Ketua Umum PWI Atal S. Depari dan pada pengurus baru periode 2018-2023. (Foto: Istimewa) |
NET - Gerak langkah Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) lima
tahun ke depan, dibawah kepemimpinan Ketua Umum PWI Pusat Atal S.Depari, masa
bakti 2018-2023, akan diwarnai berbagai perubahan. Dengan visi baru, yakni
menjadikan PWI sebagai organisasi profesional dan bermartabat pada era
transformasi lanskap media dengan spirit
kebangsaan, kebebasan, dan kreativitas digital.
Atal terpilih sebagai Ketua Umum dalam Kongres XXIV PWI di
Solo, pada 27-30 September 2018, menggantikan Margiono yang telah memimpin PWI
selama dua periode berturut-turut, 2008-2013 dan 2013-2018. Selain Ketua Umum,
Kongres juga memilih Ketua Dewan Kehormatan Ilham Bintang. Selanjutnya Ilham
dan Margiono dipilih untuk mendampingi Atal S Depari bertindak sebagai anggota
tim formatur, yang kemudian menyusun kepengurusan PWI Pusat Periode 2018-2023
yang diumumkan pada Rabu (31/10/2018) di Gedung Dewan Pers, Jakarta.
Menurut Atal, visi tersebut dijadikan arah dan pedoman bagi
lima misi PWI yang ada, yakni program pendidikan berbasis teknologi digital;
Perbaikan manajemen dan administrasi berbasis teknologi digital; Gerakan
nasional wartawan masuk kampus; Meningkatkan peran pengurus pusat untuk
proaktif dalam penyelesaian masalah di daerah; dan PWI sebagai inisiator dan stakeholder
perumusan regulasi media baru.
Dengan jumlah anggota PWI seluruh Indonesia pada saat ini
sekitar 15.000 orang, sebanyak 9.480 sudah memiliki kompetensi wartawan
berbagai jenjang, 3.000 di antaranya sudah tersentuh pendidikan profesi, baik
melalui safari jurnalistik, pra UKW, dan Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI).
UKW dan SJI diakui telah berjalan dengan baik, akan tetapi
faktanya belum memenuhi harapan bagi semua wartawan anggota PWI. "Masih
banyak anggota PWI yang belum tersentuh pendidikan profesi wartawan yang
standar. Sebagian besar melewati proses ‘learning by doing’,” ujar Atal S.
Depari melali Siaran Pers yang dilansir PWI.
Untuk itu program dan strategi, kepemimpinan Atal adalah
peningkatan SDM melalui program pendidikan dan pelatihan jurnalistik dan
non-jurnalistik, berbasis digital.
Selain itu pemanfaatan penggunaan teknologi digital akan
dimaksimalkan untuk pendataan anggota dan kegiatan organisasi. Dengan "PWI
Apps", diharapkan PWI kedepan akan berada dalam genggaman. Atau dengan
kata lain semua urusan PWI bisa diselesaikan melalui telpon pintar yang ada
dalam genggaman.
Guna memperlancar urusan pusat dan daerah, akan difasilitasi
dengan platform "PWI Command Area & Center" yang merupakan
manajemen terpusat PWI daerah dan pusat. Dengan platform ini, seluruh
administrasi dan manajemen dan informasi daerah dapat dipantau melalui satu
sistem (PWI Command Center). "Hal ini dapat memudahkan PWI dalam memantau
seluruh pengurus dan anggota PWI dari Sabang sampai Merauke," tandas Atal
optimis.
Sedangkan untuk meningkatkan peran pengurus pusat dalam
menyelesaikan berbagai permasalahan di daerah, disiapkan satu platform digital
secara khusus sehingga semua informasi dari anggota ke pengurus dan sebaliknya
secara realtime. Hal ini diharapkan dapat membuat semua pengurus lebih proaktif
untuk merespon semua masalah sesuai dengan tanggungjawabnya masing-masing.
Berikutya Program Gerakan Wartawan Masuk Kampus (Journalist
Goes to Campus) PWI akan bekerja sama dengan kampus-kampus ternama untuk
menyelenggarakan pelatihan,dialog tentang jurnalisme, komunikasi massa, atau
pun media baru yang kini terus berkembang.
Selain itu, pada era media sosial dewasa ini, PWI akan
mendekatkan diri kepada para netizen generasi melenial, untuk berbagai
pengetahuan dan keterampilan, serta bersama-sama memerangi hoax dan fake
news.
Yang tak kalah penting program dan strategi Menjadi
Inisiator & Stakeholder Perumusan Media Baru. Disadari bahwa revolusi
digital telah melahirkan fenomena media baru : media sosial dan mesin pencari
e-commerce. Perkembangan media baru
telah menimbulkan ancaman terhadap media konvensional atau media mainstream.
Selain itu, juga menimbulkan masalah baru seperti epedemi hoax. Oleh karena itu,
perlu regulasi-regulasi baru untuk menyelamatkan institusi jurnalistik dan
ruang publik yang beradab. (*/pur)
0 Comments