Ilustrasi, buruh melancarkan aksi demo perjuangkan nasibnya beberapa waktu lalu. (Foto: Bambang TL/TangerangNet.Com) |
NET - Ketua Serikat
Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) 1973 Kabupaten Tangerang Imam Sukarsa mengatakan
seluruh serikat buruh di Kabupaten Tangerang sepakat untuk menolak keras jika
undang-undang ketenagakerjaan dimasukan ke dalam RUU Omnibus Law.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua SPSI 1973 Kabupaten
Tangerang tersebut kepada TangerangNet.Com, pada Sabtu (25/1/2020) malam.
Imam menjelaskan jika RUU kontroversial tersebut tetap
dipaksakan untuk dibahas dan dijadikan undang-undang, maka seluruh buruh dan
kaum pekerja se Tangerang Raya akan melancarkan aksi mogok besar-besaran.
“Jika Pemerintah pusat dan DPR RI tetap memaksakan
pembahasan RUU Omnibus Law yang sarat akan titipan kepentingan para pengusaha
tersebut, dan sangat merugikan kaum pekerja dan buruh, maka seluruh serikat
pekerja dan buruh Tangerang Raya dan Banten akan melancarkan aksi mogok kerja
dan akan unjuk rasa besar-besaran," tegasnya.
Imam menambahkan proses dan cara pembuatan RUU Omnibus Law
tersebut dianggap cacat karena tidak sesuai dengan mekanisme perundangan yang
berlaku. Prosedur membuat undang-undang harus ada kajian akademisi dan juga
disosialisasikan dengan baik dan transfaran terlebih dahulu dengan rakyat,
khususnya dengan para pekerja, dan kaum buruh.
“Sejauh ini pergerakan Pemerintah dan DPR RI dalam proses
pembuatan RUU Omnibus Law tidak transfaran dan terkesan sembunyi-sembunyi tanpa
adanya sosialisai yang baik dan benar. Padahal jika sudah jadi undang-undang
bukan menjadi beban bagi si pembuat, tapi jadi tanggung jawab seluruh rakyat
Indonesia,” tandasnya.
Menurut Imam, dengan disahkannya RUU Omnibus Law tersebut,
dapat mendegradasi beberapa kesejahteraan buruh. Seperti, Penghapusan Upah
Minimum dan juga perluasan kesempatan kerja bagi orang asing. RUU Omnibus Law
membiarkan tenaga kerja Indonesia bersaing bebas dengan tenaga kerja asing,
tanpa ada kemudahan yang diberikan.
“Hal tersebut sangat merugikan kaum pekerja dan juga kaum
buruh Indonesia. Pemerintah selama ini tidak mengetahui secara menyeluruh
kesulitan yang pekerja dan kaum buruh hadapi di lapangan,” ujarnya.
Berdasarkan pernyataan Sekretaris Kementerian Kordinator
Bidang Ketenagakerjaan yang disiarkan pada saat Vicon Polda se-Indonesia. Imam menilai
jika upah minimum dihapuskan, maka para
pekerja nanti akan melakukan negosiasi sendiri terhadap upahnya di
masing-masing perusahaan.
“Jangankan negosiasi, membuat serikat pekerja diperusahaan
saja sangat sulit luar biasa. Jelas tidak akan mungkin para pekerja dan kaum
buruh akan bisa bernegosiasi masalah upah dengan manajemen dan pemilik
perusahaan,” tuturnya.
Penyebab upah minimum dihapuskan, kata dia, lantaran banyak
perusahaan besar mampu membayar upah di atas upah minimum dan ada perusahaan
yang masuk dalam kategori padat karya dan mikro saat menjalankan UMK ini mereka
tidak mampu. Sehingga upah minimum dianggap tidak diperlukan lagi.
“Saat ini, kami sedang menunggu pergerakan di Provinsi
Banten. Jika sudah ada intruksi, kami akan melancarkan aksi dan mogok kerja
besar-besaran di provinsi Banten,” pungkas Imam Sukarsa. (btl)
0 Comments