![]() |
Rahmat Salam (berpeci) seusai pertemuan memberipenjelasan kepada wartawan. (Foto: Bambang TL/TangerangNet.Com) |
NET - Forum
Komunikasi Korban Mafia Tanah (FKMTI) menilai Pemerintah Kota Tangerang Selatan
(Tangsel) telah mengabaikan perintah Presiden Jokowi, agar segera diselesaikan
konflik tanah antar-warga dengan negara maupun antara warga dengan pengusaha.
Pernyataan tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen)
FKMTI Agus Muldya usai bertemu dengan Rahmat Salam selaku Asisten Daerah (Asda
I) Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik Pemkot Tangsel di Kantor Puspemkot
Tangsel, pada Kamis (17/10/2019).
Agus Muldya menjelaskan bentuk pengabaian terhadap perintah
Presiden tersebut terlihat nyata. Contohnya, rakyat dipersulit untuk sekadar
mengetahui informasi tentang status girik miliknya, seperti yang dialami
oleh anggota FKMTI Rusli Wahyudi, dirinya harus menempuh jalur Pengadilan
Komisi Informasi Publik Daerah (KIP) daerah Propinsi Banten, hanya untuk
mengetahui apakah ada atau tidak catatan jual beli girik C913 di kantor
Kecamatan Serpong, Kota Tangsel.
Anehnya, kata Agus, setelah mengetahui bahwa tidak ada
catatan jual beli pada girik tersebut melalui keputusan Sidang KIP daerah
Banten, pihak kecamatan yang diwakili oleh Jaksa dari Kejaksaan Negeri (Kejari)
Kota Tangsel mengajukan banding ke Pengadilan Tata Usaha Negera (PTUN) Provinsi
Banten. Pengadilan PTUN Banten pun memutus hal yang sama dan memerintahkan
pihak Kecamatan Serpong untuk membuat keterangan tertulis tidak ada catatan
jual beli girik atas nama The Kim Tin.
"Lantas apa yang akan disembunyikan lagi oleh Kecamatan
Serpong ? Mereka banding untuk kepentingan siapa ? Mafia perampas tanah ?,
" tutur Agus terheran-heran.
Setelah kalah di tingkatkan banding, Agus mendengar ada
oknum Kecamatan Serpong yang berusaha meloby hakim MA untuk memenangkan pihak
Kecamatan Serpong yang enggan mengakui keputusn PTUN Serang Banten. Agus
berharap, Walikota Tangsel tidak terperangkap jaringan mafia tanah dengan
mengulur-ulur waktu penyelesaian kasus perampasan tanah yang banyak terjadi di
wilayahnya.
Agus mencontohkan beberapa kasus perampasan tanah di
Kota Tangsel dengan modus serupa yaitu bisa punya Hak Guna Bangunan (HGB) namun
tanpa membeli kepada pemilik yang sah. Tanah HGB Jaya Property berdiri di atas
tanah Sertifikat Hak Milik (SHM) Anin Sri Cahyani. Tanah girik atas nama
The Kim Tin milik Rusli Wahyudi yang tak pernah dijual ternyata ada sertifikat
HGB BSD dan lain-lain. Namun ketika korban perampasan tanah ingin mengetahui
Warkah Sertifikat Hak Guna BAngunan (SHGB) yang berdiri di atas tanah
rakyat, Badan Pertanahan Nasional (BPN) selalu berdalih tidak berwenang
memperlihatkan Warkah. Bahkan untuk kasus girik C-913, Kantor BPN Kota Tangsel
mengaku belum menemukan Warkah tanah untuk dasar penerbitan SHGB.
Sementara itu, Sutarman yang mewakili Wahyudi membawa
setumpuk bukti giriknya yang hilang dan menyerahkan kepada Asda 1 Pemkot
Tangsel. Bukti-bukti tersebut antara lain surat dari Kelurahan Lengkong Gudang
Timur, Keputusan KIP Propinsi Banten, PTUN Banten, surat Komnas HAM, surat
Kementerian Dalam Neger (Kemendagri), serta pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB). Menurut Sutarman semua isi surat tersebut meminta tanggung jawab
Pemkot Tangsel terhadap giriknya yang hilang.
"Kalau saya kehilangan STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan-red)
atau BPKB (Buku Pemilik Kendaraan Bermotor-red) tentu saya lapor polisi dan tak
butuh waktu bertahun-tahun duplikat resmi dikeluarkan pihak kepolisian. Mengapa
soal girik hilang ini begitu sulit, bahkan dipersulit oleh pihak Kecamatan
Serpong. Padahal semua prosedur sudah saya tempuh. Ini bukti-bukti suratnya
ada semua," tutur Sutarman.
Sutarman berharap Pemkot Tangsel segera memberikan pengganti
girik orang tuanya yang hilang dengan melegalisasi salinan girik C-913 seluas
2,5 hektar. Sebab, tidak mungkin tanah yang belum pernah dijual ayahnya
kemudian bisa dikuasai pihak lain. Ini tentu melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
Menanggapi pernyataan FKMTI, Asda 1 Pemkot Tangsel Rahmat Salam mengakui
memang banyak kasus seperti yang dialami oleh Rusli Wahyudi. Namun sebagian
bisa diselesaikan dengan asas keadilan dan kejujuran.
"Kita harus mengutamakan keadilan dan kejujuran dalam
kasus ini. Pak Rusli sudah menempuh prosedur dengan baik dan benar. Nah
diharapkan pihak kepolisian untuk segera memanggil para pihak yang
berkepentingan agar menjadi jelas duduk perkaranya," harapnya.
Namun, Rahmat Salam terlihat kaget saat mendengar informasi
ada oknum Kecamatan Serpong yang mendatangi Mahkamah Agung. Menurut Agus
Muldya, ini merupakan upaya sengaja mengulur- ulur waktu untuk penyelesaian
masalah. Sebab, sedari awal sudah terlihat keganjilan para Jaksa dari Kejari
Kota Tangsel yang telah ditunjuk oleh pihak Kecamatan Serpong sebagai kuasa hukum
sampai di tingkat Kasasi.
"Menurut saya, itu merupakan bentuk perlawanan yang
nyata terhadap perintah Presiden Jokowi agar seluruh aparat pemerintah terkait
untuk segera menyelesaikan konflik tanah. Pemkot Tangsel justru mengulur-ulur
waktu. Ada apa sebenarnya ? untuk siapa mereka bekerja," tanya Agus.
Agus menambahkan modus mafia perampas tanah hampir
serupa. Yaitu membiarkan dan mendorong rakyat bertarung di pengadilan.
Agus menjelaskan modus perampasan tanah makin terkuak.
Mafia bisa menguasai tanah rakyat tanpa membeli. Caranya mereka bersekongkol
dengan oknum BPN. Jika rakyat memprotes dan meminta BPN membuka Warkah tanah,
BPN akan berdalih tidak bisa membukanya dan menyarankan rakyat menggugat
pihak perampas ke pengadilan. Padahal dalam Warkah jelas tertulis riwayat
tanah. FKMTI punya segudang bukti banya tanah dengan status HGB, HGU bahkan SHM
Warkahnya berbeda dengan lokasi aktualnya.
"Ada HGB setelah warkahnya dicek, ternnyata lokasi
tanah tersebut berada 5 kilometer dari lokasi yang tertulis dalam
sertifikat. Ini bahaya kalau dibiarkan," terang Agus Muldya. (btl)
0 Comments