Gubernur Banten H. Wahidin Halim. (Foto: Dokumentasi TangerangNet.Com) |
NET - "PSBB masih diperlukan. Tapi, saya ingin PSBB
lebih ketat lagi. Pengawasannya lebih ketat lagi dan ada sanksinya. Tingkat
kesadaran masyarakat sudah relatif lebih tinggi," tutur Gubernur Banten H.
Wahidin Halim (WH) dalam telekonferensi Rapat Evaluasi PSBB Wilayah Tangerang
Raya pada Minggu (14/6/2020).
Dalam rapat itu, Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) di rumah
dinas Jalan Ahmad Yani, Kota Serang, bersama Bupati Tangerang Ahmed Zaki
Iskandar, Walikota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany, dan Walikota Tangerang
Arief R Wismansyah sepakat memperpanjang PSBB (Pembatasan Sosial Berskala
Besar) di wilayah Tangerang Raya sampai dengan pada 28 Juni 2020. Disepakati
pula tidak ada penambahan istilah lain dalam PSBB untuk menghindari
interpretasi sendiri atau kebingungan di masyarakat.
Telekonferensi yang dipandu oleh Sekretaris Daerah (Sekda)
Provinsi Banten Al Muktabar itu diikuti oleh Forum Komunikai Pimpinan Daerah
(Forkopimda) Provinsi Banten, Forkopimda Kabupaten/Kota Tangeranh Raya, Gugus
Tugas Covid-19 Provinsi Banten, Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten/Kota serta para
kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Banten dan Kabupaten/Kota
Tangerang Raya.
Menurut Gubernur WH, masa edukasi PSBB sudah lewat sehingga
perlu pengawasan lebih ketat, terutama untuk mereka yang menyepelekan.
Pengelolaannya dibebankan kepada TNI/Polri.
"Padahal, nanti pada saat new normal, semuanya sudah
terinternalisasi dalam diri pribadi.
Sekarang apapun itu namanya, yang betul adalah kesadaran memakai masker,
kesadaran tetap tinggal di rumah, serta membawa alat pribadi mulai tisu,
vitamin, dan sebagainya," jelasnya.
Gubernur WH mengatakan dilihat dari tingkat penularan satu berbanding
dua, hal ini sudah bagus. Penularan terjadi dari pendatang yang OTG (orang
tanpa gejala, red). Saat ini Banten masuk posisi kesembilan nasional. Pada saat
awal pandemi, Banten di posisi dua.
"Karena perilaku, mentalitas kultural, dan kebutuhannya
sama dengan Jakarta. Tapi berkat kerja keras bupati dan walikota, alhamdulillah
kita bisa meminimalisir," ungkap Gubernur WH.
Gubernur menyebutkan kasus penularan dari orang Banten
sendiri relatif kecil. Kasus di Maja dan Sumur penularan dari pendatang. Di
Banten sendiri hal ini terlihat dari rapid test di pasar tradisional yang
positif hanya dua orang.
"Sebenarnya, Banten tidak berpotensi melakukan
penularan. Justru dari luar terjadi penularan," tutur Gubernur WH.
Ke depan, Gubernur WH menyarankan untuk memetakan, apakah
sumber penularan ini datang dari pasar tradisional, pasar modern, atau juga
masjid-masjid?
Menurut Gubernur WH, untuk pembukaan sekolah SMA/SMK yang
menjadi kewenangan provinsi, akan dibuka pada bulan Desember atau mulai
Januari. Untuk TK dan SD, disarankan juga buka setelah bulan Desember mengingat
keterbatasan ruang kelas dan guru serta siswanya agak susah mengaturnya.
Sedangkan yang perlu diwaspadai adalah pembukaan pesantren
karena peraturan dari Menteri Agama baru draf, namun sudah disusun protokol
kesehatannya.
"Dari 4.000 hanya 500 yang memenuhi syarat. Yakni
bangunan dan ada tempat karantina. Dari
ribuan santri, 40 persen dari daerah merah. Kita siapkan 20 ribu rapid test
untuk santri," jelas Gubernur WH.
Sementara itu, untuk mall sepanjang pengelola melaksanakan
protokol kesehatan akan diberikan ijin. Namun jika melanggar akan dikenakan
sanksi sesuai aturan.
Dalam kesempatan itu, Gubernur WH juga mengingatkan ke depan
pemerintah akan menghadapi pembiayaan yang cukup besar jika masyarakat tidak
mengubah kesadaran.
"PSBB diperpanjang, sanksi lebih keras. Harus kerja
lebih keras. Masa edukasi sudah habis," tuturnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten Ati
Pramudji Hastuti dalam laporannya menyampaikan gambaran terkini situasi terkini
Covid-19 di Provinsi Banten. Yakni Orang Dalam Pengawasan (ODP) sebanyak
9.281kasus, Pasien Dalam Pengawasan (PDP) 2.659 kasus, dan terkonfirmasi 1.106
kasus.
"Tingkat kesembuhan mencapai 52,4 persen, angka
meninggal turun 7,4 persen, masih dirawat 40,2 persen," ungkapnya.
Dikatakan secara nasional, Provinsi Banten peringkat
kesembilan (IX) setelah Provinsi Papua. Dilihat dari angka kasus terkonfirmasi,
dari posisi kedua kini ke posisi kesembilan. Tren kasus tiga minggu setelah
penerapan PSBB terjadi penurunan kasus. Minggu keempat terjadi peningkatan
kasus terkonfirmasi. Namun pada minggu-minggu berikutnya kasus melandai.
"Selama vaksin belum ditemukan, kondisi inilah yang
terus terjadi dan kita dapati kondisi normal baru," ungkap Ati.
Dijelaskan, ada tiga syarat untuk pelonggaran. Dari sisi
epidemiologi, berkurangnya jumlah kasus baik suspect maupun kematian yang
diduga karena Covid-19 dalam kurun waktu paling sedikit 14 hari.
Dari sisi kesehatan masyarakat, kata Ati, yakni peran serta masyarakat
terkait dengan pemeriksaan test dan kontak tracing terus bertambah. Proporsi di
rumah saja, cuci tangan, dan penggunaan masker terus bertambah di masyarakat.
Dari sisi fasilitas kesehatan, harus terjadi peningkatan
kapasitas kesehatan baik ruang perawatan, Intensive Care Unit (ICU), tenaga
kesehatan, dan jumlah Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai, kata dokter Ati.
Dari sisi epidemiologi, jelas Ati, hasil kerjasama dengan
tim pakar FKM UI: angka positif rate di Banten 8,5 dengan target kurang dari 5
persen. Artinya angka ini masih di bawah target. Tren PDP dan kasus kematian
diduga kasus Covid-19 skor 75 berada di zona hijau. Namun dari kesehatan publik
penyumbang terendah dari angka indikator.
"Sisi epidemiologi belum memenuhi syarat
pembatasan sosial dilonggarkan," ucapnya. (*/pur)
0 Comments