DR. H. Suari, MA (Foto: Istimewa/koleksi pribadi) |
Oleh: DR. H. Susari, M.A.
VIRUS CORONA atau Coronavirus disease (Covid-19) mulai
hangat dibicarakan setidaknya sekitar pekan kedua Januari 2020 setelah
diumumkan tiga orang di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok, menderita
pneumonia yang disebabkan virus tersebut dan dinyatakan tewas.
Dalam dua pekan kemudian, Covid-19
telah menyebar ke 18 negara. Pada 30 Januari 2020 badan kesehatan dunia WHO (World
Health Organization) menyatakan darurat global. Kini, Covid-19 telah menyebar
ke lebih dari 152 negara dengan jumlah orang terinfeksi menembus satu juta
orang. Di Indonesia, orang yang terinfeksi Covid-19 menembus angka 3.500
tersebar di 34 provinsi dengan sebaran kasus terbanyak terdapat di pulau Jawa.
Dalam menghadapi pandemik global
Covid-19, masyarakat dunia saling bahu-membahu dan saling bantu dalam melawan
virus. Sebutlah Jepang. Meskipun
hubungannya dengan China kurang harmonis akibat luka masa lalu, telah mengirim
satu juta masker sebelum mengevakuasi warganya di Wuhan. Pesawat yang akan
mengevakuasi warga Jepang di Wuhan, penuh peralatan medis dan masker untuk
membantu warga Kota Wuhan.
Dari 264 warga Jepang yang
dievakuasi terdapat 4 orang yang positif Covid-19. Oleh Tiongkok disarankan
untuk berobat di China, namun Pemerintah Jepang tetap melakukan evakuasi atas
pertimbangan ingin berbagi beban kesulitan dan tidak mau merepotkan Pemerintah
China.
Selain itu, Pemerintah Jepang
mengumumkan bahwa bagi siapapun yang berada di Jepang terinfeksi Covid-19 tanpa
pandang kewarganegaraan semua diobati dan biaya ditanggung Pemerintah Jepang.
Sebuah empati yang patut diteladani.
Ditengah terror dan suasana batin
mencekam akibat Covid-19, mucul peristiwa yang memilukan hati kita. Pemakaman
jenazah terinfeksi Covid-19 ditolak warga.
Dari perspektif nilai, bangsa Indonesia dikenal memiliki kearifan lokal
yang sudah diakui oleh dunia internasional, orang Indonesia dikenal dengan
keramahan dan kesopanannya.
Dari perspektif agama, kewajiban
orang hidup terhadap orang yang meninggal dunia secara Islam adalah memandikan,
mengkafankan, menshalatkan, dan menguburkan. Terhadap jenazah terinfeksi
Covid-19, telah terbit Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 14 dan 18
Tahun 2020, dimana pengurusan jenazah (tajhiz al-jana’iz) terinfeksi Covid-19
harus sesuai protokol medis dan dilakukan oleh orang yang berwenang. Akan
tetapi mengapa penolakan tersebut terjadi?
Empati adalah keadaan mental yang
membuat orang merasa dirinya dalam keadaan, perasaan, atau pikiran yang sama
dengan orang lain. Empati dapat juga diartikan sebagai kemampuan untuk
menyadari diri sendiri atas perasaan seseorang, lalu bertindak untuk
membantunya.
Dalam Islam, sesama orang beriman
bagaikan satu bangunan yang satu sama lain saling mengokohkan, “Kal bunyanin
yasuddu ba’dhuhu ba’dhon” (HR. Bukhori).
Perilaku empati dalam kehidupan sehari-hari diwujudkan dalam empat
bentuk: 1) peka terhadap perasaan orang lain, 2) membayangkan seandainya aku
adalah dia, 3) berlatih mengorbankan milik sendiri, dan 4) membahagiakan orang
lain.
Dengan empat bentuk perilaku
empati tersebut sudah sepantasnya tidak terjadi penolakan terhadap jenazah
terinfeksi Covid-19. Karena duka yang dirasakan akibat kematian tersebut bukan
saja duka bagi keluarga korban, tetapi duka bagi seluruh komponen bangsa.
Membangun empati merupakan bagian
dari upaya memperkuat pembangunan karakter bangsa untuk mewujudkan visi
Indonesia Emas 2045. Semoga kita diberi kekuatan. Wallahu a’lam. (***)
Penulis adalah Kepala Balai Pendidikan
dan Pelatihan (Diklat) Keagamaan Jakarta.
0 Comments