![]() |
Dua para medis peragakan APD. (Foto: Istimewa) |
NET - Gubernur Banten H. Wahidin Halim menyatakan saat ini
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten tengah mengupayakan untuk mendapatkan alat
rapid test dan Alat Pelindung Diri (APD) set lebih banyak dari yang saat ini
tersedia. Ketersediaan rapid test dan APD saat ini yang terbatas, menyebabkan
Pemprov harus teliti dan bijak dalam memprioritaskan penggunaan alat yang kini
semakin langka tersebut.
“Saya berusaha untuk memenuhi, memfasilitasi RSUD Banten
sebagai pusat rujukan Covid-19 untuk masyarakat Banten, agar bisa memenuhi
harapan masyarakat. Kita terus berupaya sampai kapan pun, termasuk rapid test
ini. Kami terus cari agar yang membutuhkan terutama Orang Dalam Pemantauan
(ODP) ini agar mereka mudah dikenal mana yang positif mana yang tidak,” terang
Gubernur Banten di Kota Serang, pada Kamis (26/3/2020).
Sebagai upaya preventif selain melakukan penyemprotan di
berbagai titik kabupaten dan kota se-Provinsi Banten, Gubernur juga
menginstruksikan petugas penertiban untuk membubarkan kerumunan orang di tengah
masyarakat khususnya yang dilakukan kalangan muda. Karena potensi penyebaran
virus cukup besar apabila terjadi kerumunan dan sulit mendeteksi darimana virus
berasal.
“Tak bosan, saya mengimbau kepada seluruh masyarakat Banten
untuk waspada terhadap virus corona. Ayo lakukan tindakan pencegahan mulai dari
diri kita sendiri dengan pola hidup sehat, makan makanan bergizi dan
buah-buahan, rajin berolah raga, hindari keramaian dan selalu berdo'a agar kita
selalu diberikan kesehatan serta terhindar dari penyakit dan marabahaya,” tutur
Gubernur.
Juru Bicara (Jubir) Gugus Tugas Covid-19 Provinsi Banten
yang juga Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten dokter Ati Pramudji
Hastuti menyampaikan terkait APD, untuk memenuhi kebutuhan se-Provinsi Banten,
jumlah yang ada saat ini masih sangat
kurang. Namun, kekurangan ini dialami bukan hanya oleh Banten, namun juga
seluruh Indonesia.
Oleh karenanya, kata Ati, Banten tidak hanya menerima
bantuan APD dari pusat, namun juga telah melakukan pengadaan APD. Akan tetapi,
sistemnya indent atau menunggu secara bertahap hingga akhir April 2020
mendatang.
“Kita memesan sekitar 25.000 set APD tetapi dilakukan
bertahap. Adapun alokasi rapid test yang diberikan Kemenkes sebanyak 3.600 ini ditujukan untuk pasien-pasien PDP (Pasien
Dalam Pengawasan) yang belum dilakukan pemeriksaan laboratorium. Karena swab
kita untuk virus transport media (VTM) saat ini habis,” ucap dokter Ati.
Maka, kata Ati, untuk sementara sambil menunggu VTM, akan
digunakan rapid test yang ada. Kemudian, rapid test juga ditujukan untuk orang
yang kontak erat baik dengan PDP atau kasus konfirm, serta untuk tenaga
kesehatan yang kontak erat dengan kasus positif.
“Untuk melakukan test secara keseluruhan itu tidak mungkin,
karena mengingat jumlah rapid test yang kami terima hanya 3.600. Jadi untuk
tahap ini adalah tahap untuk yang benar-benar membutuhkan rapid test tersebut.
Tapi, kami juga tengah memesan atau melakukan pengadaan rapid test dengan
jumlah yang cukup banyak sekitar 150.000 yang kabarnya akan ada akhir April
ini,” jelas Ati.
