Ade Putra bersama pengurus BEM se-Banten saat konferensi pers. (Foto: Istimewa) |
NET - Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Banten mengelar konferensi pers terkait pernyataan
sikap terhadap permasalahan Bank Banten.
Pernyataan sikap disampaikan dalam konferensi pers yang dilaksanakan
di Rumah Makan Iwak Banten, Kota Serang, yang dihadiri oleh beberapa perwakilan
pengurus BEM se-Banten, Senin (18/5/2020) malam.
Sekjen BEM se-Banten
Ade Putra membacakan pernyataan sikapnya berisi empat butir. “Satu, kami
BEM se-Banten dan BEM se-Kota dan Kabupaten Serang mendesak Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia untuk mengusut tuntas kasus
hukum proses pembentukan Bank Banten,” ucap Ade Putra.
Kedua, kata Ade, BEM se-Banten dan BEM seKota dan Kabupaten
Serang mengawal Pemprov Banten untuk melakukan penyelamatan Bank Banten yang
berlandaskan hasil riset dan kajian ekonomi.
Ketiga, BEM se-Banten dan BEM se-Kota dan Kabupaten Serang
mengajak kepada seluruh mahasiswa yang ada di Banten agar tidak terpengaruh dan
terprovokasi oleh isu pemberitaan yang bukan datang dari pakar dan ahli perbankan.
Keempat, BEM se-Banten dan BEM se-Kota dan Kabupaten Serang
mendukung upaya semangat anti korupsi di Provinsi Banten.
Ade Putra mengatakan pernyataan sikap tersebut disampaikan
karena ramainya pemberitaan mengenai permasalahan yang ada di Bank Banten. Hal
tersebut menimbulkan pro dan kontra terhadap kebijakan yang dilakukan oleh
Pemerintah Provinsi Banten terkait upaya penyelamatan Bank Banten dengan
memindahkan Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) Pemprov Banten dari Bank Banten ke
Bank BJB.
Dilihat dari sejarah pembentukan Bank Banten, kata Ade, dari
mulai era Rano Karno sebagai Gubernur Banten, Pemerintah Provinsi Banten
melakukan pembentukan bank dengan membeli Bank Pundi yang kemudian Bank Pundi
diubah menjadi Bank Banten pada 2016. Pembelian tersebut melalui PT Banten Global
Depelopment (BGD) yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi
Banten
Pembentukan Bank Banten, imbuh Ade, hampir saja batal akibat
adanya tindakan korupsi yang dilakukan oleh Wakil Ketua dan Anggota DPRD Banten
bersama Direktur PT BGD yang terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh
KPK RI karena telah melakukan tindakan suap untuk memuluskan pembentukan Bank
Banten.
“Setelah diresmikan pada 2016, Bank Banten menjalankan
bisnis perbankan dengan modal yang disuntikan oleh Pemprov Banten, tetapi Bank
Banten justru terus mengalami kerugian dari tahun ke tahun,” ungkap Ade.
Pasca lengsernya kepemimpinan Gubernur Rano Karno, kata Ade,
maka Gubernur Banten H. Wahidin Halim meneruskan estafet Bank Banten yang masih
dalam keadaan tidak sehat. Tugas berat Wahidin Halim diawal kepemimpinannya
pada akhir 2017 yang pada waktu itu proses penyidikan kasus korupsi Bank Banten
masih terus dilakukan oleh KPK RI.
Menurut catatan, pada 2018 mendapatkan suntikan modal dari
Pemprov Banten atas persetujuan DPRD Banten sebesar Rp 175 miliar. Tujuannya yaitu
menyelamatkan Bank Banten, tetapi infus modal dari Pemprov tersebut tidak mengubah
keadaan Bank Banten lebih baik justru masih dalam keadaan sakit (rugi)
berdasarkan data pada 2018. Rugi bersih senilai Rp 131,07 miliar. Pada 2019,
Bank Banten mencatatkan rugi bersih senilai Rp 180,70 miliar.
“Jika dilihat dari fakta sejarah bahwa proses pembentukan
Bank Banten sangat bermasalah dan koruptif dengan dibuktikannya oleh KPK RI
yang telah menangkap Wakil Ketua dan Anggota DPRD Banten serta Direktur PT BGD.
Dan kami menduga ada aktor intelektual lain yang belum diusut tuntas oleh KPK
RI,” ujar Ade. (*/pur)
0 Comments