Dr. H. Susari, MA (Foto: Istimewa/koleksi pribadi) |
PROGRAM pelatihan bagi aparatur
sipil negara (ASN) telah menjadi kebutuhan setidaknya dilihat dari dua dimensi,
yaitu dimensi administratif dan dimensi substantif.
Dimensi administratif berkaitan
dengan pemenuhan ketentuan regulasi yang sekarang mengharuskan ASN mengikuti
kegiatan pengembangan kompetensi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017. Bagi pejabat
fungsional, seperti guru, pengawas, dosen dan jabatan fungsional lainnya,
pengembangan kompetensi sebagai prasyarat jabatan. Pelatihan itu sendiri
merupakan salah satu unsur kegiatan pengembangan kompetensi.
Dimensi substantif berkaitan
dengan pemenuhan kebutuhan kompetensi seiring dengan perkembangan zaman.
Dinamika kehidupan masyarakat yang terus berubah sedemikian cepat menuntut ASN
untuk selalu melakukan updating pengetahuan dan keterampilan agar mampu
bersaing dan eksis ditengah perubahan dimaksud.
Profesionalitas ASN menuntut
adanya usaha berkelanjutan melakukan peningkatan kompetensi sesuai kebutuhan
zaman. Secara umum, pelatihan dimaknai sebagai proses pendidikan jangka pendek
yang menggunakan prosedur yang sistematis dan terorganisir.
Definisi tersebut menggambarkan
bahwa pelatihan merupakan kegiatan yang dirancang untuk mengembangkan sumber
daya manusia melalui rangkaian kegiatan identifikasi, pengkajian serta proses
belajar yang terencana. Pelatihan, atau dulu disebut dengan pendidikan dan pelatihan
(Diklat) dalam perspektif Lembaga Administrasi Negara (LAN) selaku instansi
pembina adalah suatu aktifitas untuk memberikan pengetahuan dan/atau penguasaan
keterampilan kepada ASN agar mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
secara profesional.
Pelatihan secara umum merupakan
proses pembelajaran yang identik dengan tatap muka secara fisik dan
dilaksanakan dalam satu konteks ruang dan waktu. Pola seperti ini bisa disebut
konvensional. Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi, pelatihan dengan
pola konvesional sudah mulai ditinggalkan orang.
Pemanfaatan teknologi baik dalam
dunia pendidikan maupun pelatihan terjadi sedemikian pesat. Berbagai aplikasi
teknologi sudah banyak digunakan sebagai instrumen penting dalam pelatihan,
seperti google classroom dan aplikasi lainnya seperti Zoom Cloud Meeting untuk mendukung pelaksanaan
pelatihan berbasis teknologi.
Pemanfaatan teknologi informasi
dalam dunia pelatihan lambat atau cepat mengancam eksistensi pelatihan
konvensional yang mapan sebelumnya. Dunia pelatihan perlu bersiap-siap sejak
awal agar tidak terlambat dalam menghadapi perubahan akibat disruptive
innovation, meminjam istilah Prof. Clayton M. Christensen, pencetus teori
disruptive innovation.
Di tengah penyebaran Covid-19 yang
semakin cepat, menuntut dunia pelatihan melakukan transformasi dari
konvensional ke pelatihan berbasis pada pemanfaatan teknologi. Hal tersebut
sejalan dengan kebijakan protokol pencegahan penyebaran Covid-19 yang
mengharuskan menjaga jarak antar-manusia untuk menghentikan penyebaran
Covid-19.
Transformasi pelatihan dengan
memanfaatkan aplikasi teknologi dengan e-learning menjadi pilihan yang tepat.
Oleh karena itu, para penyelenggara pelatihan harus melakukan perubahan dengan
memanfaatkan aplikasi teknologi untuk pembelajaran jarak jauh secara online.
Keengganan untuk berubah karena
telah terbiasa dengan hal-hal lama yang dijalani selama ini hanya akan membawa
organisasi dalam ketertinggalan, tidak kompetitif, dan kemudian lenyap ditelan
oleh perubahan dan zaman. Wallahu a'lam. (***)
Penulis adalah Kepala Balai Diklat
Keagamaan Jakarta, Kementerian Agama.
0 Comments