Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Brigjen Budi Setiawan: Produk Propaganda Bertebaran Di Medsos

Brigjen Polisi Budi Setiawan bersama peserta
diskusi membendung paham radikalisme.
(Foto: Istimewa)




NET – Kepala Biro (Karo) Multimedia Divisi Humas Polri Brigjen Polisi Budi Setiawan mengungkapkan kampanye kelompok penganut radikalisme dan intoleransi pada era digital seperti sekarang, banyak memanfaatkan media sosial (medsos).

Berbagai produk propaganda bertebaran di media tersebut, dan tema yang paling sering disampaikan ialah menyudutkan pemerintah serta mengusung ideologi khilafah.

"Kelompok pro khilafah tersebut menjadikan hoax sebagai strategi yang efektif. Karena mereka berprinsip sedang berperang sehingga boleh melakukan tipu daya dan tipu muslihat termasuk penyebaran berita bohong atau hoax," ungkap Budi Setiawan, Jumat (21/2/2020) dalam diskusi 'Upaya Peran Pers Mahasiswa dan Generasi Millenial dalam Membendung Paham Radikalisme', di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan.

Budi menyebutkan kemudian ada yang namanya ujaran kebencian (hate speech). Ujaran-ujaran melalui forum-forum dan media sosial yang isinya hujatan, hinaan dan provokasi bersumber dari hoax tadi. Masyarakat menjadi marah, takut dan gelisah sehingga mudah digerakkan untuk kepentingan kelompok tadi.

Setelah menjadi benci akibat terpapar hoax dan ujaran kebencian di media sosial, menurutnya seseorang akan cenderung bersikap intoleran, rasis, radikalis, hingga merasa benar sendiri. Akibatnya, apabila mendapati orang atau pihak yang tidak sepaham, dianggapnya sebagai lawan yang harus diserang atau dimusnahkan. "Tidak lagi ada rasa damai dalam hatinya, kebencian terus menjadi penyakit yang membutakan mata kemanusiaan," ujar Budi Setiawan.

Atas itu, Polri sebagai pihak yang bertanggung jawab memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, melakukan pencegahan, dan menangkal kampanye pro khilafah di berbagai media. "Termasuk media sosial yang tampaknya seolah-olah bebas menyebarkan berbagai hoax dan hasutan," ungkap Budi.

Upaya pencegahan hal itu dilakukan Polri, kata Budi, yakni dengan melakukan patroli cyber, penyuluhan/sosialisasi, pelatihan, dan kampanye pemanfaatan internet dengan bijak. Lalu melakukan edukasi dan komunikasi ke penggiat medsos, para netizen, perguruan tinggi, media massa, dan lembaga yang terkait, provider seluler dan lainnya. Sehingga, mereka bisa turut berperan mengkampanyekan anti hoax dan menjaga ketertiban bersama.

"Juga bersama pihak-pihak yang memiliki kepedulian dan kepentingan yang sama untuk menjaga ruang publik internet agar sehat," ucap Budi.

Menurut Budi, Kepolisian juga melakukan upaya pembendungan konten negatif itu. Langkah ini dilakukan bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Sehingga patroli cyber bisa dilaksanakan, dan selanjutnya memblokir serta menonaktifkan akun-akun penyebar kampanye pro khilafah dan penyebar hoax.

Di samping itu upaya penegakan hukum dengan cara menangkap dan memproses hukum pelaku, juga senantiasa dilakukan. "Untuk itu, peran serta masyarakat dalam upaya Polri tersebut penting artinya, masyarakat menolak hoax, tidak menyebarkan, meneruskan apalagi memproduksi," tutur Budi.

"Juga melaporkan segera jika menemukan adanya sebaran berita bohong dan kampanye pro khilafah di media sosial, dan yang terpenting menjalankan fungsi kontrol saling mengingatkan kepada orang terdekat untuk bijak dalam mengelola informasi," tutur perwira lulusan terbaik Sespimti Lembaga
Administrasi Negara (LAN) pada 2016 ini. (*/pur)

Post a Comment

0 Comments