Musa Weliyansah. (Foto: Istimewa/gol) |
NET - Anggota DPRD Kabupaten Lebak dari Fraksi PPP Musa Weliyansah
menyebutkan lebih dari 200 agen yang tersebar di 23 kecamatan dari total 28
kecamatan di Kabupaten Lebak, masih menjual komoditi dengan sistem paket dan
harga beras diatas harga eceran tertinggi (HET) serta tidak sesuai dengan harga
pasar.
Hal itu dikatakan Musa kepada awak media, via pesan
WhatsApp, Kamis (14/5/2020).
Musa mengatakan dari beras yang dijual oleh agen program
sembako atau Bantuan Sosial Pangan (BSP) yang dulu bernama BPNT, merupakan
bukan beras dengan kualitas premium, melainkan beras dengan kualitas IR atau
beras kemasan yang menggunakan karung berlabel Cahaya Berkah, dengan berat
10-12 kilogram.
"Saya pastikan itu bukan beras premium karena beras
dipasok dari pengusaha beras yang memiliki penggilingan padi di wilayah
Kabupaten Lebak, yang menerima PO dari PT Aam Prima Artha," ucap Musa.
Para pengusaha beras local, kata Musa, langsung mengemas
beras ukuran 10 kilogram dan 13 kilogram dengan harga beli Rp 8.500-9000 per kilogram.
“Itu sudah termasuk ongkos kirim kepada agen masing-masing desa. Ada juga
beberapa pengusaha yang mengirim ke gudang PT Aam di Rangkasbitung, Ciawi, dan
Bogor. Dengan kemasan 50 kilogram, dengan harga jual Rp 9.000," katanya.
Musa memandang, hal ini sudah jelas menandakan pengusaha
beras tidak memiliki register yang dikeluarkan OKKPD (Otoritas Kompeten
Keamanan Pangan Daerah). Selain itu, telah melanggar Permen No. 53 Tahun 2018
tentang Keamanan dan Mutu Pangan Segar Asal Tumbuhan.
Seharusnya, kata Politisi PPP, beras yang dijual tidak
sesuai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia) 6128: 2015, karena tidak
dilakukan uji mutu serta bersumber dari produksi verietas padi kering berbagai
jenis yang dibeli pengepul dari para petani.
Dia menilai kualitas beras itu bisa dipastikan bukan beras
premium, melainkan beras curah IR yang biasa beredar di pasaran. Untuk itu,
wajib hukumnya agen mengacu pada harga pasar kalau toh mengacu kepada Permendag
No. 57 Tahun 2017, mereka (agen E-warong) tidak boleh lebih dari Rp 9.450 per kilogram
untuk beras medium.
"Sementara agen BSP yang MoU dengan PT Aam mayoritas
menjual Rp 11.900 per kilogram seperti yang saya cek di Kecamatan Warunggunung,
Kecamatan Bojongmanik, dan Kecamatan Rangkasbitung," jelasnya.
Musa membeberkan hasil penelusuran yang dilakukan olehnya,
selain beras bukan premium, diduga kuat para agen menjual telur HE (Hached Eggs)
kepada KPM (Keluarg Penerima Manfaat). Untuk itu, DPRD Kabupaten Lebak mendesak
agar Kepala Dinas Sosial, dan Kepala Cabang Bank BRI melakukan tindakan tegas
atas dilangarnya Fakta Integritas tersebut.
Musa mencatat ada beberapa aturan yang harus dipelajari dan
dipahami, di antaranya Permendag Nomor 08 Tahun 2019, Permentan Nomor 53 Tahun
2018 tentang PSAT (Pangan Segar Asal Tumbuhan). Kemudian Permentan Nomor 48/PP
130/12/2017, dan UU Nomor 20 Tahun 2014 tentang standarisasi dan penilaian.
"Kami mendesak Aparat Hukum segera melakukan tindakan
tegas, dan bisa dipastikan ada unsur KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yang
mengakibatkan kerugian keuangan negara hinga di atas Rp 2 miliar setiap bulan.
Terhitung dari Januari-Mei 2020, yang mana agen dan pemasok bermain dalam harga
komoditi tidak sesuai, dan untuk beras di atas HET (Harga Eceran Tertinggi) karena
beras yang dijual bukan beras premium karena sarat legal formal tidak
ditempuh," pungkas Musa.
(*/pur)
0 Comments