK Cihara Toni Triswandi mengatakan sebagai bagian dari tim koordinadi Bansos
pangan tingkat kecamatan, tidak pernah mempersulit. Karena siapapun yang ingin
menjadi agen tetap akan diberi persetujuan, ketika sudah mendapat rekomendasi
dari Kepala Desa.
"Kami
dari Tim Kordinasi Bansos Pangan tingkat Kecamatan tidak pernah mempersulit
siapapun yang ingin meminta rekomendasi. Asal Kades setempat sudah
menandatangani rekomendasinya. Kami pasti menandatanganinya juga, dan soal Pak Imam coba dikoordinasikan lagi
ke Kadesnya. Mungkin saja Kades ada jawaban lain untuk penunjukan agen bukan
maksud mempersulit," ungkapnya.
Sementara
sampai berita ini ditayangkan, media belum dapat mengkonfirmasi pihak Bank BRI
dan Kades Ciparahu. (god)
0 Comments