Menurut Ati, dari total paramedis, tenaga medis maupun non-paramedis
di RSUD Banten sebanyak 594 orang, akan
dibagi menjadi 3 shift dalam bekerja. Rapid test akan dilakukan berdasarkan shift yang ada. Namun karena
jumlahnya terbatas, maka rapid test belum untuk untuk tenaga kesehatan melainkan
diprioritaskan untuk pasien.
“Karena hari ini baru diberikan yang 600 rapid test dari
Pemerintah Pusat, maka akan dilakukan rapid test besok. Mereka juga harus
melihat dulu pola dan cara melakukan test nya. Sedangkan untuk pasien, kita
masih menggunakan VTM yang tersisa 88 buah,” tutur Ati.
Ati menjelaskan Pemprov dalam hal ini Gubernur telah membuat
berbagai kebijakan dalam penanganan Covid-19 di Banten. Pertama, kaitan untuk
anggaran, seluruh anggaran kebutuhan Covid-19 dari kabupaten dan kota merupakan
bantuan keuangan dari Provinsi Banten, dan itu boleh digunakan untuk penanganan
Covid-19 sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah.
“Jadi seharusnya kabupaten dan kota tidak perlu menunggu
provinsi mereka bisa lakukan pengadaan. Kedua, melalui BTT yang diberikan
Gubernur kepada kami yaitu sekitar Rp
115 milyar, dari total anggaran ini masih banyak hal yang belum kami belanjakan
karena sekarang uang bukan segalanya. Artinya, kami punya uang, tapi semua
pengadaan barangnya itu langka sekali. Sulit didapat, kalaupun dapat kita harus
menunggu. Makanya ketika kami mendapatkan barang-barang itu, kami distribusikan
kepada yang benar-benar urgent membutuhkan,” jelas Ati.
Kaitan dengan pelayanan di RSUD Banten, termasuk di dalamnya
tenaga medis dan paramedis, kata Ati, sebelumnya akan dilakukan konsep
karantina seluruhnya. Artinya 2 minggu tugas jaga, 2 minggu karantina. Akan
tetapi, ada mazhab yang menyebutkan bahwa ketika zona sudah dipisahkan yaitu
satu zona infeksius dengan zona non infeksius, maka tidak perlu melakukan
karantina selama 2 bulan pun itu masih aman.
Apalagi selama melaksanakan tugasnya, kata Ati, para tenaga
medis mengunakan APD secara lengkap. Akan tetapi, karena ada beberapa petugas
yang ingin dikarantina atau tidak pulang ke rumahnya masing-masing, maka
pihaknya menyediakan karantina atau ruangan untuk melakukan isolasi sendiri
yaitu di Pendopo Lama yang telah dilengkapi tempat tidur, AC, dan lain
sebagainya.
“Sejak RSUD Banten dijadikan pusat rujukan Covid-19, kami
tidak sembarangan. Beberapa kali kami lakukan rapat dengan Ikatan Dokter
Indonesia, Ikatan Persatuan Rumah Sakit, beberapa perhimpunan dokter spesialis,
dan dengan Kementerian Kesehatan. Dari sisi keamanan dan sebagainya sudah
sesuai dengan SOP yang ada.
Untuk kasus di RSUD Banten per hari ini, jelas Ati, pihaknya
menerima sebanyak 14 pasien dengan 1 pasien yang telah dinyatakan positif dari rumah
sakit sebelumnya. Karena RSUD Banten merupakan pusat rujukan, maka pasien yang
diterima harus pasien rumah sakit dan khusus pasien rawat inap atau tidak
menerima pasien rawat jalan.
“Kenapa? Agar 250 bed yang ada di kami itu benar-benar
optimal efektif dari orang-orang yang membutuhkan pelayanan. Ini sudah banyak
waiting list dari rumah sakit yang ingin pindah, tapi kan ada proses yang harus
sesuai SOP dan kami sudah sampaikan caranya agar dari sisi keamanan dan keselamatan itu terjamin baik dari pasien maupun tenaga kesehatan,” imbuhnya. (*/pur)
0 Comments