![]() |
Anggota Fraksi PPP DPRD Kabupaten Lebak Musa Weliannsyah. (Foto: Istimewa) |
NET - Konflik
kepentingan menjadi pendorong faktor terjadinya praktik KKN (Korupsi, kolusi,
dan nepotisme) dalam program bantuan sembako pangan (BSP) 2020 Kabupaten Lebak.
Hal itu penilaian dari anggota Fraksi Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) Kabupaten Lebak Musa Waliansyah, Senin (13/7/2020). Musa menduga dalam persoalan yang terjadi
saat ini, ada campur tangan Ketua Forum Nasional Tenaga Kerja Sosial Kecamatan
(Fornas TKSK). Sehingga terjadi pola monopoli sejak program masih bernama
Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) tahun 2019, hingga berganti menjadi bantuan
sembako pangan (BSP).
Dugaan itu, menurut mantan pegiat sosial di Banten tersebut,
diperkuat dengan peran Fornas TKSK menjadi Wakil Direktur PT Aam Prima Artha (APA).
Perusahaan itu merupakan salah satu supplier komodity terbesar di Kabupaten
Lebak. PT APA menyuplai berbagai komoditi ke e-Warong, yang merupakan penyalur
program Bantuan Sembako Pangan (BSP) tahun 2020. Terlebih keterlibatan Fornas
TKSK diduga berperan dalam membuat MoU (kesepahaman) dengan agen BPNT di
beberapa Kabupaten/Kota di Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Barat.
"Akibatnya program BSP beberapa kabupaten di Provinsi
Banten dan Jabar terindikasi tidak sesuai pedoman umum sembako 2020. Hal ini
berpotensi terjadinya KKN akibat konflik kepentingan. Pelaksanaan perogram harus
6 T hanya isap jempol belaka. Akibat banyak para pelaksana program BSP yang
berprilaku koruptif dengan menjadi agen BPNT atau supplier komodity dadakan,
dan supplier calo," ungkapnya kepada awak media.
Selain itu disebutkan Musa, permasalahan lain yang terjadi
di lapangan yakni ratusan agen BPNT atau e-Warong, tercatat terindikasi sebagai
Kades, Prades, istri Kades, istri Prades, istri pendamping sosial, Pegawai
Negeri Sipil (PNS) atau istri PNS.
Wakil Ketua Fraksi PPP itu memandang peran pelaksana program
kurang epektif dalam melakukan pengwasan, baik tim koordinasi tingkat pusat,
provinsi, kabupaten, dan desa. Menurutnya, seakan tidak bisa melaksanakan
kewajibannya dengan baik sesuai amanat perundang-undangan.
"Pihak pemerintah terkait tidak bisa melakukan tindakan
tegas baik pada supplier maupun kepada e-Warong yang bermasalah, tidak memenuhi
persyaratan, mengabaikan pedoman umum dan prinsif 6 T, hingga adanya agen calo, agen dadakan bahkan
agen siluman," katanya.
Dalam pengawasan komoditi, kata Musa, terlihat seakan lepas
dari pengawasan satgas pangan. Akibatnya, ditemukan terjadi penjualan telur
infertil, dan beras medium yang dijual premium, bahkan kerap terjadinya
komoditi yang busuk.
"Semoga pemerintah pusat segera melakukan evaluasi, dan
investigasi terhadap program Bantuan Sembako Pangan (BSP) yang sebelumnya
bernama Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Agar ke depan awal tahun 2021 program
ini diganti dengan uang tunai atau bentuk lain. Jangan program sembako, dan
segera bubarkan agen BPNT," ujarnya.
Musa menilai program ini telah gagal dan hanya menjadikan
cikal bakal semakin banyaknya masyarakat atau pejabat yang berperilaku
koruptif, serta menjadi kepentingan bisnis yang sangat beresiko tinggi,
menimbulkan konflik kepentingan serta merugikan kelompok penerima manfaat (KPM).
"Keterlibatan ketua forum Nasional TKSK dalam perusahan
yang menjadi supplier komodity kepada agen-agen BPNT, sangat disayangkan.
Karena sangat tampak terjadinya conflict of interest. Akibatnya, banyak TKSK
ditingkat kecamatan yang terindikasi tidak bekerja dengan baik, membiarkan
harga komoditi yang dijual kepada KPM oleh e-Warong dengan harga di atas harga pasar (HET), hingga sistem paket tidak sesuai keinginan KPM," paparnya. (god)
0 Comments